Senin, 13 Desember 2010

Ulang Tahun Bang Rizal Ramli

Bersama Para Senior: Bang Hatta Taliwang, Masinton, Mas Guntur Soekarno Putra, Bang DR.Rizal Ramli

Rabu, 01 Desember 2010

Petisi 28 Benarkan Sikap Bambang Tolak Tawaran Presiden


Tribunnews.com - Sabtu, 27 November 2010 20:14 WIB
Laporan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Petisi 28 menyambut baik sikap tegas Bambang Widjojanto yang menolak tawaran Presiden SBY untuk mau menjadi Ketua Komisi Kejaksaan. Penolakan ini dianggap, sikap Bambang Widjojanto ragu terhadap pemerintah punya komitmen dalam memberantas korupsi.

"Penolakan Bambang atas tawaran SBY di Komisi Kejaksaan ini bukti, sudah merosotnya wibawa kekuasaan presiden SBY di kalangan pegiat anti korupsi. Sikap menolak ajakan SBY sangatlah tepat. Dan bukti bahwa moralitas politik yang ditunjukkan Bambang tidak bisa ditundukkan oleh iming-iming jabatan dari penguasa," kata juru bicara Petisi 28 Masinton Pasaribu, kepada Tribunnews.com, Sabtu (27/11/2010).

Sikap Bambang, kata Masinton, adalah bentuk antisipasi, kalau-kalau dimanfaatkan oleh rezim pemerintahan ini.

"Mas Bambang sangat sadar kalau dirinya akan dimanfaatkan sebagai etalase politik pencitraan SBY. Kita juga berharap agar para pejabat negara yang masih mengedepankan kejujuran dan moralitas mengikuti keteladanan sikap yang dipilih Bambang, menjauh dari kekuasaan busuk yang dibangun oleh rezim SBY-Boediono," harap Masinton. (*)

Penulis: rachmat_hidayat
Editor: widodo
Share

http://www.tribunnews.com/2010/11/27/petisi-28-benarkan-sikap-bambang-tolak-tawaran-presiden

Gelar Kepahlawanan Soeharto Dibatalkan

Sabtu, 13 November 2010 20:52 WIB
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petisi 28 menghimbau kepada pemerintahan yang akan datang pasca SBY untuk tidak mengikuti langkah pemerintahan SBY yang berencana menganugerahi gelar pahlawan kepada Soeharto. Meski memang akhirnya, membatalkan pemberian gelar tersebut karena mendapatkan penentangan dari berbagai lapisan masyarakat, korban pelanggaran HAM orba, pers, dan aktivis pro demokrasi.

"Semoga pembatalan tersebut bukan sekedar siasat atau penundaan, karena berdasarkan fakta sejarah kekejaman pemerintahan orde baru soeharto, ditambah lagi dengan adanya fakta hukum seperti TAP MPR No. XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN, yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto," kata juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu kepada tribunnews, Sabtu (13/11/2010).

Dengan masih adanya TAP MPR soal Soeharto ini, kata Masinton, makin mempertagas Soeharto memang tidak layak mendapatkan gelar pahlawan tersebut.

"Seperti yang kita ketahui bahwa beberapa elemen partai politik yang orang-orangnya masih di dominasi eks orde baru seperti Demokrat dan Golkar, bahkan PKS yang mengkalim sebagai partai reformis masih memiliki agenda tersembunyi untuk menggolkan penganugerahan gelar pahlawan terhadap Soeharto," Masinton mengingatkan.

Pengingkaran dan penyimpangan orde baru dibawah kekuasaan Jendral Soeharto terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan, Pancasila, dan UUD 45 harus dibuka secara jelas sebagai bagian dari sejarah kelam Indonesia," katanya lagi.

Keberhasilan pembangunan yang diklaim Orde Baru 32 tahun berkuasa, lanjut Masinton, tidak seberapa hasil dan capaiannya dibandingkan dengan kerusakan sistem berbangsa dan bernegara yang diwariskannya. Seperti diberikannya konsesi pertambangan strategis negara kepada asing melalui UU PMA no.1/1967, penggusuran paksa atas nama pembangunan, korupsi, bahkan pemberian BLBI ratusan triliun rupiah terhadap konglomerat hitam, dan lainnya.

"Klaim dan propaganda keberhasilan pembangunan Orde Baru Soeharto adalah semu dan membodohkan. Kegagalan pemerintahan SBY-Boediono dalam era reformasi ini yang tidak mampu menciptakan pembangunan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia semakin menguatkan propaganda loyalis Orde Baru Soeharto," tandas Masinton Pasaribu.

Penulis: rachmat_hidayat
Editor: prawiramaulana
Share

http://www.tribunnews.com/2010/11/13/petisi-28-ingatkan-pks-tentang-tap-mpr-kkn-soeharto

Masinton Pasaribu: JK Lebih Sigap dari SBY

BENCANA

Minggu, 07 November 2010 , 14:33:00 WIB
Laporan: Zul Hidayat Siregar

RMOL. Sebagian publik mulai gemas dengan sikap pemerintah yang lamban dalam merespons berbagai bencana yang ada di Tanah Air belakangan ini. Tak hanya lamban, manajemen pemerintah juga dianggap kacau balau.

"Manajeman penaggulangan bencana di bawah pemerintah SBY-Boediono kacau balau," ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana DPP PDI Perjuangan Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Minggu, 7/11).

Kekacaubalauan manajemen tersebut berakibat fatal dengan banyaknya korban yang meninggal dunia pada saat bencana. Begitu juga dengan banyaknya korban di pengungsian yang kelaparan dan menderita sakit. "Dan itu tidak tertanggulangi sampai hari ini. Baik di Wasior, Mentawai, maupun yang terjadi di Merapi," jelasnya.

Menurut dia, semua itu terjadi karena SBY bukan tipikal pemimpin yang bisa langsung bekerja secara cepat dalam merespons sebuah peristiwa. Bencana merupakan peristiwa luar biasa dan harus direspons dengan cara cepat dan luar biasa pula.

"Dalam situasi normal saja dia lamban dalam berbuat, apalagi dalam situasi abnormal. SBY mendatangi pengungsian itu tidak lebih dari wisata bencana. Yang dia lakukan cuman melihat-lihat tapi tidak mampu menggunakan kewenangan yang dia miliki untuk bertindak cepat. Hasilnya ya rapat dan mengimbau," urainya.

Masinton memberi contoh pada saat awan panas keluar. Tidak hanya masyarakat yang kucing-kucingan dengan wedhus gembel, tapi juga aparat. "Mestinya, aparat juga disiapkan dengan pakian yang anti dengan api," tegasnya.

Hal ini berbeda dengan Jusuf Kalla, katanya membandingkan. JK telah berbuat dengan sigap dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia. Dalam keadaan cuaca tidak bersahabat sekalipun, JK dengan menerobos dan masuk ke Mentawai.

"JK juga mengerahkan semua kekuatan PMI yang ada. Bahkan, PMI memborong roti-roti dan nasi bungkus di warung-warung untuk memberi makan kepada pengungsi," jelasnya.

Bahkan, sambung Masinton, JK tak perlu pemberitahuan untuk mendatangi korban Letusan Merapi. Tapi faktanya, JK lebih dahulu sampai ke lokasi pengungsi dibanding Presiden SBY. "Itu bisa jadi bukti kesigapan (JK dibanding SBY)," tandasnya. [zul]

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=8795

Mau Tahu Bedakan Demo Murni & Demo Bayaran?

Senin, 1 November 2010 - 08:35 wib
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Unjuk rasa yang lazim dilakukan kelompok orang tertentu ditinjau dari sifat tujuannya bisa terbagi atas dua, yakni demo murni dan demo bayaran.

Demo murni adalah sebuah aksi demo yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berlandaskan ideologi tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu.

Sedangkan demo bayaran bisa ditafsirkan sebagai bentuk aksi yang dilakukan demi mendapat upah, meski tidak paham dengan materi substansi demo tersebut.

Lalu, bagaimana melihat perbedaan suatu aksi demo atau unjuk rasa bila ditinjau dari sifat dan tujuan demo tersebut.

“Mudah saja kita bisa melihat dari massa-nya, berapa jumlahnya, siapa saja yang datang di situ, lihat gerak gerik si pendemo, antusiaskah? Aktif dan pahamkah dengan isinya? Kalau tidak jelas itu demo bayaran,” ujar Ronald seorang makelar demo kepada okezone di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Jumlah pendemo yang dimaksud ialah apabila demo itu dalam skala kecil yakni berkisar 50-100 orang, bisa ditebak demo itu pesanan atau bayaran.

“Jumlah (orang) itu relatif ada juga yang banyak orangnya tapi bayaran semua. Yang penting itu tadi karakter dan sifat massa-nya,” kata Ronald.

Lebih lanjut dia menambahkan, ciri khas pendemo bayaran dapat terlihat saat melakukan aksinya. Indikatornya terlihat pada fokus perhatian dan kualitas orasi dari para demonstran.

“Kalau terlihat tidak ekspresif dan seperti ogah-ogahan pasti kecenderungannya mereka hanya ikut-ikutan karena tidak paham substansi demo itu,” tukasnya.

Ronald yang sudah dua tahun bergelut didunia makelar demo ini menuturkan, terdapat beberapa perangkat demo yang harus diperhatikan sebelum menggelar aksi demo.

“Rumuskan (materi) apa yang menjadi tuntutan kita, siapa dan tempat yang akan kita datangi untuk berorasi, serta perangkat vital yakni kelompok massa berikut atribut demo seperti spanduk, speaker, dan lainnya,” jelas pria berusia 37 tahun itu.

Lain lagi menurut Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Masinton Pasaribu. Dia lebih menyoroti cara membedakannya dari materi demo.
“Perbedaannya sangat jelas. Kemurnian gerakan demonstrasi yang lahir karena idealisme memiliki militansi, keyakinan dan semangat juang untuk melakukan perubahan yang lebih baik untuk rakyat,” kata Masinton

dalam perbincangan dengan okezone di Jakarta, secara terpisah belum lama ini.

Mantan Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 itu berpendapat, idealisme, militansi, dan keyakinan perjuangan kaum pergerakan tidak bisa ditukar dengan sejumlah uang ataupun materi. Demonstrasi yang dilakukan karena tergerak atas dasar kesadaran pergerakan dalam melakukan aksi di lapangan cenderung lebih terstruktur, terpimpin, dan memiliki perangkat aksi.

Demokrasi memang membolehkan adanya perbedaan ide, cara pandang dan sikap, termasuk pro dan kontra. Namun para pendemo bayaran terkadang justru dihadirkan untuk “mengekang” kebebasan itu. Seperti misalnya, ada pengerahan massa bayaran untuk menghadang kelompok aksi mahasiswa yang menyuarakan suara penderitaan rakyat.

“Saat memperjuangkan reformasi kami di gerakan mahasiswa tahun 1998 pernah dihadapkan dengan massa bayaran atau Pam Swakarsa yang dimobilisasi rezim orde baru untuk menghadang gerakan demonstrasi mahasiswa. Namun yang menghadapi aksi-aksi bayaran Pam Swakarsa saat itu adalah kekuatan rakyat karena idealisme dan militansi perjuangan gerakan mahasiswa adalah sejatinya gerakan rakyat,” kenang dia.

Lantas, adakah dari aktivis maupun mahasiswa yang aktif dalam kelompok ini?

“Dalam fase perjuangan selalu ada yang memanfaatkan situasi, bersikap oportunis dan avonturir (petualang politik). Namun sikap seperti itu tidak dominan dalam pergerakan dan tidak signifikan untuk mempengaruhi agenda pergerakan kawan-kawan mahasiswa,” tuturnya.

Bagi Masinton, itu disebabkan massa-nya sudah memiliki agenda jelas yang harus diperjuangkan dan agenda tersebut lahir atas refleksi.
(lsi)

http://news.okezone.com/read/2010/11/01/338/388383/mau-tahu-bedakan-demo-murni-demo-bayaran


Massa Boneka

Selasa, 2 November 2010 - 07:01 wib
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Pendemo bayaran bisa dikatakan sama dengan boneka. Mereka rela di tengah kondisi panas terik sambil berteriak dan membawa spanduk demi upah yang nilainya tak terlalu besar.
Biasanya tak sedikit orang yang bergabung dalam kelompok massa demo bayaran tersebut. Pastinya, tak sedikit pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memobilisasi para pendemo yang minimal terdiri dari 15 orang. untuk satu isu saja.

Menurut pengakuan seorang makelar demo, pendemo yang membawa kendaraan sendiri dipatok biaya Rp100. Sedangkan yang tidak membawa kendaraan berkisar Rp50-75 ribu.

Yang menjadi pertanyaan, siapa yang berani mengeluarkan dana besar itu?

Menurut Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu, pihak yang tidak ingin kekuasaannya terganggu yang siap merogoh kocek besar itu.

“Yang berkepentingan menggunakan cara-cara dengan memobilisasi massa bayaran adalah yang kekuasaannya terganggu,” kata Masinton kepada okezone, belum lama ini.


Sedangkan menurut Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi, demo bayaran sebagaimana perjalanan sejarahnya biasanya dilakukan oleh musuh-musuh rakyat dalam hal ini pemerintahan agen neoliber yang mempertahankan kepentingan asing dan para koruptor.

Bagaimana pendapat Ronald, makelar demo yang sempat diwawancarai okezone? Ibarat membuka borok sendiri, Ronald pun tak berkomentar. Didesak beberapa kali tentang identitas “bos”-nya, meski hanya sekadar profesi atau sedikit petunjuk lain, Ronald enggan buka mulut.

Menurut Masinton, makelar demo ini sudah tidak diragukan lagi eksistensinya dalam kancah perpolitikan di Tanah Air. Selain itu, tak sedikit dari mereka hanya sekadar mencari penghasilan tambahan.

Bagaimana dengan pendemo bayaran? “Mereka hanya segelintir orang dikarenakan menganggur, pengetahuannya yang terbatas, dan iming-iming duit lalu di mobilisasi untuk mendukung pemerintah. Itulah fakta yang terjadi di kehidupan sosial kita,” ujar mantan Aktivis 98 itu.

Bagi Hilman, kekuasaan yang lalim (sewenang-wenang) pasti akan selalu menggunakan aksi massa bayaran untuk melindunginya.

Penguasa itu sengaja memanfaatkan kemiskinan rakyat yang lemah ideologinya sehingga mudah digerakkan oleh kekuatan uang. Inilah yang menjadi sasaran untuk dijadikan “aktivis” dadakan oleh makelar demo.

“Kalau mau diteliti satu persatu, massa yang digerakkan ini juga pastilah rakyat kecil yang karena himpitan ekonomi yang mereka hadapi. Akhirnya, demi mendapatkan uang kemudian rela digerakkan untuk isu yang belum tentu mereka pahami,” Hilman menerangkan.
(lsi)

http://news.okezone.com/read/2010/11/01/338/388573/kekuasaan-terganggu-demo-bayaran-solusinya

Rabu, 27 Oktober 2010

Petisi 28 Luncurkan Buku SBY Mundur



Tribunnews.com - Selasa, 26 Oktober 2010 17:57 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi masyarakat Petisi 28, tempat kumpulan para aktivis yang rajin mengkritisi Presiden SBY, akan meluncurkan buku setebal 43 halaman. Sedianya, buku berjudul SBY mundur berwarna coklat muda ini akan resmi di-launching pada awal November, bertepatan dengan serangkaian peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober.

Buku ini, digarap oleh para pentolan aktivis. Antara lain; Salamuddin Daeng, Harris Rusly, Masinton Pasaribu, Syahdatul Kahfi, Gigih Guntoro, Iwan Dwi Laksono, Umar Abduh, Jhon Wempi, serta para aktivis Petisi 28 lainnya.

"Buku SBY Mundur mengangkat berbagai fakta kemunduran Indonesia dibawah presiden SBY. Dalam buku itu, diungkap berbagai kemunduran pemerintahan ini, memerosokkan negara dan bangsa Indonesia kembali ke dalam suatu situasi penjajahan atau kolonialisme," kata Masinton kepada tribunnews, Selasa (26/10/2010).

Sedianya, dalam tahap awal buku SBY Mundur ini akan dicetak awal 10 ribu eksemplar yang diterbitkan oleh Doekoen cofee dengan dana patungan para aktivis. Kini, Masinton mengaku, buku ini sudah hampir selesai dicetak untuk didistribusikan kepada rakyat.

Masinton menjelaskan lagi. Dalam buku ini mengupas berbagai bentuk peraturan dan undang-undang yang dipesan oleh asing dibuat oleh pemerintahan SBY dengan persetujuan DPR.

"Program pencabutan subsidi oleh negara terhadap rakyat berlangsung massif dibawah kepemimpinan presiden SBY. Meluasnya kemiskinan dan semakin sempitnya peluang lapangan kerja untuk rakyat. Ketidak pekaan presiden SBY terhadap berbagai persoalan kebangsaan dan kerakyatan," Masinton mencontohkan.

Buku ini, juga akan mengupas terkait dilecehkannya kedaulatan Indonesia oleh Malaysia, penganiayaan TKI, dan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia.

"Untuk lebih jelas dan lengkapnya lagi silakan membaca buku SBY Mundur sebelum dilarang peredarannya oleh rezim penguasa," kata Masinton diplomatis.

Penulis: rachmat_hidayat
Editor: johnson_simanjuntak
Share
http://www.tribunnews.com/2010/10/26/petisi-28-luncurkan-buku-sby-mundur

Jika Makin Buruk, SBY-Boed Tumbang di 2011



Minggu, 24 Oktober 2010 - 11:18 wib
Rizka Diputra - Okezone

JAKARTA - Pasangan SBY-Boediono hingga detik ini masih kokoh berkuasa memimpin pemerintahan, meski terus diserang kritik dari berbagai kalangan karena kebijakannya yang dinilai tidak prorakyat.

Namun jika kebijakan tidak prorakyat masih berlanjut, bukan tidak mungkin pasangan yang terpilih dalam Pemilu 2009 ini akan tumbang pada 2011.

"SBY-Boediono masih bertahan bukan karena rezimnya yang kuat, tetapi karena konsolidasi pergerakan (elemen massa) yang belum membesar," demikian tulis Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu dalam pesan singkat kepada okezone, Minggu (24/10/2010).

Apabila kinerja pemerintah semakin memburuk, dengan menganut neolib dan kapitalisme yang tidak cenderung memihak dan menyejahterakan rakyat, maka bukan mustahil rakyat yang tidak puas dengan kondisi itu bisa kembali menggeliat pergerakannya melalui aksi-aksi protes kontra pemerintah.

Unjukrasa di berbagai daerah pada peringatan satu tahun kinerja pemerintah SBY-Boediono pada 20 Oktober lalu merupakan contoh wujud ketidakpuasan sebagian rakyat Indonesia terhadap kerja pemerintah.

Pemerintah SBY-Boediono bahkan diprediksi tidak akan bertahan lama memimpin negara berpenduduk lebih dari 200 ribu jiwa ini. "Yakinlah, 2011 SBY-Boediono akan jatuh," tandasnya.(hri)

http://news.okezone.com/read/2010/10/24/339/385753/jika-makin-buruk-sby-boed-tumbang-di-2011

Minggu, 24 Oktober 2010

Masinton: Protap Anarki Sekalipun Tak Bisa Bendung Gerakan Massa


Jum'at, 22 Oktober 2010 , 12:59:00 WIB

Laporan: Hendry Ginting

RMOL. Prosedur tetap (Protap) tembak di tempat sekalipun tidak akan mampu menghentikan gerakan aksi massa mahasiswa, pemuda dan elemen rakyat lainnya.

Demikian ditegaskan Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (22/10).

"Gerakan elemen rakyat sudah biasa menghadapi sikap represif aparat kepolisian. Sekalipun tembak di tempat tidak akan menurunkan gerakan aksi," kata Masinton.

Lagi pula, jelas dia lagi, gerakan protes massa sendiri dijamin oleh konstitusi negara pasal 28 UUD yang menyebut bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian, penyampaian pendapat melalui gerakan massa bukanlah tindakan kriminal.

Protap tembak di tempat adalah bentuk pelegalan dan melegitimasi Polri melakukan tindak kekerasan, kata  alumni STHI Jakarta ini. [wid]

http://m.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=7278

Jumat, 22 Oktober 2010

Protap Polri Tembak di Tempat TakkanMampu Hentikan Aksi Gerakan Mahasiswa dan Rakyat



Tribunnews.com - Kamis, 21 Oktober 2010 21:27 WIB

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Protap tembak di tempat tidak akan mampu menghentikan gerakan aksi massa mahasiswa, pemuda, buruh, dan elemen rakyat lainnya. Gerakan protes massa dijamin oleh konstitusi negara pasal 28 UUD Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Anggota Petisi 28, Masinton Pasaribu mengatakan, penyampaian pendapat melalui gerakan massa bukanlah tindakan kriminal. Protap tembak di tempat adalah bentuk pelegalan dan melegitimasi Polri melakukan tindak kekerasan.

"Kita bisa melihat contoh represifitas Polri terhadap aksi gerakan massa mahasiswa di Makassar saat menyambut kedatangan SBY, dan penembakan sengaja oleh polri yang menggunakan peluru tajam terhadap mahasiswa UBK di Jakarta saat aksi peringatan setahun pemerintahan SBY-Boediono," ujar Masinton kepada Tribunnews.com, Kamis (21/10/2010).

Masinton menandaskan, tindakan brutal kepolisian untuk melindungi pemerintahan SBY-Boediono yang terbukti sudah gagal harus dihentikan. Pelaku dan pimpinan Polri yang menginstruksikan penembakan harus diadili. Semakin tinggi represifitas rezim SBY-Boediono terhadap gerakan mahasiswa, maka semakin besar keyakinan para aktivis pergerakan untuk menumbangkan pemerintahan SBY-Boediono.

"Momentum hari Sumpah Pemuda 28 Oktober dan Hari Pahlawan 10 Nopember 2010 ini adalah momentum seluruh elemen pergerakan di seluruh Indonesia turun ke jalan bersama-sama memperjuangkan tuntutan rakyat, yakni turunkan harga, tolak PHK, dan menyerukan SBY-Boediono mundur," tegasnya.

"Kegagalan pemerintahan SBY-Boediono sudah terang benderang diketahui rakyat. Kemiskinan dan kesengsaraan rakyat yang semakin meluas tidak bisa ditutupi dengan pidato-pidato palsu SBY, bahkan gelombang gerakan protes massa tidak bisa dibendung dengan aksi tembak ditempat oleh Polri," katanya.

Kekerasan rezim SBY-Boediono, menurut Masinton, hanya melahirkan aksi-aksi solidaritas di berbagai kampus, dan berbagai elemen pergerakan lainnya yang akan mempercepat kejatuhan rezim SBY-Boediono.(*)

Penulis: rachmat_hidayat
Editor: Juang_Naibaho
Share
http://www.tribunnews.com/2010/10/21/petisi-28-protap-tembak-di-tempat-takkan-hentikan-aksi

Minggu, 17 Oktober 2010

Andai SBY Peka dan Cepat Tanggap di Enam Jam Pertama



BANJIR WASIOR

Minggu, 10 Oktober 2010 , 15:46:00 WIB
Laporan: Widya Victoria

RMOL. Peran negara di bawah pemerintahan SBY-Boediono kerap kali tidak hadir di saat rakyat butuh dilindungi. Contoh yang paling aktual adalah peristiwa bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat yang menelan korban jiwa hingga ratusan orang meninggal dunia dan korban harta benda lainnya.

Padahal dalam standar penanggulangan bencana internasional untuk meminimalisir korban jiwa dan harta benda seharusnya Tim Tanggap Darurat seperti Tim SAR, medis, dan tim pendukung lainnya harus sudah berada di lokasi minimal enam jam sejak terjadinya bencana.


Demikian dikemukakan Wakil Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPP PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu (10/10).


Menurut dia, jika saja Presiden SBY peka dan cepat tanggap dengan memerintahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan aparat pemerintahan terdekat mengirimkan bantuan personil, perlengkapan, dan logistik segera diterjunkan enam jam sejak terjadi bencana ke lokasi, sebenarnya korban jiwa bisa diminalisir.

Namun terpenting yang perlu dilakukan Pemerintah saat ini untuk mengurangi derita para korban banjir bandang di Wasior adalah menyediakan dana jaminan hidup untuk warga korban bencana. Jaminan hidup bagi mereka yang tinggal di pengungsian dengan membangun rumah-rumah warga yang rusak dan hanyut dikarenakan banjir bandang, termasuk menjamin kesehatan warga Wasior, tukas Masinton. [wid]

http://rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=6094

SBY Maksa Soeharto Diberi Gelar Pahlawan



Jum'at, 15 Oktober 2010 , 11:10:00 WIB
Laporan: Widya Victoria

RMOL. Rencana pemberian gelar pahlawan terhadap mantan presiden RI, Soeharto merupakan sesuatu yang dipaksakan dan tidak berdasarkan kajian komprehensif.

Penganugerahan gelar pahlawan kepada Soeharto juga menyalahi tiga hal mendasar. Pertama, tentang sejarah yang harus diluruskan. Kedua, melanggar TAP MPR XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto dan ketiga, asas prosedural sesuai UU 20/2009 tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Sehingga rencana tersebut patut dicurigai insiatif dan motifnya.


"Jangan-jangan inisiatif pemberian gelar tersebut inisiatifnya datang dari Presiden SBY dan bukan dari keluarga Soeharto atau Cendana," kata eks aktivis gerakan mahasiswa tahun 1998, Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (15/10).

Dia melanjutkan, jika inisiatif tersebut datang dari SBY maka motivasi politisnya sangat jelas, yakni imbalan dukungan politik dan dukungan finansial dari Cendana untuk kepentingan SBY membangun dinasti Cikeas. Di satu sisi, SBY juga akan dipandang memiliki peran besar mendistorsi sejarah untuk generasi mendatang. Karena negara hingga saat ini belum pernah melakukan pelurusan dan klarifikasi sejarah atas tragedi kemanusiaan tahun 1965 yang melibatkan Soeharto. Termasuk penetapan status hukum atas kekayaan keluarga Soeharto yang berasal dari hasil KKN semasa menjabat presiden selama 32 tahun.

Pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto dari Presiden SBY merupakan langkah kontradiktif dan merobek-robek keadilan para keluarga korban kejahatan rezim Soeharto, yang hingga saat ini belum mendapatkan keadilan dari negara, tegas Masinton.

Kendati, sisi positif dari kepemimpinan Soeharto harus dihargai oleh negara, namun bukan berarti diberi gelar pahlawan. Sebab, sisi kejahatan kemanusiaan seperti pelanggaran HAM dan kejahatan korupsi yang pernah dilakukan atas inisiatif Soeharto di masa Orde Baru tidak bisa dilupakan begitu saja.

"Memaafkan bukan berarti melupakan kejahatannya," cetus dia.

"Hitler yang melakukan kejahatan kemanusiaan tidak dianugerahin gelar pahlawan dari negara dan rakyat Jerman," ujar Masinton seraya mengingatkan bahwa TAP MPR XI/1998 masih berlaku dan belum pernah dicabut. [wid]

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=6582

Aktivis 98: Soeharto Tak Layak Bergelar Pahlawan Nasional



Tribunnews.com - Jumat, 15 Oktober 2010 10:43 WIB
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto, diktritik mantan aktivis 98 yang kini tergabung di Petisi 28, Masinton Pasaribu. Masinton tidak sepakat bila mantan penguasa Orde Baru itu diberi gelar pahlawan.

"Tidak setiap mantan presiden layak mendapatkan gelar pahlawan. Hitler yang melakukan kejahatan kemanusiaan tidak dianugerahin gelar pahlawan dari negara dan rakyat Jerman," kata Masinton kepada Tribunnews.com, Jumat (15/10/2010).

"Sisi positif dari kepemimpinan Soeharto harus dihargai oleh negara, namun bukan berarti Soeharto pahlawan. Karena sisi kejahatan kemanusiaan seperti pelanggaran HAM dan kejahatan korupsi yang pernah dilakukan atas inisiatif Soeharto di masa Orde Baru jangan pernah dilupakan. Memaafkan bukan berarti melupakan kejahatannya," tandas Masinton.

Pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto dari Presiden SBY, katanya, merupakan langkah kontradiktif dan dianggap merobek-robek keadilan para keluarga korban kejahatan rezim Soeharto yang hingga saat ini belum mendapatkan keadilan dari negara.

"Banyak masalah penting yang berkaitan dengan kasus kejahatan masa Soeharto sejak tahun 1965 hingga tahun 1998 belum terselesaikan, seperti masalah hukum (KKN) dan pelanggaran HAM," Masinton mengingatkan.

"Ketetapan MPR No XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN, yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto masih berlaku, dan belum pernah dicabut," katanya lagi.


Secara prosedural, Masinton menegaskan, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto sebenarnya menyalahi UU No 20 tahun 2009 tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, yang berasaskan keadilan, kehati-hatian, keobjektifan, dan keterbukaan.(*)

Penulis : rachmat_hidayat
Editor : Juang_Naibaho

http://www.tribunnews.com/2010/10/15/aktivis-98-soeharto-tak-layak-bergelar-pahlawan-nasional

Senin, 11 Oktober 2010

Petisi 28 Pertanyakan Sumber Dana Rp 2 Milyar Presiden untuk Wasior



Tribunnews.com - Senin, 11 Oktober 2010 20:27 WIB

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bantuan dana sebesar Rp 2 milyar dari Presiden SBY untuk para korban banjir bandang di Wasior, Papua Barat, dipertanyakan Petisi 28.

Melalui juru bicaranya, Masinton Pasaribu kepada Tribunnews, Senin (11/10/2010), Masinton Pasaribu menyatakan, bantuan sumbangan pribadi SBY untuk korban bencana Wasior sebesar 2 milyar rupiah harus ditelusuri sumber dananya dari mana.

"Apa benar-benar berasal dari kantong pribadi atau berasal dari anggaran kepresidenan yang diklaim oleh SBY sebagai sumbangan pribadinya? Masinton mempertanyakan.

Sebelumnya Jubir Presiden SBY, Julian Pasha menyatakan, untuk meringankan penderitaan para korban, presiden memberi bantuan pribadi senilai Rp 2 milyar.

"Untuk bantuan Presiden telah disampaikan bantuan pribadi dalam kapasitas sebagai Presiden senilai Rp 2 milyar. Dialokasi dalam bentuk bahan makan seperti makanan untuk anak bayi, pangan sandang seperti selimut atau mungkin pakaian anak," kata Julian Pasha, Rabu (6/10).

Masinton menegaskan, kalaupun benar dana Rp 2 milyar itu bersumber dari kantong pribadi SBY berarti terjadi peningkatan kekayaan SBY yang cukup signifikan dalam 10 bulan. Dan bila SBY yang menyumbang, imbuhnya, berarti kekayaannya saat ini lebih kurang 5 milyar.

"Karena kekayaan SBY saat dilaporkan total kekayaannya per November 2009 sejumlah 7,6 miliar rupiah. Kita minta auditor independen segera melakukan audit kekayaan SBY, apakah sumbangan 2 miliar rupiah tersebut bersumber dari pendapatan yang sah. SBY harus mencontohkan transparansi keuangan," tandas Masinton.

"Kalaupun bantuan tersebut bersumber dari dana taktis kepresidenan harus dikatakan secara jujur, jangan sampai uang negara digunakan SBY mengatasnamakan bantuan pribadinya," katanya lagi.

Masinton mengingatkan, pada tahun 2008 bulan Agustus, SBY pernah mengklaim memberikan bantuan pribadinya untuk korban bencana di Cianjur senilai 5 miliar rupiah. Setelah ramai dikritik kemudian pihak istana mengklarifikasi bahwa bantuan 5 miliar rupiah tersebut bersumber dari APBN.

Penulis : rachmat_hidayat

Editor : prawiramaulana

Share

http://www.tribunnews.com/2010/10/11/petisi-28-pertanyakan-dana-rp-2-milyar-presiden-untuk-wasior

Kalangan Pergerakan Anggap SBY-Boediono Gagal



Tribunnews.com - Senin, 27 September 2010 20:39 WIB
Laporan wartawan Tribunnews.com, Racmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di mata para aktivis, atau mereka dari kalangan pergerakan seakan sepakat menyatakan, hingga jelang satu tahun umur pemerintahan SBY-Boediono, adalah sebuah duet kegagalan. Konsekwensi pemerintahan yang gagal adalah harus turun dan diganti.


"Lima tahun kepemimpinan SBY dan setahun pemerintahan SBY-Boediono kondisi Indonesia makin terpuruk, tidak ada peningkatan kualitas kehidupan di segala aspek kehidupan," ujar salah satu aktivis yang juga salah juru bicara kelompok pergerakan Petisi 28, Masinton Pasaribu kepada tribunnews, Senin (27/9).

Sejak pertama kali pemerintahan SBY-Boediono resmi menjalankan tugasnya, Petisi 28, bersama para aktivis lainnya, 'paling rajin' memberikan kritikan pedas. Hingga saat ini. Banyak kasus yang disoroti, mulai dari penanganan kasus skandal bailout Bank Century.

Kasus terkini, saat tercengangnya publik saat Mahkamah Konstitusi menyatakan, salah seorang pembantu Presiden SBY, setingkat menteri, Jaksa Agung Hendarman Supanji, sebagai jaksa agung ilegal. Persoalan lanin juga menjadi sorotan kalangan peregerakan.

"Tingkat kesejahteraan rakyat mengalami penurunan, disana-sini rakyat merasakan kesulitan hidup, lapangan kerja yang terbatas, harga-harga yang melambung tinggi, kebebasan beribadah yang dipersulit, kedaulatan negara yang merosot, dan lain-lain. Ketidakmampuan SBY-Boediono dalam mengelola dan memimpin pemerintahan adalah sumber utama segala permaslahan yang mendera negara dan bangsa Indonesia saat ini," Masinton memaparkan.

Ditegaskan, tak ada dasar argumentasi untuk mempertahankan pemerintahan SBY-Boediono yang sudah gagal ini selain bersatu padu turun ke jalan kepung istana negara dan menggantikannya dengann membentuk pemerintahan yang pro kedaulatan nasional dan pro rakyat.


"Pada tanggal 20 Oktober hingga 28 Oktober nanti, adalah momentum perlawanan setahun pemerintahan SBY-boediono, dan sumpah pemuda. Mulai bulan Oktober 2010 ini kami kelompok gerakan akan terus menggalang perlawanan berbagai elemen rakyat hingga SBY-Boediono mundur dan meletakkan jabatannya," Masinton menandaskan lagi. (tribunnews/yat)

Penulis : rachmat_hidayat
Editor : prawiramaulana

http://www.tribunnews.com/2010/09/27/kalangan-pergerakan-anggap-sby-boediono-gagal

Sabtu, 25 September 2010

Rakyat Sudah tak Hiraukan Ucapan Presiden


Senin, 23 Agustus 2010 11:46 WIB


Laporan wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden SBY dianggap semakin khawatir dengan pencitraan dirinya sendiri yang terus menurun dari hari ke hari. Tingkat kepercayaan rakyat atas omongan atau ucapan presiden SBY, diyakini sudah berada di titik nadir. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu (Senin 23/8/2010).

"Rakyat sudah tidak hirau lagi dengan apa yang diucapkan oleh presiden SBY. Karena rakyat tidak merasakan indahnya janji manis dalam pidato-pidato Presiden dalam kehidupan nyata sehari-hari," kata Masinton.

Korupsi jalan terus, gas elpiji meledak terus, harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal, lapangan pekerjaan semakin sulit, koruptor yang menjarah duit rakyat diberikan remisi dan dibebaskan, sedangkan keadilan untuk rakyat kecil tidak pernah diberikan," ungkapnya.

Dikatakan sikap Presiden SBY melakukan counter kritik dengan mengkritik para pengkritiknya. Harusnya,  Presiden SBY sebagai presiden menjawab kritik dengan tindakan dan kebijakan yang pernah  dijanjikan saat kampanye kepada rakyat.  Misalnya, melakukan pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih bukan membebaskan para koruptor seperti sekarang.

"Menciptakan kesejahteraan untuk rakyat bukan malah menebarkan ketakutan dan kecemasan melalui teror gas elpiji. Ketika SBY semakin reaksioner menanggapi kritikan untuk dirinya, maka semakin meluaslah ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintahan SBY-Boediono," Masinton meyakini.

"Pencitraan yang dibangun diatas kepalsuan, sejatinya tidak akan bertahan lama, apalagi bertahan hingga sepuluh tahun," tandasnya.

http://m.tribunnews.com/index.php/2010/08/23/rakyat-sudah-tak-hiraukan-ucapan-presiden

Megawati Kirim Tim Bantuan ke Sinabung



30 Agustus 2010 | 22.23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengirimkan tim bantuan kemanusiaan ke lokasi bencana Gunung Sinabung, Provinsi Sumatera Utara. Tim yang diturunkan, tak lain Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPP PDI Perjuangan. Sebanyak 10.000 masker, perlengkapan medis, serta bantuan lainnya dibawa oleh tim yang berangkat hari ini, Senin (30/8/2010).

"Tim Baguna sebelum ke lokasi akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan DPD PDI-P Sumatera Utara untuk kemudian bergabung, berangkat bersama-sama dengan tim posko DPC PDI-P Kabupaten Tanah Karo yang sejak hari pertama peristiwa Gunung Sinabung mengeluarkan asap dan debu sudah membantu mengevakuasi warga ke lokasi yang aman," kata Wakil Kepala Baguna DPP PDI Perjuangan M Pasaribu kepada Tribunnews.

Tim Baguna, kata Pasaribu, di sekitar lokasi bencana kemudian menyiapkan beberapa titik tempat pengungsian serta membuat dapur umum bagi warga pengungsian. "Selain 10.000 masker yang dibawa, perlengkapan medis, juga membawa peralatan dapur umum yang disumbangkan kepada korban yang mengungsi," ujarnya.

Tim yang diterjunkan ke lokasi Gunung Sinabung adalah salah satu bentuk komitmen Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan terhadap bencana yang terjadi di Indonesia. Sebelumnya, tim juga pernah diberangkatkan untuk memberikan bantuan saat bencana tsunami.

http://m.kompas.com/news/read/data/2010.08.30.22235143

Senin, 09 Agustus 2010

Curhat Presiden SBY Cuma Trik



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Petisi 28 angkat bicara terkait curhat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kesekian kalinya. Masinton Pasaribu, menyatakan, curhat Presiden atas kritik yang ditujukan terhadap berbagai kegagalan pemerintah menyikapi berbagai persoalan negara hanya trik.

"Mungkin, kali ini Presiden curhat lagi karena kaget saat baca berita berbagai media massa tentang kritik para purnawirawan TNI AD yang menyebutkan agar Presiden cepat sadar agar selamat sampai 2009 Salah satu beritanya ada di Harian Kompas."

"Dan, ada juga tulisan artikel pengamat LIPI di harian yang sama, yang menulis Negara Tanpa Kepemimpinan," kata Masinton.

SBY curhat, imbuh Masinton, seakan-akan dirinya sedang terancam. "Curhat SBY adalah hanya sebuah trik saja untuk mengalihkan kritikan berabagai elemen masyarakat atas kegagalan dan ketidak mampuannya memimpin, baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintah," tandas Masinton.

Ia menambahkan, kalau ada ancaman dan serangan terhadap diri Presiden, seharusnya komandan Paspampres yang menyampaikan ke publik bukan Presiden sendiri.

"Jadi, berhentilah curhat kepada rakyat. Masih banyak yang harus diselesaikan dari pada selalu curhat," ujar Masinton. (tribunnews/yat)

Editor : anwarsadat
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat
http://www.tribunnews.com/2010/08/08/petisi-28-curhat-presiden-sby-cuma-trik

Jumat, 16 Juli 2010

SBY Didesak Ungkap Penganiaya Tama


Sabtu, 10 Juli 2010 | 18:11 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Petisi 28 mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan deadline kepada Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri untuk mengungkap pelaku penganiayaan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satya Langkun.
Jika Kapolri tidak mampu mengungkap dan menangkap dalangnya maka Presiden harus segera mencopot Kapolri.
-- Masinton Pasaribu


Melalui juru bicaranya, Masinton Pasaribu, kunjungan Presiden SBY menjenguk Tama di RS Asri tak berguna apa pun bila tidak ada komitmen Presiden mendorong Kapolri mengungkap pelaku penganiayaan.

"Sikap Presiden SBY menjenguk aktivis ICW Tama S Langkun di rumah sakit patut dihargai. Tetapi, menjadi tidak ada manfaatnya bila tidak diikuti dengan tindakan konkret, yaitu memerintahkan Kapolri segera menangkap dalang dan pelakunya dalam waktu seminggu ke depan," kata Masinton.

"Jika Kapolri tidak mampu mengungkap dan menangkap dalangnya maka Presiden harus segera mencopot Kapolri," tandas Masinton kepada Tribunnews, Sabtu (10/7/2010).

Petisi 28, imbuh Masinton, juga meminta Presiden SBY tidak menjadikan korban kejahatan para mafia dan koruptor sebagai alat pencitraan kekuasaannya.

Saat ini, lanjutnya, sudah bukan zamannya lagi main pencitraan. "Bermain pencitraan dan jaim-jaiman (jaga image) itu sudah tidak berlaku lagi saat ini. Presiden SBY harus berani menggunakan kewenangannya untuk memberantas kejahatan korupsi. SBY harus membuktikan bahwa negara tidak boleh kalah melawan mafia dan kejahatan korupsi," tegasnya.

http://lipsus.kompas.com/topikpilihan/read/2010/07/10/18110436/SBY.Didesak.Ungkap.Penganiaya.Tama

Kamis, 15 Juli 2010

Kunjungan SBY ke Tama Cuma Pencitraan Politik



Tribunnews.com - Sabtu, 10 Juli 2010 17:34 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petisi 28 mendesak Presiden SBY memberikan deadline kepada Kapolri Bambang Hendarso Danuri untuk mengungkap pelaku penganiyaan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun.

Melalui juru bicaranya, Masinton Pasaribu, kunjungan Presiden SBY menjenguk Tama di rumah sakit, tak berguna apapun bila tidak ada komitmen Presiden mendorong Kapolri mengungkap pelaku penganiyaan.

"Sikap Presiden SBY menjenguk aktivis ICW, Tama S Langkun di rumah sakit, patut dihargai. Tetapi, menjadi tidak ada manfaatnya bila tidak diikuti dengan tindakan kongkrit, yaitu, memerintahkan Kapolri segera menangkap dalang dan pelakunya dalam waktu seminggu ke depan."

"Jika Kapolri tidak mampu mengungkap dan menangkap dalangnya maka Presiden harus segera mencopot Kapolri," tandas Masinton kepada Tribunnews, Sabtu (10/7/2010).

Petisi 28, imbuh Masinton, juga meminta Presiden SBY tidak menjadikan korban kejahatan para mafia dan koruptor sebagai alat pencitraan kekuasaannya.

Saat ini, tandasnya, sudah bukan jamannya lagi main pencitraan."Bermain pencitraan, dan jaim-jaiman (jaim-jaga image), itu sudah tidak berlaku lagi saat ini."

"Preisden SBY harus berani menggunakan kewenangannya untuk memberantas kejahatan korupsi. SBY harus membuktikan bahwa negara tidak boleh kalah melawan mafia dan kejahatan korupsi," tegasnya.

Sementara itu, aktivis Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menandaskan, kunjungan Presiden SBY terhadap aktivis ICW, Tama S Langkun, tak lebih dari sikap pencitraan yang sedang dipertontonkan kepada publik.

Yang diinginkan publik, serta para aktivis adalah bukti kongkrit pemerintah dalam memberantas korupsi dan membangun bangsa ini menjadi lebih baik.

"Kami sarankan kepada Presiden, lebih baik fokus saja kepada pembangunan bangsa ini. Para aktivis tidak butuh perhatian dan perlakukan istimewa. Kami hanya butuh Republik ini dikelola secara benar-benar dan sungguh-sungguh, " tandas Ray Rankuti.

"Kunjungan Presiden SBY ke Tama bukanlah hakekat yang diinginkan. Bagi kami para aktivis ini yang paling utama adalah segera kepolisian menangkap dan mengungkap pelaku teror baik kepada Tempo maupun kepada Tama."

"Lebih dari itu, Presiden memperhatikan dengan seksama kasus yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, khususnya terkaitan dengan rekening gemuk beberapa Polri. Itulah perhatian yang paling utama dihajatkan oleh para aktivis jauh melebihi kebutuhan kunjungan Presiden," tandasnya.

UDANG DI BALIK Rekening Jenderal



INDONESIA MONITOR-Munculnya data rekening mencurigakan beberapa perwira tinggi Polri tak lepas dari agenda suksesi di Trunojoyo. Siapa berkepentingan?

JENDERAL Pol Bambang Hendarso Danuri mungkin tak pernah bermimpi, empat hari menjelang ulang tahun Polri, institusi yang dipimpinnya itu mendapat “hadiah” tak mengenakan dari Majalah Tempo: daftar rekening gendut perwira Polri.
Tak heran, alih-alih mempersiapkan peringatan hari jadi ke-64 Korps Bhayangkara, BHD—demikian sebutan Kapolri kelahiran Bogor 10 Oktober 1952 itu—malah mengumpulkan perwira-perwiranya untuk membahas masalah tersebut. “Mereka diperintahkan untuk tutup mulut,” ungkap anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (3/7).
BHD layak panik. Sebab, meski data rekening mencurigakan yang dimiliki beberapa jenderal Polri sejatinya merupakan isu lawas, hal itu cukup mengganggu perjalanan kariernya di pengujung masa jabatannya sebagai Truno 1 (Kapolri) yang berakhir Oktober 2010.
Orang dalam Truno 1 mengungkapkan, munculnya data kekayaan enam perwira tinggi dan dua perwira menengah Polri yang dinilai mencurigakan itu merupakan data analisis akhir PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) 2005-2009. “Itu data lama,” cetus orang dekat BHD yang minta agar identitasnya disembunyikan itu kepada Indonesia Monitor, Kamis (1/7).
Makanya, menurut dia, BHD dan perwira-perwira loyalis di sekelilingnya bertanya-tanya. “Kenapa baru diledakkan sekarang? Pada kandidat siapakah Tempo berpihak? Karena nama-nama itu (enam jenderal yang di-blow up Tempo) kan inner circle-nya NS,” tuturnya sambil mengungkapkan jenderal berinisal NS itu.
Ya, mencuatnya data rekening mencurigakan dan daftar kekayaan yang diduga tidak dilaporkan oleh para jenderal itu, tak bisa dipisahkan dari agenda suksesi di institusi Korps Baju Coklat itu. Sesuai jadwal, per 1 Oktober 2010, masa jabatan BHD berakhir dan Presiden SBY harus mengajukan kandidat penggantinya ke DPR.
Apalagi, sejak Susno Duadji terpental dari bursa calon Tri Brata—sebutan Kapolri—beberapa nama yang berpotensi menggantikan BHD semakin menyembul ke permukaan. Dua nama yang sering disebut adalah Irwasum Polri Komjen Nanan Soekarna dan Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi.
Tak hanya dua jenderal itu. Beberapa perwira tinggi di level bawahnya juga mulai dielus-elus. Bahkan, menurut sumber di lingkungan Polri, ada lima nama perwira tinggi berpangkat bintang dua alias Inspektur Jenderal (Irjen) yang bakal jadi “kuda hitam”. Mereka adalah Kapolda Sumut Irjen Oegroseno, Kapolda Metro Jaya Irjen Timur Pradopo, Kapolda Kaltim Irjen Mathius Salempang, Kepala Korps Brimob Irjen Polisi Sylvanus Yulian Wenas, dan Irjen Pol Bambang Suparno (staf pengajar di Sekolah Staf Pati Polri).
Yang menarik, dari beberapa nama yang kabarnya sudah dielus-elus itu, tiga jenderal di antaranya termasuk yang sedang “diobok-obok” harta kekayaannya. Mereka adalah SY Wenas, Mathius Salempang, dan Bambang Suparno.
Padahal, salah satu dari tiga jenderal itu, yakni Bambang Suparno, kabarnya sudah digadang-gadang oleh BHD untuk menggantikan pos yang bakal ditinggalkannya itu. Sinyalemen ini dibenarkan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
“Ya, saya juga mendengar kabar itu. Dia adalah salah satu dari belasan nama perwira yang kabarnya sudah disampaikan BHD ke Presiden untuk dicalonkan sebagai kandidat Kapolri,” ungkap Neta kepada Indonesia Monitor, Kamis (1/7).
Menariknya, meski jarang disebut-sebut namanya, sosok Bambang Suparno merupakan perwira yang “istimewa”. “Dia dalam satu tahun, naik pangkat dua kali. Sama halnya ketika Sutanto mempersiapkan BHD untuk jadi Kapolri dulu. Dulu ketika Sutanto mempersiapkan BHD, dia (BHD) naik pangkat dua kali dalam setahun. Dalam tiga tahun, BHD naik pangkat empat kali. Sekarang BHD rupanya sedang mempersiapkan Bambang Suparno yang dalam setahun dua kali naik pangkat jenderal,” paparnya.
Makanya, Neta curiga, munculnya data kekayaan perwira Polri yang dilansir Tempo target utamanya sebenarnya Bambang. Sebab, selain Bambang, nama-nama yang diungkap Tempo merupakan data lama. “Hanya nama Bambang yang baru,” tuturnya.
Menurut Neta, sekarang Bambang sedang menjabat Widyaiswara Utama di Sespim Polri. “Sepertinya ada loyalis-loyalis yang kurang setuju dengan pencalonan Bambang Suparno. Apalagi dia angkatan yang masih muda, tahun 1980, sehingga dimunculkanlah kasus rekening dia. Yang lain itu sebenarnya hanya data ikutan, pelengkap penderita. Itu data rekening lama yang dimasukkan dengan nama baru,” paparnya.
Sumber Indonesia Monitor di lingkungan Polri membisikkan, munculnya data tersebut sebenarnya dari internal Polri sendiri. Targetnya, selain memuluskan langkah “jagoannya” untuk menduduki kursi Kapolri, tujuan utamanya sebenarnya soal pengamanan.
“Kalau ‘matahari’ mereka jadi Kapolri, mereka aman. Kepentingannya hanya penyelamatan diri saja dari sejumlah kasus, seperti kasus Gayus Tambunan,” ungkapnya kepada Indonesia Monitor, Kamis (1/7).

Terlepas apa motif di balik munculnya data tersebut, menurut aktivis Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu ada yang salah dalam tubuh Polri saat ini. Menurutnya, kebobrokan di Polri ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai perbuatan oknum segelintir saja, tapi sudah menyeluruh dan dilakukan berjamaah.
“Coba, buka saja semua rekening jenderal itu. Minta PPATK buka data transaksi jenderal perwira tinggi dan perwira menengah, baik di Mabes maupun di Polda sampai Polres. Semua rekeningnya pasti janggal dan nggak masuk akal jika dibandingkan dengan gaji yang sebenarnya,” ujar Masinton kepada Indonesia Monitor, Kamis (1/7).

Masinton yakin, sebagian besar jenderal Polri hidup dalam kemewahan. Padahal, kalau menilik gaji mereka, sebenarnya kekayaannya tak sepadan dengan “profilnya”. Hitung saja, dengan gaji kisaran Rp 3-9 juta per bulan, jika mereka pensiun di usia 58 tahun, kekayaan yang bisa dikumpulkan hanya sekitar Rp 4,1 miliar. Itu pun kalau gaji tersebut tidak pernah digunakan untuk biaya hidup keluarga.
Hitungannya, seorang perwira memulai kariernya setelah lulus dari Akademi Kepolisian pada usia minimal 20 tahun. Sejak dilantik sampai pensiun, perwira itu menjalani masa dinas selama 38 tahun atau 456 bulan. Bila gaji mereka dikenakan langsung sebagai perwira tinggi setara Rp 9 juta maka pendapatan yang diperoleh sampai pensiun hanya Rp 4,1 miliar. Bila uang ini ditabung di bank selama 38 tahun, pendapatannya tidak lebih dari Rp 12 miliar, itu pun jika bunga bank mencapai 10 persen setiap tahunnya.

Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Bambang Widodo Umar tak sependapat dengan dugaan Masinton. Menurutnya, lebih banyak perwira yang baik dibanding yang buruk. “Sebab, yang bias nyeleweng itu hanya polisi yang dalam posisiposisi tertentu saja. Hanya saja, mereka ini terus bergumul dengan praktik itu dan muncul ke permukaan. Ini yang merusak citra kepolisian,” tegas mantan perwira tinggi Polri itu kepada Indonesia Monitor, Jumat (2/7).
Meski begitu, dia mendukung upaya pengungkapan dugaan rekening bermasalah tersebut. Makanya, dia mendorong agar kasus ini ditangani KPK, sebab jika yang menangani Polri akan sangat subyektif.
“Nanti informasi rekening ini malah ditahan sehingga tidak bisa terbongkar secara terang-benderang. Malah ada kesan Polri melindungi. Kalau KPK bisalah diandalkan, karena ini ada dugaan tindak korupsi dan gratifikasi yang tidak benar,” paparnya.
DPR pun tengah bersiap-siap memanggil Kapolri dan PPATK untuk meminta penjelasan terkait isu tersebut. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Taslim Chaniago mengungkapkan, tak hanya terkait soal rekening mencurigakan yang dilaporkan Tempo, DPR juga akan mempertanyakan soal bisnis di kepolisian.
“Dulu juga sudah pernah dilaporkan ada rekening gendut para perwira Polri. Ketika itu ada 15 rekening gendut, pada zamannya Sutanto. Nah, sekarang muncul lagi. Supaya tidak ada kesalahpahaman, Komisi III DPR akan memanggil Kapolri tentang kebenaran berita itu. Kita juga akan memanggil PPATK, supaya semua terungkap dengan gamblang,” papar Taslim kepada Indonesia Monitor, Kamis (1/7).

Kolega Taslim di Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasril Jamil juga senada. Bahkan, dia menduga ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum perwira polisi sehingga bisa memiliki kekayaan berlimpah. Selain itu, juga terkait penegakan hukum, manajemen anggaran, dan manajemen personalia yang dijadikan bancakan untuk mencari keuntungan pribadi. “Ini semua harus dikembalikan ke kode etik kepolisian,” ujar Nasril kepada Indonesia Monitor, Jumat (2/7).
Penuturan Taslim dan Nasril diamini anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun. Menurutnya, untuk membuktikan kebenaran data tentang kekayaan perwira polisi tersebut, perlu pendapat dari semua pihak agar berimbang. “Ini tidak mudah untuk membuktikannya,” ujar Gayus kepada Indonesia Monitor, Kamis (1/7).
Namun, jika data tersebut benar, Gayus menyayangkan. Sebab, dari segi kesejahteraan, sebenarnya anggota Polri sudah jauh lebih sejahtera dibanding PNS lain, khususnya setelah terpisah dari ABRI sejak 1999. “Data tahun 1999-2010 anggaran polisi sudah naik menjadi 10 kali lipat,” tegasnya.
■ Moh Anshari, Sri Widodo
http://www.indonesia-monitor.com/main/index.php?option=com_content&task=view&id=5372&Itemid=33

SBY Dituding Tak Pro Rakyat




Sabtu, 19 Juni 2010 | 09:03 WIB
JAKARTA, TRIBUN - Rencana pemerintah yang akan mengumumkan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) kemudian akan menyusul kenaikan harga BBM pada bulan Juli nanti, membuktikan bahwa pemerintahan SBY-Boediono tidak pro rakyat.

Demikian diungkapkan Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), salah satu underbow PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, Sabtu (19/6/2010).

Presiden SBY dalam pernyataannya mengeluhkan subsidi untuk rakyat dan lebih mementingkan pembayaran utang luar negeri. Kebijakan politik anggaran SBY yang memprioritaskan pembayaran utang luar negeri ketimbang men-subsidi rakyat kecil jelas nyata, sejatinya pemerintahan SBY-Boediono adalah kepanjangan pemodal asing," kritik Masinton.

Kebijakan ini, ujarnya, makin mengukuhkan para pemodal asing sedang bergerak dan menguasai seluruh semberdaya ekonomi serta kekayaan alam Indonesia. Seharusnya, yang dilakukan pemerintahan SBY adalah bernegosiasi, menjadwalkan pembayaran hutan luar negeri, bukan dengan cara mengurangi subsidi untuk rakyat.

"Sangat tidak masuk akal apabila APBN yang bersumber dari rakyat digunakan pemerintah untuk membayar utang luar negeri. Rakyat, sebenarnya tidak merasakan manfaat dari utang itu karena lebih banyak dikorupsi oleh pejabat negara," tandasnya.

Dikatakan, dari data yang didapat, pemerintahan SBY-Boediono membayarkan utang luar negeri sebesar Rp 115 triliun. Sementara subsidi BBM untuk rakyat hanya Rp 90 triliun.

"Jadi, tidak salah bila ada argumentasi yang menyatakan, kian hari rakyat tidak merasakan adanya fungsi negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dan DPR gagal mengawasi jalannya pemerintahan SBY-Boediono yang bergerak sesuai kehendak pemodal asing," kata Masinton dengan nada meninggi.

Negara, seakan makin dikuasai oleh para pecundang yang melakukan persekongkolan dengan para krimial untuk memperbesar kekuasaan dan politik mereka. Sekaligus, mengamankan diri dan kelompoknya dari jeratan hukum," tegas Masinton. (tribunnews/rahmat hidayat)

http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/24006/sby-dituding-tak-prorakyat

SBY Prioritaskan Bayar Utang Dibanding Subsidi Rakyat



18 Juni 2010 | 09:24 | Politik
Jakarta - Rencana pemerintah untuk mengumumkan kenaikan tarif dasar listrik (Juli 2010), kemudian akan disusul dengan kenaikan harga BBM membuktikan bahwa pemerintahan SBY-Boediono tidak pro rakyat.

SBY dalam pernyataannya mengeluhkan subsidi untuk rakyat dan lebih mementingkan pembayaran utang luar negeri.

"Kebijakan politik anggaran SBY yang memprioritaskan pembayaran hutang luar negeri ketimbang mensubsidi rakyat kecil jelas nyata bahwa sejatinya pemerintahan SBY-Boediono adalah kepanjangan tangan pemodal internasional yang sedang bergerak menjajah dan menguasai seluruh sumber daya ekonomi serta kekayaan alam Indonesia," kata ketua Repdem, Masinton Pasaribu, Jakarta, Jumat (18/6).

Seharusnya yang dilakukan SBY adalah menegosiasikan penjadwalan pembayaran utang luar negeri, bukan dengan cara mengurangi subsidi untuk rakyat.

"Sangat tidak masuk akal bila APBN yang bersumber dari rakyat digunakan oleh pemerintah untuk membayar hutang luar negeri yang mana rakyat sendiri tidak merasakan manfaat utang luar negeri tersebut karena lebih banyak dikorupsi para pejabat negara," katanya.

Pemerintahan SBY, tahun ini membayarkan bunga hutang luar negeri sebesar Rp115 triliun. Sedangkan subsidi BBM untuk rakyat hanya Rp90 triliun.

"Kian hari rakyat tidak merasakan adanya fungsi negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. DPR gagal mengawasi jalannya pemerintahan SBY-Boediono yang bergerak sesuai kehendak para pemodal internasional," kata anggota Petisi 28 ini.

Menurutnya, negara dikuasai oleh para pecundang yang melakukan persekongkolan dengan para kriminal untuk memperbesar kekuasaan politik dan ekonomi mereka.

"Sekaligus mengamankan diri dan kelompoknya dari jeratan hukum," ujar Masinton.

(feb)

http://www.primaironline.com/berita/politik/sby-prioritaskan-bayar-utang-dibanding-subsidi-rakyat

Anas Bukan "Pajangan" SBY ?



Jumat, 28 Mei 2010 | 17:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan tim sukses pemenangan Anas Urbaningrum, Saan Mustofa, membantah argumentasi yang menyatakan bahwa terpilihnya Anas sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (PD) hanya akan menjadi "pajangan". Pendapat itu menilai, segala keputusan apa pun menyangkut kebijakan PD tetap ditentukan oleh Presiden SBY dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina PD.

Saan menegaskan, terpilihnya Anas membuktikan Demokrat mengedepankan demokrasi saat Kongres di Hotel Maison Pine, Padalarang, Bandung, Jawa Barat, Minggu (23/5/2010) lalu.

"Semuanya punya fingsi. Dewan pembina maupun ketua umum memiliki kewenangannya yang tercantum dalam AD/ART Partai Demokrat (PD). Dewan pembina maupun ketua umum, tentunya saling melengkapi menjalankan kebijakan partai bersama-sama," kata Saan Mustofa dalam perbincangan dengan Tribunnews, Kamis (27/5/2010).

Ia juga membantah, bila dikatakan susunan kepengurusan DPP PD yang belum juga diumumkan kepada publik karena masih menunggu kepulangan Presiden SBY dari luar negeri.

Saan menegaskan, Anas sebagai ketum terpilih, hingga kini masih memiliki waktu untuk menyusun kepengurusan DPP PD periode 2010-2015 secara cermat. "Tentunya, kami ingin menjadikan Demokrat menjadi lebih baik lagi ke depannya. Insya Allah kembali tampil sebagai pemenang pemilu. Dan, terlalu dini kalau Mas Anas kemudian dikatakan dipersiapkan sebagai capres. Kita ingin menata partai ini menjadi lebih baik lagi," katanya.

Saan kemudian menjawab diplomatis ketika ditanya kepastian putra Presiden SBY, Edi Baskoro Yudhoyono (EBY), yang akan ditempatkan sebagai Sekjen Demokrat. Saan hanya menjawab singkat terkait pertanyaan ini, "Belum. Pada saatnya akan diumumkan, termasuk kepastian Mas Anas mundur di DPR untuk berkonsentrasi mengurus partai," tegasnya.

Sementara itu, salah seorang aktivis yang tergabung dalam Repdem—underbow PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menyambut baik terpilihnya Anas Urbaningrum memimpin Partai Demokrat untuk lima tahun ke depan (2010-2015).

Naiknya Anas dengan usia 41 tahun, puji Masinton, menandai era baru kepemimpinan nasional. "Kini, kepemimpinan telah beralih dari kaum tua bangka yang tidak tahu diri dan tukang buat masalah kepada generasi muda harapan masa depan bangsa. Kehadiran Anas mengikuti jejak para pemimpin dunia," kata Masinton.

Ia kemudian mencontohkan beberapa pemimpin dunia yang cemerlang di dunia politik saat usianya masih di bawah 50 tahun, di antaranya, perdana menteri Inggris yang baru berusia 41 tahun; Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, 50 tahun; Presiden Amerika Serikat Barack Obama, 47 tahun; PM Singapura Bee Gie Lie, 46 tahun; Goh Tjok Tong (48); Tony Blair (41); Bill Clinton (46); Presiden Rusia Dmitry Medvedev (41); dan mantan Presiden Bung Karno yang berusia 44 saat menjadi Presiden Indonesia pertama. "Mohon maaf dan selamat tinggal generasi tua tukang bikin masalah," sindir Masinton.

Laporan wartawan Persda Network Rachmat Hidayat

Editor: Edj
http://www1.kompas.com/read/xml/2010/05/28/17123339/tim.sukses.anas.bukan.pajangan.sby

Petisi 28 Desak KPK Cekal Sri Mulyani


Tribunnews.com - Kamis, 6 Mei 2010 12:29 WIB
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Jaringan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Petisi 28, yang eksis mengawal penuntasan kasus skandal bailout Bank Century, meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan surat cekal kepada Menkeu Sri Mulyani yang akan melepas jabatannya, menjadi Managing Director World Bank, per 1 Juni nanti.

"Kami akan mendesak KPK untuk secepatnya mengeluarkan surat cekal kepada Sri Mulyani. Jangan sampai, kasus skandal Bank Century ini berhenti hanya karena Sri Mulyani menjadi Managing Director World Bank," tandas salah satu juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu, kepada tribunnews.com, Kamis (6/5/2010).

Masinton menegaskan, pencekalan terhadap Sri Mulyani mutlak dilakukan untuk memudahkan proses pemeriksaan oleh KPK terhadap para pihak yang bertanggung jawab atas skandal korupsi bailout Bank Century yang merugikan keuangan negara 6,7 triliun rupiah.

"Kami mendesak KPK untuk menggunakan kewenangannya melakukan cekal terhadap Sri Mulyani agar tidak pergi ke luar negeri.
KPK harus bertindak cepat, seperti saat KPK menangani kasus korupsi lainnya," Masinton menegaskan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menyindir jabatan baru yang akan diemban Sri Mulyani di Bank Dunia per 1 Juni nanti.

"Jabatan baru SMI di World Bank serasa jauh lebih penting dan bergengsi bagi bangsa ini sehingga tak ada jeda untuk mempertimbangkan pendapat masyarakat soal apakah Sri Mulyani layak mundur dari kabinet karena tawaran jabatan baru itu atau tidak. Presiden seolah bahkan tak perlu berpikir panjang untuk menyetujui permintaan tersebut," tuturnya.

Penulis : rachmat_hidayat
Editor : johnson_simanjuntak
http://www.tribunnews.com/2010/05/06/petisi-28-desak-kpk-cekal-sri-mulyani

Kamis, 20 Mei 2010

Masinton Cs Nekat Datangi Kantor Baru Sri Mulyani (World Bank)



Rakyat Merdeka

KEBANGKITAN NASIONAL

Kamis, 20 Mei 2010
10:06:08 WIB
Laporan: Teguh Santosa

Jakarta, RMOL. Dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional Masinton Cs nekat mendatangi kantor World Bank Group di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di bilangan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Pusat (Kamis siang, 20/5).

Masinton Pasaribu yang aktivis Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) ini mengatakan, selain memperingati 102 tahun Hari Kebangkitan Nasional, aksi hari ini juga digelar untuk menyambut 65 tahun Kemerdekaan RI dan 12 tahun Reformasi. Massa yang berasal dari sejumlah organisasi diharapkan mulai berkumpul di depan Gedung BEI sekitar pukul 11.00 WIB.

Masinton membandingkan pemerintahan Presiden SBY dengan pemerintahan kolonial di masa lalu, baik di era Inggris maupun Belanda. Di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Bingley Raffles (1811) pemodal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 45 tahun. Sementara di era pemerintahan Belanda pada 1870 pemilik modal hanya menguasai lahan maksimal selama 75 tahun.

"Ironis, karena di era Reformasi ini, melalui UU Penanaman Modal Asing, pemilik modal asing boleh menguasai lahan maksimal hingga 95 tahun. Ini artinya, pemerintah mengundang masuk penjajah," ujar Masinton kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu sambil menambahkan bahwa kini sekitar 175 juta hektar, atau sekitar 93 persen, daratan Indonesia dikuasai pemilik modal swasta dan asing. [guh]

http://m.orangmerdeka.com/?pilih=news&id=93926

Kamis, 13 Mei 2010

Pernyataan Presiden soal Bank Century Jauh Panggang dari Api


Kamis, 13 Mei 2010 09:25 WIB
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan, imbauan dan harapan Presiden SBY tentang pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi di hadapan para menteri saat membuka rapat kabinet, Rabu (12/5) kemarin sesungguhnya jauh panggang dari api. Terkesan, dalam kasus skandal bailout Bank Century, hanya ditujukan kepada Robert Tantular yang layak dipersalahkan.

"Kasus skandal Bank Century yang dibahas oleh Presiden hanya sebatas kasus Robert Tantular dan kasus LC bermasalah. Presiden tidak menyinggung sama sekali tentang tindak lanjut pemeriksaan terhadap Sri Mulyani yang akan berangkat ke Washington, Sri Mulyani adalah pejabat bermasalah dalam dua kasus besar yang merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Kasus skandal korupsi dana talangan bank century 6,7 triliun dan skandal pajak Paulus Tumewu 1,3 triliun," ujar Masinton Pasaribu, juru bicara LSM Petisi 28 kepada Tribunnews.com, Kamis (13/5/2010).

Presiden, tegasnya, tidak menyinggung perlakuan istimewa saat pemeriksaan KPK terhadap Boediono dan Sri Mulyani yang diperiksa di Wisma Negara dan kantor kemenkeu.

"Kami melihat pernyataan presiden SBY sebagai pesan kepada aparat hukum yang menangani kasus skandal korupsi bailout bank century 6,7 T untuk tidak menyentuh Boediono dan Sri Mulyani. Kami melihatnya, ada intervensi yang dilakukan oleh Presiden atas penyelidikan yang dilakukan oleh KPK," tandasnya.

Melalui rapat kabinet kemarin seharusnya presiden memerintahkan para bawahannya memberikan contoh penegakan hukum dan menggunakan asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law.

"Pernyataan SBY menjelaskan fakta kegagalannya melakukan pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan reformasi birokrasi sejak 2004 awal Presiden SBY berkuasa hingga sekarang," ujar Masinton menegaskan.

Saat rapat kabinet kemarin, Presiden SBY  berharap kepada institusi independen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak terintervensi secara politik dalam menangani kasus dugaan pelanggaran hukum atas bailout Bank Century sebesar Rp 6.7 trilyun.

"Kita harus respon surat DPR RI terkait kasus Bank Century sambil kita menunggu hasil penyelidikan KPK. KPK kita kenal sebagai organisasi yang independen, obyektif.  Tentu menjadi harapan kita tetap steril dan bebas dari tekanan politik," kata Presiden.

Dikatakan,  sambil menunggu tuntasnya penyelidikan yang dilakukan KPK, Presiden SBY berharap kepada dua institusi hukum, Kejaksaan Agung dan Polri untuk juga memproses kasus Bank Century ini seraya meminta tuntaskan proses hukum terhadap mantan pemilik Bank Century, Robert Tantular.

"Saya harap, kejahatan-kejahatan lain yang berkaitan dengan Bank Century seperti LC bermasalah dan kejahatan-kejahatan seperti itu harus juga dituntaskan. Karena justru, itulah yang terbukti sangat merugikan Bank Century, merusak rasa keadilan dan menyebabkan keonaran di negeri ini. Tuntaskan, kembalikan aset dan uang yang hilang dan sampaikan kepada rakyat segamblang-gamblangnya," tegas Presiden.
Editor : widyabuana

http://m.tribunnews.com/index.php/2010/05/13/pernyataan-presiden-soal-bank-century-jauh-panggang-dari-api

Selasa, 11 Mei 2010

SKANDAL BANK CENTURY Aburizal: Proses Hukum Terus Berjalan



Senin, 10 Mei 2010

JAKARTA (Suara Karya): Meski ditunjuk sebagai Ketua Harian Koalisi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan, kasus hukum Bank Century tidak boleh berhenti apalagi diberhentikan.

"Saya tegaskan lagi bahwa proses hukum terus berjalan. Posisi seseorang tidak menyebabkan proses hukum berhenti," kata Aburizal Bakrie dalam pidatonya pada acara seminar Partai Golkar bertajuk "Peran Pemuda dalam Pemenangan Pilkada Partai Golkar", yang diselenggarakan DPP Partai Golkar Bidang Pemuda dan Olahraga, di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, akhir pekan lalu.

Soal kabar yang beredar bahwa ada deal politik antara Presiden SBY dan Golkar terkait kepindahan Sri Mulyani Indrawati ke Bank Dunia, Aburizal menegaskan, tidak ada kesepakatan apa pun.

"Beredar kabar ada deal politik. Saya tegaskan itu tidak ada. Itu pilihan pribadi Ibu Sri Mulyani untuk menjabat posisi yang bagus," ujar Aburizal.

Aburizal mengaku sempat membicarakan soal kasus hukum Bank Century dengan Presiden SBY. Dalam perbincangan itu, "Rekomendasi Century termasuk proses hukum terus berjalan. Sebab, siapa pun tidak bisa menghentikan proses hukum," katanya menegaskan.

Aburizal menyebutkan, kasus Bank Century memberi banyak pelajaran bagi koalisi ini. Bahwa koalisi sulit berjalan apabila hanya membela kelompok pemerintah.

"Itu sebabnya, Presiden SBY sebagai ketua koalisi menetapkan kebijakan baru soal format koalisi. Format baru itu didiskusikan bersama dengan kita semua," ujarnya.

Dalam format baru itu, menurut Aburizal, koalisi diberi tahu dan diajak berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan yang akan diambil pemerintah. Setelah itu, lanjutnya, barulah dilaksanakan. Jadi koalisi diikutsertakan dari awal perencanaan.

Dengan model seperti ini, menurut dia, anggota koalisi mengetahui apa alasannya membela sebuah kebijakan, mengapa harus membela, apa tujuannya untuk rakyat. "Sehingga kalau membela, akan dengan senang hati," ucapnya.

Sementara itu, sejumlah kalangan meyakini bahwa Sri Mulyani tidak akan bisa lari dari tanggung jawabnya atas skandal Bank Century.

Sebab, meski akan memiliki hak imunitas atau kekebalan diplomatik saat menjabat Direktur Pelaksana (Managing Director) Bank Dunia pada 1 Juni mendatang tetap bisa diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Demikian rangkuman pendapat pengamat politik Charta Politica Yunarto Wijaya, pengamat politik Universitas Indonesia Boni Hargens, anggota Petisi 28 Masinton Pasaribu, Wakil Ketua Fraksi P.Gerindra Ahmad Muzani, yang disampaikan secara terpisah, di Jakarta, Minggu (9/5).

Yunarto mengatakan, Sri Mulyani tak memiliki hak imunitas setelah bergabung di Bank Dunia. "Hak imunitas itu kan berlaku di mana dia berkantor, yakni di Amerika Serikat saja. Untuk negara Mulyani berasal, yakni Indonesia, hak itu tidak berlaku," ujarnya.

Yunarto menyebutkan, Sri Mulyani hingga saat ini masih dalam penyelidikan KPK, terkait kasus Century, sehingga KPK tetap berhak untuk memeriksa Sri Mulyani, meski di Amerika Serikat sekalipun. "Dia bisa didatangkan ke Indonesia untuk diperiksa," katanya.

Lantaran itu, menurut Yunarto, KPK tidak perlu mencekal Sri Mulyani, karena hal itu memang tidak bisa dilakukan.

"Biarkan saja Mulyani ke World Bank, tidak perlu KPK mencekalnya. Kan KPK masih bisa memeriksa dia kapan pun baik di Indonesia maupun di Amerika," ucap Yunarto.

Di lain pihak, Boni Hargens menilai, pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati dari posisi Menteri Keuangan akibat adanya konspirasi politik yang telah dilakukan oleh kawan-kawan asing di IMF dan Bank Dunia.

"Sri Mulyani diberi posisi yang besar, supaya reputasinya tidak turun dan dia bisa menenangkan situasi politik di Tanah Air," katanya.

Menurut Boni, disetujuinya pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati oleh Presiden ini sebelumnya sudah dirancang secara bersama. Hal itu terungkap ketika pidato Presiden SBY yang menyatakan, "Kami bangga dengan Sri Mulyani meskipun merasa kehilangan."

Selain itu, kata Boni, keputusan Sri Mulyani ini karena tidak punya pilihan lain karena terjebak di lorong buntu.

"Bukan karena gaji Rp 4 miliar sebulan, tapi cara paling elegan untuk menghindari gempa politik. Yang pasti pengunduran Sri Mulyani mengubah konstelasi politik," ujarnya.

Masinton Pasaribu justru menangkap, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa ke depan tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya, jelas-jelas ditujukan kepada SBY.

"Secara tersirat Sri Mulyani menyebutkan bahwa dirinya dikorbankan oleh SBY dalam kasus bailout Bank Century. Sebab, yang menjadi pemimpin dan sekaligus atasan langsung menteri adalah presiden," katanya.

Oleh karena itu, KPK harus bergerak cepat mendalami pengakuan Sri Mulyani yang mengeluh dikorbankan pemimpinnya.

Menurutnya, pemberian dana talangan Bank Century yang mengakibatkan kerugian negara Rp 6,7 triliun adalah konspirasi kejahatan tingkat tinggi yang melibatkan Presiden SBY, Menkeu Sri Mulyani, Boediono yang saat itu sebagai Gubernur BI. Dan inilah kejahatan korupsi terbesar di era reformasi.

"Pengakuan Sri Mulyani yang merasa dikorbankan pemimpinnya makin membuka kotak pandora atau misteri di balik bailout Bank Century. Semakin terang benderang bahwa bailout dilakukan untuk merampok uang negara yang sebagian dana hasil dialirkan untuk kepentingan biaya kampanye politik Partai Demokrat dan biaya kampanye pasangan capres SBY-Boediono pada Pilpres 2009," kata Masinton.

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252757

Sabtu, 08 Mei 2010

Sri Mulyani Mengeluh Dikorbankan, SBY Terlibat Century


08 Mei 2010 | 13:51 | Politik
Zul Sikumbang
Jakarta - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa ke depan, tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya, jelas-jelas ditujukan kepada SBY.

"Secara tersirat Sri Mulyani menyebutkan bahwa dirinya dikorbankan oleh SBY dalam kasus bail out Bank Century. Karena yang menjadi pemimpin dan sekaligus atasan langsung menteri adalah presiden," kata anggota Petisi 28 Masinton Pasaribu, Jakarta, Sabtu (8/5).

Oleh karena itu, KPK harus bergerak cepat mendalami pengakuan Sri Mulyani yang mengeluh dikorbankan pemimpinnya.

Dalam notulensi rapat KSSK pada 21 November 2008 bahwa presiden SBY sedang berada di luar negeri, dilapori oleh Sri Mulyani sebagai Menkeu/Ketua KSSK saat proses bail out dilakukan.

Pada saat diperiksa pansus DPR, Sri Mulyani pernah menyatakan hanya bertanggung jawab sebesar Rp600 miliar dari Rp6,7 triliun yang digelontorkan BI saat mem-bail out Bank Century.

Menurutnya, pemberian dana talangan Bank Century yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp6,7 triliun adalah konspirasi kejahatan tingkat tinggi yang melibatkan presiden SBY, Menkeu Sri Mulyani, Boediono yang saat itu  sebagai Gubernur BI. Dan inilah kejahatan korupsi terbesar di era reformasi.

"Pengakuan Sri Mulyani yang merasa dikorbankan pemimpinnya, semakin membuka kotak pandora atau misteri di balik bail out Bank Century. Semakin terang benderang bahwa bail out dilakukan untuk merampok uang negara yang sebagian dana hasil bail out dialirkan untuk kepentingan biaya kampanye politik Partai Demokrat dan biaya kampanye pasangan capres SBY-Boediono pada pilpres 2009," kata Masinton. (aka)

http://www.primaironline.com/berita/politik/sri-mengeluh-dikorbankan-sby-terlibat-century