Selasa, 11 Mei 2010

SKANDAL BANK CENTURY Aburizal: Proses Hukum Terus Berjalan



Senin, 10 Mei 2010

JAKARTA (Suara Karya): Meski ditunjuk sebagai Ketua Harian Koalisi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan, kasus hukum Bank Century tidak boleh berhenti apalagi diberhentikan.

"Saya tegaskan lagi bahwa proses hukum terus berjalan. Posisi seseorang tidak menyebabkan proses hukum berhenti," kata Aburizal Bakrie dalam pidatonya pada acara seminar Partai Golkar bertajuk "Peran Pemuda dalam Pemenangan Pilkada Partai Golkar", yang diselenggarakan DPP Partai Golkar Bidang Pemuda dan Olahraga, di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, akhir pekan lalu.

Soal kabar yang beredar bahwa ada deal politik antara Presiden SBY dan Golkar terkait kepindahan Sri Mulyani Indrawati ke Bank Dunia, Aburizal menegaskan, tidak ada kesepakatan apa pun.

"Beredar kabar ada deal politik. Saya tegaskan itu tidak ada. Itu pilihan pribadi Ibu Sri Mulyani untuk menjabat posisi yang bagus," ujar Aburizal.

Aburizal mengaku sempat membicarakan soal kasus hukum Bank Century dengan Presiden SBY. Dalam perbincangan itu, "Rekomendasi Century termasuk proses hukum terus berjalan. Sebab, siapa pun tidak bisa menghentikan proses hukum," katanya menegaskan.

Aburizal menyebutkan, kasus Bank Century memberi banyak pelajaran bagi koalisi ini. Bahwa koalisi sulit berjalan apabila hanya membela kelompok pemerintah.

"Itu sebabnya, Presiden SBY sebagai ketua koalisi menetapkan kebijakan baru soal format koalisi. Format baru itu didiskusikan bersama dengan kita semua," ujarnya.

Dalam format baru itu, menurut Aburizal, koalisi diberi tahu dan diajak berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan yang akan diambil pemerintah. Setelah itu, lanjutnya, barulah dilaksanakan. Jadi koalisi diikutsertakan dari awal perencanaan.

Dengan model seperti ini, menurut dia, anggota koalisi mengetahui apa alasannya membela sebuah kebijakan, mengapa harus membela, apa tujuannya untuk rakyat. "Sehingga kalau membela, akan dengan senang hati," ucapnya.

Sementara itu, sejumlah kalangan meyakini bahwa Sri Mulyani tidak akan bisa lari dari tanggung jawabnya atas skandal Bank Century.

Sebab, meski akan memiliki hak imunitas atau kekebalan diplomatik saat menjabat Direktur Pelaksana (Managing Director) Bank Dunia pada 1 Juni mendatang tetap bisa diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Demikian rangkuman pendapat pengamat politik Charta Politica Yunarto Wijaya, pengamat politik Universitas Indonesia Boni Hargens, anggota Petisi 28 Masinton Pasaribu, Wakil Ketua Fraksi P.Gerindra Ahmad Muzani, yang disampaikan secara terpisah, di Jakarta, Minggu (9/5).

Yunarto mengatakan, Sri Mulyani tak memiliki hak imunitas setelah bergabung di Bank Dunia. "Hak imunitas itu kan berlaku di mana dia berkantor, yakni di Amerika Serikat saja. Untuk negara Mulyani berasal, yakni Indonesia, hak itu tidak berlaku," ujarnya.

Yunarto menyebutkan, Sri Mulyani hingga saat ini masih dalam penyelidikan KPK, terkait kasus Century, sehingga KPK tetap berhak untuk memeriksa Sri Mulyani, meski di Amerika Serikat sekalipun. "Dia bisa didatangkan ke Indonesia untuk diperiksa," katanya.

Lantaran itu, menurut Yunarto, KPK tidak perlu mencekal Sri Mulyani, karena hal itu memang tidak bisa dilakukan.

"Biarkan saja Mulyani ke World Bank, tidak perlu KPK mencekalnya. Kan KPK masih bisa memeriksa dia kapan pun baik di Indonesia maupun di Amerika," ucap Yunarto.

Di lain pihak, Boni Hargens menilai, pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati dari posisi Menteri Keuangan akibat adanya konspirasi politik yang telah dilakukan oleh kawan-kawan asing di IMF dan Bank Dunia.

"Sri Mulyani diberi posisi yang besar, supaya reputasinya tidak turun dan dia bisa menenangkan situasi politik di Tanah Air," katanya.

Menurut Boni, disetujuinya pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati oleh Presiden ini sebelumnya sudah dirancang secara bersama. Hal itu terungkap ketika pidato Presiden SBY yang menyatakan, "Kami bangga dengan Sri Mulyani meskipun merasa kehilangan."

Selain itu, kata Boni, keputusan Sri Mulyani ini karena tidak punya pilihan lain karena terjebak di lorong buntu.

"Bukan karena gaji Rp 4 miliar sebulan, tapi cara paling elegan untuk menghindari gempa politik. Yang pasti pengunduran Sri Mulyani mengubah konstelasi politik," ujarnya.

Masinton Pasaribu justru menangkap, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa ke depan tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya, jelas-jelas ditujukan kepada SBY.

"Secara tersirat Sri Mulyani menyebutkan bahwa dirinya dikorbankan oleh SBY dalam kasus bailout Bank Century. Sebab, yang menjadi pemimpin dan sekaligus atasan langsung menteri adalah presiden," katanya.

Oleh karena itu, KPK harus bergerak cepat mendalami pengakuan Sri Mulyani yang mengeluh dikorbankan pemimpinnya.

Menurutnya, pemberian dana talangan Bank Century yang mengakibatkan kerugian negara Rp 6,7 triliun adalah konspirasi kejahatan tingkat tinggi yang melibatkan Presiden SBY, Menkeu Sri Mulyani, Boediono yang saat itu sebagai Gubernur BI. Dan inilah kejahatan korupsi terbesar di era reformasi.

"Pengakuan Sri Mulyani yang merasa dikorbankan pemimpinnya makin membuka kotak pandora atau misteri di balik bailout Bank Century. Semakin terang benderang bahwa bailout dilakukan untuk merampok uang negara yang sebagian dana hasil dialirkan untuk kepentingan biaya kampanye politik Partai Demokrat dan biaya kampanye pasangan capres SBY-Boediono pada Pilpres 2009," kata Masinton.

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252757

Tidak ada komentar: