Jum'at, 15 Oktober 2010 , 11:10:00 WIB
Laporan: Widya Victoria
RMOL. Rencana pemberian gelar pahlawan terhadap mantan presiden RI, Soeharto merupakan sesuatu yang dipaksakan dan tidak berdasarkan kajian komprehensif.
Penganugerahan gelar pahlawan kepada Soeharto juga menyalahi tiga hal mendasar. Pertama, tentang sejarah yang harus diluruskan. Kedua, melanggar TAP MPR XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto dan ketiga, asas prosedural sesuai UU 20/2009 tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Sehingga rencana tersebut patut dicurigai insiatif dan motifnya.
"Jangan-jangan inisiatif pemberian gelar tersebut inisiatifnya datang dari Presiden SBY dan bukan dari keluarga Soeharto atau Cendana," kata eks aktivis gerakan mahasiswa tahun 1998, Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (15/10).
Dia melanjutkan, jika inisiatif tersebut datang dari SBY maka motivasi politisnya sangat jelas, yakni imbalan dukungan politik dan dukungan finansial dari Cendana untuk kepentingan SBY membangun dinasti Cikeas. Di satu sisi, SBY juga akan dipandang memiliki peran besar mendistorsi sejarah untuk generasi mendatang. Karena negara hingga saat ini belum pernah melakukan pelurusan dan klarifikasi sejarah atas tragedi kemanusiaan tahun 1965 yang melibatkan Soeharto. Termasuk penetapan status hukum atas kekayaan keluarga Soeharto yang berasal dari hasil KKN semasa menjabat presiden selama 32 tahun.
Pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto dari Presiden SBY merupakan langkah kontradiktif dan merobek-robek keadilan para keluarga korban kejahatan rezim Soeharto, yang hingga saat ini belum mendapatkan keadilan dari negara, tegas Masinton.
Kendati, sisi positif dari kepemimpinan Soeharto harus dihargai oleh negara, namun bukan berarti diberi gelar pahlawan. Sebab, sisi kejahatan kemanusiaan seperti pelanggaran HAM dan kejahatan korupsi yang pernah dilakukan atas inisiatif Soeharto di masa Orde Baru tidak bisa dilupakan begitu saja.
"Memaafkan bukan berarti melupakan kejahatannya," cetus dia.
"Hitler yang melakukan kejahatan kemanusiaan tidak dianugerahin gelar pahlawan dari negara dan rakyat Jerman," ujar Masinton seraya mengingatkan bahwa TAP MPR XI/1998 masih berlaku dan belum pernah dicabut. [wid]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=6582
Tidak ada komentar:
Posting Komentar