Senin, 26 April 2010

Aneh bila Boediono Diperiksa di Istana


Sabtu, 24 April 2010 | 22:13 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Petisi 28, gabungan organisasi massa di Jakarta, mencurigai sikap KPK yang menunjukkan gejala takut untuk memeriksa Wakil Presiden Boediono terkait skandal Bank Century.

Menurut salah seorang juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu, Sabtu (24/4/2010), gejala takut itu terlihat dari pernyataan juru bicara KPK, Johan Budi, yang menyebut KPK tidak akan memeriksa Boediono, tetapi meminta keterangan.

"Apalagi, ini rencananya KPK akan menyambangi kantor Wapres. Ada apa ini? Kami mulai pesimistis dengan cara-cara KPK dalam menuntaskan skandal Bank Century ini," kata Masinton.

Ia menganggap, KPK seakan makin kehilangan independensinya. Indikasinya, cara mereka mengungkap skandal Bank Century berbeda dengan kasus korupsi lain. "Kalau kasus korupsi lain, KPK sangat bergerak dengan cepat, seakan menjadi superbodi," ungkap Masinton.

Sebelumnya, Johan Budi menyatakan bahwa KPK akan segera meminta keterangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono terkait kebijakannya menyelamatkan Bank Century. Namun, waktu dan lokasi belum ditentukan. "Kalau dipanggil, berarti harus datang ke KPK. Tapi, kalau diminta keterangan, bisa di mana saja," kata Johan.

Seharusnya, kata Masinton, KPK langsung memanggil Boediono dan Sri Mulyani untuk dimintai keterangan di kantor KPK, bukan di Istana Wapres. Alasannya, Boediono tidak sedang sakit atau menjalani perawatan di rumah sakit.

"Sikap KPK ini, kalau jadi dilakukan, mirip dengan cara Kejaksaan Agung tahun 1999 saat memeriksa bekas penguasa Orde Baru, Soeharto, di Cendana," tandas Masinton.

http://nasional.kompas.com/read/2010/04/24/22135339/Aneh.bila.Boediono.Diperiksa.di.Istana

Sabtu, 24 April 2010

Rencana KPK Periksa Boediono di Istana Mencurigakan


Sabtu, 24 April 2010 20:02 WIB
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi masyarakat Petisi 28 yang terdiri dari puluhan organisasi kemasyarakatan lainnya, menuding sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mulai 'ketakutan' untuk berani melakukan pemeriksaan terhadap orang nomor dua di negeri ini, Wakil Presiden Boediono.

Ketidak beranian ini, menurut salah seorang juru bicara  Petisi 28, Masinton Pasaribu, Sabtu (24/4/2010)  terungkap secara tidak langsung saat juru bicara KPK, Johan Budi yang meralat pernyataanya, KPK tidak memeriksa  Wakil Presisden Boediono, akan tetapi meminta keterangan.

"Dari pernyataan ini jelas, KPK  banci karena semula akan memanggil, kemudian berubah meminta keterangan Wapres Boediono. Apalagi, ini rencananya KPK akan menyambangi kantor Wapres. Ada apa ini? Kami mulai pesimis dengan cara-cara KPK dalam menuntaskan kasus hukum skandal Bank Century ini," kata Masinton.

KPK, seakan makin kehilangan independensinya. Lihat saja,  dalam mengungkap skandal kasus Bank Century,  berbeda dengan pengungkapan kasus korupsi lain. Kalau kasus korupsi lain, KPK sangat bergerak dengan cepat, seakan menjadi super bodi," tandas Masinton.

Sebelumnya, juru bicara KPK Johan Budi menyatakan segera meminta keterangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono terkait kebijakannya menyelamatkan Bank Century. Namun, soal waktu dan dimana keterangan itu akan diambil masih dibicarakan.

Johan kemudian menekankan bahwa Menteri Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono bukan dipanggil, tapi dimintai keterangan. Menrut dia, keduanya istilah itu berbeda. "Kalau dipanggil, berarti harus datang ke KPK, tapi kalau diminta keterangan, maka bisa dimana saja," kata Johan.

Masinton kemudian mengingatkan lagi kepada institusi KPK bahwa legislatif (DPR)  sudah menyatakan  Wakil Presiden Boediono, dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah pihak yang paling bertanggung jawan dalam skandal Bank Century sebesar Rp 6.7 tirliun.

"Seharusnya, KPK langsung melakukan pemanggilan  terhadap Boediono dan Sri Mulyani. Dimintai keterangannya di kantor KPK, bukan di Istana Wapres. Wapres Boediono tidak dalam keadaan sakit atau sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Sikap KPK ini, kalau dilakukan, mirip dengan kondisi Kejaksaan Agung tahun 1999 saat memeriksa mantan penguasa Orde Baru, Soeharto di Cendana," tandas Masinton.

Anggota  Komisi III DPR, Bambang Soesatyo (Golkar) memastikan pemanggilan KPK pada Rabu (28/4) nanti, untuk mempertanyakan sejauh mana institusi penegak hukum independen ini dalam menangani kasus skandal Bank Century.

"Termasuk, rencana KPK yang akan memanggil Sri Mulyani dan Boediono. Kami menagih janji KPK yang sebelumnya akan memanggil keduanya dalam kasus Centuruy ini," tegas  Bambang.

Akbar Faisal (Hanura) kemudian menyindir institusi KPK yang hanya berani melakukan penindakan terhadap  penyelenggara negara hanya di level menengah dan daerah.

"Dulu KPK  pernah menyatakan hanya  bisa sentuh level penyelenggaraan negara saja. Sementara di bawah itu, katanya, sudah ranah polisi dan jaksa. Nah sekarang mana buktinya? Kita tunggu janji KPK  dan melihat keberanian KPK memanggil Boediono dan Sri Mulyani. Apakah memang sesuai janji atau ada rencana lain," tandas Akbar Faisal•

Editor : anita_k_wardhani

http://m.tribunnews.com/index.php/2010/04/24/rencana-kpk-periksa-boediono-di-istana-mencurigakan

Boediono diperiksa di Kantor Wapres? KPK dinilai banci


23 April 2010 | 20:20 | Hukum
Zul Sikumbang

Jakarta – Anggota Petisi 28 Masinton menyesalkan pernyataan Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi yang mengatakan, KPK hanya meminta keterangan kepada Wakil Presiden Boediono, bukan pemanggilan dan itupun rencananya akan dilakukan di Kantor Wakil Presiden.

”KPK semakin banci. Cara-cara penanganan KPK dalam pengusutan dan penuntasan kasus skandal korupsi Bank Century menunjukkan bahwa KPK semakin kehilangan fungsi independensinya, sedangkan terhadap kasus korupsi selain skandal korupsi Century, KPK bisa bergerak sangat cepat dan menjadi super body,” kata Masinton, Jakarta, Jumat (23/4).

Menurutnya, Boediono dan Sri Mulyani sangat jelas disebut dalam paripurna DPR sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam skandal bail out Bank Century yang merugikan keuangan negara 6,7 triliun rupiah.

“Seharusnya KPK langsung melakukan pemanggilan terhadap Boediono dan Sri Mulyani serta dimintai keterangannya di gedung KPK, bukan di kantor Wapres, karena Boediono tidak dalam keadaan sakit atau sedang menjalani perawatan di rumah sakit,” ujarnya.

Sebelumnnya, KPK membuka peluang akan mendatangi kantor Wapres Boediono untuk melaksanakan pemeriksaan. Langkah itu, kata Masinton, sama saja dengan cara yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung sewaktu memeriksa Suharto. “Kalau KPK mendatangi Boediono berarti KPK mirip Kejaksaan Agung tahun 1999 memeriksa Soeharto di Cendana,” tandasnya. (new)

http://www.primaironline.com/berita/hukum/boediono-diperiksa-di-kantor-wapres-kpk-dinilai-banci

Kamis, 15 April 2010

Tanjung Priok Berdarah, Bukti SBY Gagal Lindungi Warga Negara


Kamis, 15 April 2010, 14:44:19 WIB
Laporan: M Hendry Ginting

Jakarta, RMOL. Peristiwa Tanjung Priok disikapi serius oleh aktivis mahasiswa.

Peristiwa berdarah itu sebagai bukti Presiden SBY tidak mampu melindungi hak-hak warga negara. Demikian dikatyakan aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis (15/4).

Menurut dia, peristiwa itu tidak ubahnya dengan ladang pembantaian yang dilakukan negara terhadap rakyat kecil.

"Bukti SBY gagal melindungi hak-hak warga negara," tegasnya.

Masinton menambahkan, selain sebagai tindakan keji, peristiwa itu sebagai wujud kekuasaan yang dijalankan semena-mena dengan mengangkangi nilai-nilai Pancasila dan Kemanusiaan.

"Seluruh aparatur negara mulai dari presiden SBY, Kapolri, Gubernur DKI telah mendiamkan tindakan brutal satpol PP yang bertindak diluar batas prikemanusiaan," tegasnya.
[dry]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/04/15/91488/Tanjung-Priok-Berdarah,-Bukti-SBY-Gagal-Lindungi-Warga-Negara

Komnas HAM diminta usut siapa pelindung Satpol PP


15 April 2010 | 14:33 | Sosial

Jakarta - Petisi 28 melaporkan dugaan kekerasan yang dilakukan aparat Satpol PP ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Pengaduan dan pelaporan kami sebagai elemen masyarakat, karena adanya tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara negara," ujar Sekjen Petisi 28, Masinton Pasaribu, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (15/4).

Menurut dia, tragedi Tanjung Priok II terjadi lantaran adanya sebuah kelalaian yang dibuat pemerintah. "Ada upaya pembiaran yang dilakukan negara, kami melihat kejadian kemarin itu sebagai bentuk penindasan kepada rakyat sipil," kata dia.

Kelalaian yang dimaksud, sambung dia, merupakan mutlak tanggung jawab dari Pemprov DKI dalam hal ini kepala Satpol PP DKI. "Kami minta agar Komnas HAM menyelidiki kasus ini, dan keterlibatan Kepala Satpol PP Hariyanto Badjuri. ," kata dia.

"Fauzi Wibowo dan Prijanto segera mengundurkan diri, karena sebagai pihak yang bertanggung jawab dan memerintahkan terjadinya ini," ujar Masinton lagi.

Selain itu, Petisi 28 juga menuding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pembiaran dan tidak bergerak cepat hingga akhirnya menelan korban. "Presiden SBY harus ikut bertanggung jawab, karena dia tidak bisa melakukan proses pencegahan," imbuh dia.

Senada dengan itu, anggota petisi 28 Adhie Massardi meminta agar Komnas HAM mampu mengungkap siapa pihak di belakang kekerasan yang dilakukan Satpol PP dan kekuatan apa yang melindungi Satpol PP. "Ini tidak mutlak hanya di Satpol PP, kami yakin ada pihak di belakang mereka," kata dia.

(new)
http://www.primaironline.com/berita/detail.php?catid=Sosial&artid=komnas-ham-diminta-usut-siapa-pelindung-satpol-pp

Komnas HAM Diminta Selidiki Insiden Koja


Kamis, 15 April 2010 - 14:13 wib

JAKARTA - Petisi 28 meminta Komnas HAM untuk menyelediki insiden berdarah dalam penggusuran makam Mbak Priok, kemarin. Mereka juga meminta Gubernur DKI Jakarta, dan Walikota Jakarta Utara bertanggung jawab.

Hal itu disampaikan perwakilan Petisi 28 Masinton Pasaribu, saat menyampaikan pengaduan sekaligus pelaporan atas insiden tersebut.

“Kami minta Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait penyebab bentrok kemarin,” ujarnya di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta, Kamis (15/4/2010).

Petisi 28 menyebut insiden kemarin sebagai bentuk akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap keberadaan satpol PP. Karena itu, Masinton meminta agar Satpol PP dibubarkan.

Mereka juga menuntut Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono ikut bertanggung jawab atas insiden ini. Gubernur, Wakil Gubernur, Kepala Satpol PP, dan Walikota Jakarta Utara juga diminta segera mundur dari jabatannya karena dinilai gagal memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap rakyat.

Komnas HAM, juga diminta untuk memanggil pihak Pelindo, untuk mengetahui penyebab terjadinya insiden berdarah itu.(ded)(Doly Ramadhon/Trijaya/mbs)
http://news.okezone.com/read/2010/04/15/338/323021/komnas-ham-diminta-selidiki-insiden-koja

Petisi 28: Harianto Badjoeri Harus Ditangkap


Kamis, 15 April 2010 18:10 WIB | Peristiwa |
Jakarta (ANTARA News) - Petisi 28 meminta polisi menangkap Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Harianto Badjoeri, sebagai yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa bentrokan antara warga dengan Satpol PP di kompleks pemakaman Mbah Priok di Jakarta Utara, Rabu (14/4) kemarin.

"Harianto Badjoeri harus ditangkap segera dan diajukan ke pengadilan," kata perwakilan Petisi 28, Masinton Pasaribu, saat menyambangi Komnas HAM di Jakarta Kamis untuk mengadukan tindakan Satpol PP yang memulai terjadinya aksi kerusuhan tersebut.

Petisi 28 juga meminta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk mundur dari jabatannya karena telah gagal memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap rakyat dengan membiarkan kekerasan terhadap rakyat.

Selain itu, Walikota Jakut juga harus mundur karena telah bersekutu dengan kekuatan modal untuk melakukan penggusuran terhadap makam Mbak Priok dan kekerasan terhadap rakyat.

"Periksa, adili dan tangkap Dirut Pelindo beserta jajarannya karena telah melakukan dugaan skenario penggusuran disertai dengan kekerasan terhadap rakyat," katanya.

Ia menyebutkan Satpol PP yang baru saja berulang tahun ke-60 justru tidak menunjukkan perubahan orientasi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai alat penegak hukum.

Satpol PP menjadi aktor utama dalam menghadirkan praktik kekerasan terhadap warga yang mempertahankan hak-haknya.

"Penggusuran secara paksa terhadap makam Mbak Priok adalah bentuk arogansi kekuasaan dan modal dalam merusak budaya Islam yang seharusnya dipelihara oleh negara.

"Arogansi kekuasaan dengan kekerasan justru telah menjadikan budaya yang merusak kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.

Sebelumnya, Komnas HAM berjanji dalam dua pekan melakukan penyelidikan terhadap peristiwa kerusuhan di Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Rabu (14/4).

"Kita menargetkan penyelidikan peristiwa di Koja berlangsung selama dua pekan," kata komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, ketika menerima pengaduan dari Petisi 28 terkait peristiwa Koja.

Ia mengatakan, sebenarnya pihaknya sejak jauh-jauh hari meminta pihak Pemprov untuk tidak melakukan penertiban di kawasan kompleks pemakaman Mbah Tanjung Priok itu.

"Kita juga memberitahukan kepada pihak Pelindo untuk melakukan proses mediasi dahulu," katanya.

Karena itu, ia menyayangkan peristiwa yang sebenarnya tidak perlu terjadi tersebut.

Hal senada dikatakan oleh Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Nucholish, pihaknya akan memfokuskan siapa yang melakukan perintah penertiban itu.

"Kemudian perintah itu diterima siapa," katanya.

(T.R021/S026)
http://antaranews.com/berita/1271329830/petisi-28-harianto-badjoeri-harus-ditangkap

Desak Komnas HAM Usut, Petisi 28 Kecam Keras Kebrutalan Satpol PP

Rabu, 14 April 2010, 14:00:12 WIB
Laporan: Zul Hidayat Siregar

Jakarta, RMOL. Kebrutalan Satpol PP terhadap ribuan massa yang menolak penggusuran lahan makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara terus mendapat kecaman.

"Petisi 28 mengecam keras kejahatan Satpol PP dan Pemda DKI yang menggusur dan membantai warga masyarakat," kata aktivis Petisi 28, Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Rabu, 14/4).

Petisi 28, lanjut Masinton, mendesak Komnas HAM untuk mengusut pengusutan tuntas kebrutalan Satpol PP tersebut.

"Besok, pukul 12.00 WIB, Petisi 28 akan menyampaikan tuntutan ini ke kantor Komnas HAM," tegasnya. [zul]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/04/14/91398/Petisi-28-Kecam-Keras-Kebrutalan-Satpol-PP

Desak Komnas HAM Usut, Petisi 28 Kecam Keras Kebrutalan Satpol PP


Rabu, 14 April 2010, 14:00:12 WIB
Laporan: Zul Hidayat Siregar

Jakarta, RMOL. Kebrutalan Satpol PP terhadap ribuan massa yang menolak penggusuran lahan makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara terus mendapat kecaman.

"Petisi 28 mengecam keras kejahatan Satpol PP dan Pemda DKI yang menggusur dan membantai warga masyarakat," kata aktivis Petisi 28, Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Rabu, 14/4).

Petisi 28, lanjut Masinton, mendesak Komnas HAM untuk mengusut pengusutan tuntas kebrutalan Satpol PP tersebut.

"Besok, pukul 12.00 WIB, Petisi 28 akan menyampaikan tuntutan ini ke kantor Komnas HAM," tegasnya. [zul]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/04/14/91398/Petisi-28-Kecam-Keras-Kebrutalan-Satpol-PP