Kamis, 18 Maret 2010

Masinton Pasaribu: “Kita Terus Gerak Sampai Mereka Turun”


16 March 2010

KOORDINATOR Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Masinton Pasaribu menilai, Presiden SBY mengabaikan keputusan-keputusan institusi negara, seperti hasil Paripurna DPR dan temuan BPK. “Artinya, SBY kami anggap gagal karena sudah mengingkari janji kampanye, yakni menciptakan pemerintahan bersih, adil, dan menjunjung tinggi kebenaran. Gerakan ke depan, konsekuensi dari sebuah pemerintahan yang gagal adalah harus diturunkan,” tegas Ketua Relawan Pro Demokrasi (Repdem) itu kepada Sri Widodo dari Indonesia Monitor, Kamis (4/3).



Apa yang Anda baca dari hasil Paripurna DPR?

Dari angka kemarin sudah terbukti bahwa SBY tidak mampu lagi menutupi kebohongannya selama ini. Konsekuensinya dia harus mundur atau nanti rakyat yang akan memundurkan dia, baik melalui parlemen atau ekstra parlemen.



Bagaimana caranya?

Cara menurunkannya ada dua macam, melalui gerakan di parlemen dan juga gerakan ekstra parlemen. Dilihat dari komposisi pansus kemarin sudah bisa dilakukan untuk pemakzulan.



Kalau dilihat fakta dan tatatertib, tampaknya sulit DPR melakukan pemakzulan?

Boleh saja di DPR masih ada keraguan, tapi segala sesuatu bisa terjadi seperti halnya PPP, dia bisa berbalik 180 derajat. Kalau kita berharap dari politik di parlemen yang cukup kompromistik dan apapun di parlemen sangat mungkin terjadi.



Perlukah Boediono dan Sri Mulyani segera dicekal atau ditangkap?

Dengan kesimpulan paripurna kemarin seharusnya Boediono dan Sri Mulyani mundur atau SBY bisa menggunakan hak prerogatifnya memecat Sri Mulyani. Kalau tidak, rakyat bisa menangkap mereka atau SBY yang harus mundur. Kalau SBY tidak melakukan itu, maka perlu segera ditangkap. Kalau tidak, maka mahasiswa akan terus bergerak, sampai keadilan terwujud, sampai SBY mampu memenuhi janjinya. Kalau tidak mampu, gerakan mahasiswa dan rakyat yang akan menurunkannya.



Kalau presiden tidak melakukan apa-apa atas hasil pansus, apa yang akan dilakukan para aktivis pergerakan?

Setiap hari kita akan demonstrasi. Ke depan kita akan demo ke Istana, ke rumah Presiden, rumah Wakil Presiden, atau simbol-simbol negara yang kami anggap tidak layak lagi dipertahankan. Hari Buruh kita akan demonstrasi besar-besaran. Rencana yang besar nanti pas hari Kebangkitan Nasional dan 21 Mei sebagai Hari Reformasi.



Bagaimana Anda menilai sikap anggota Dewan dari Fraksi Demokrat?

Ini menunjukkan kualitas kader Partai Demokrat yang sesungguhnya tidak mampu mengemban amanat kehendak rakyat. Untuk menutupi ketidakmampuannya melobi, mereka berbuat semaunya dan tidak mengindahkan apa yang diinginkan oleh rakyat. Bisa juga itu merupakan bentuk kepanikan dari mereka ketika kekuasaan sudah mulai digoyang. Mereka tidak mampu lagi bertindak secara obyektif, rasional, dan profesional. ■

http://www.indonesia-monitor.com/main/index.php?option=com_content&task=view&id=4518&Itemid=33

Rabu, 17 Maret 2010

Gedung KPK, Rumah Dinas Boed-Sri akan Diduduki Massa


Rabu, 17 Maret 2010
10:43:24 WIB

Laporan: M Hendry Ginting
Jakarta, RMOL. KPK merupakan lembaga negara yang bebas dari kooptasi dan intervensi kekuasaan.

Dari itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Masinton Pasaribu mengingatkan KPK untuk segera menindaklanjuti skandal bailot Rp 6,7 triliun Bank Century. KPK, katanya, jangan coba-coba mengkhianati dukungan rakyat.

“Ketika KPK berselingkuh dengan kekuasaan dan mengkhianati rakyat, kepemimpinan KPK saat ini akan menjadi musuh rakyat dan pasti berhadapan dengan kekuatan rakyat,” tegas Masinton kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Rabu, 17/3).

Dia meminta pimpinan KPK untuk tidak melupakan dukungan rakyat dalam kasus cicak versus buaya. Dukungan tersebut, lanjutnya, bukti bahwa rakyat menghendaki pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.  

Bila KPK tidak bertindak cepat, katanya mengingatkan, GIB yang merupakan gabungan dari lebih dari 20 elemen pemuda dan mahasiswa akan melakukan aksi pendudukan gedung KPK dan memaksa seluruh pimpinan KPK mundur.

"Kami elemen pergerakan, mengultimatum KPK dalam waktu 7 X 24 jam harus melakukan pemanggilan, pemeriksaan dan penyidikan, terhadap seluruh nama-nama orang yang terlibat dalam skandal korupsi Bank Century seperti yang sudah direkomendasikan DPR. Dan bila perlu, KPK harus berani memanggil SBY,” tegasnya.

Tidak berhenti hanya di KPK, Masinton menambahkan, GIB juga akan mendatangi rumah dinas Wakil Presiden Boediono dan Menteri keuangan Sri Mulyani dan sekalian menyiapkan prosesi pengadilan rakyat sebagai bentuk perlawanan tehadap seluruh institusi hukum.

“Karena hukum telah berpihak pada kekuasaan yang tidak berpihak pada kebenaran dan keadilan,” tandasnya. [zul]
http://m.orangmerdeka.com/?pilih=news&id=89744

Senin, 15 Maret 2010

KPK Jadi Alat Penguasa Jangan Mengabaikan Kepercayaan Publik


Senin, 15 Maret 2010

[Suara-Pembaruan, JAKARTA] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sudah dibela habis-habisan oleh rakyat dalam kasus cicak versus buaya, harus membayar dukungan itu dengan mempercepat proses pengusutan kasus Bank Century.

KPK juga harus berani meningkatkan status hukum kasus tersebut ke tingkat penyidikan, dan memanggil Boediono dan Sri Mulyani. Jika tidak, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, yang sudah dibela habis-habisan oleh rakyat, lebih baik mengundurkan diri saja.

Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho kepada SP di Jakarta, Senin (15/3), mengatakan, saat ini, masyarakat masih percaya kepada KPK. Karena itu, pimpinan KPK jangan sia-siakan kepercayaan publik tersebut. “Peningkatan status hukum pengusutan kasus Bank Century akan mematahkan tudingan bahwa KPK sudah dijadikan alat penguasa, untuk menyeret politisi-politisi dari lawan-lawan pemerintah yang kini tersangkut kasus korupsi,” katanya.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Masinton Pasaribu di Jakarta, Senin, mengatakan, KPK menjadi pusat perhatian setelah Pansus Hak Angket DPR tentang Bank Century menyatakan kasus tersebut diselesaikan melalui proses hukum. Tetapi sayang, lembaga hukum independen itu, bekerja sangat lamban, dan tidak memprioritaskan penyelesaian kasus Century.

Tindakan KPK yang mengutamakan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Gultom, mengindikasikan telah terjadi tebang pilih, dan hukum dijadikan instrumen kekuasaan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Indikasi tebang pilih lainnya adalah tenggelamnya kasus yang melibatkan orang- orang di lingkaran Istana, seperti kasus hibah kereta api yang melibatkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, kasus Johnny Allen, dan Siti Fadilah Supari.

PPP Konsisten

Mengenai rencana pemanggilan kader PPP, Sekretaris FPPP, M Romahurmuziy mengatakan, partai ataupun fraksinya sama sekali tak merasa tertekan dengan kasus-kasus yang melibatkan kader partainya, yang kini sedang ditangani KPK. Kasus-kasus hukum yang melibatkan politisi partainya, juga tak akan mungkin dijadikan barter dengan pengusutan skandal Bank Century.

FPPP tetap konsisten mendukung keputusan yang menyatakan ada kesalahan dalam kebijakan Bank Century, dan keputusan itu sudah menjadi keputusan Sidang Paripurna DPR, yang telanjur diketahui publik. “Jadi, tak mungkin lagi kasus-kasus hukum para politisi di KPK dijadikan sebagai alat penekan bagi PPP, sudah terlambat,” kata Wakil Sekjen DPP PPP tersebut.

Romy mengakui, membongkar kasus Bank Century sama dengan membangunkan macan tidur. Macan itu sekarang sedang mengamuk dan marah, karena merasa terganggu ketenangannya. Tapi, kasus Century terlanjur muncul, dan sulit meredamnya. “Partai-partai sudah terlanjur bersikap, dan sikap tersebut dipertanggungjawabkan kepada publik. Jadi sudah sulit berubah,” katanya.

Tekanan Pemerintah

Sementara itu, PDI-P menghormati proses hukum terkait kasus aliran dana pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Kasus itu menyeret 19 anggota Fraksi PDI-P. “Kita hargai proses hukum dalam kasus Miranda. Tetapi, harapan kami ini berjalan untuk penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, bukan karena intervensi pemerintah atau kekuasaan,” kata anggota FPDI-P, Eva Kusuma Sundari.

Meski tidak ingin berprasangka, namun Eva menilai, pengungkapan kasus tersebut merupakan bentuk tekanan pemerintah terhadap PDI-P, terkait kekritisan partai tersebut dalam pengungkapan kasus Bank Century. Hal itu terbukti dari data ICW, yang mengungkapkan adanya upaya menekan partai-partai kritis dalam Pansus Century, antara lain Golkar, PDI-P, dan PPP.

Sementara itu, Emerson menyayangkan rencana DPR memangkas anggaran KPK. Itu sama artinya dengan arogansi dan intervensi DPR dan upaya menyandera KPK. “Kita minta DPR tidak arogan, dan tidak coba-coba menghambat pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Daripada DPR menyandera anggaran KPK, lebih baik mereka mengerjakan tugasnya untuk menyelesaikan kasus Century hingga ke tingkat Hak Menyatakan Pendapat, dan pengajuan ke MK,” katanya.

Sebaliknya, Koordinator Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar justru menilai, wacana pemotongan anggaran belum menjadi ancaman. Sebab, penetapan anggaran dilakukan DPR bersama pemerintah.

Dia mengakui, potensial terjadi barter kasus antara DPR dan KPK. Oleh karena itu, menurutnya, KPK harus membuktikan dengan konsisten mengusut kasus Bank Century dan dugaan suap Miranda Goeltom.

Menanggapi ancaman tersebut Juru Bicara KPK Johan Budi mengakui, DPR mempunyai kewenangan untuk menyetujui dan menolak anggaran KPK. Namun, apa itu apakah pernyataan resmi DPR atau orang per orang masih belum jelas.

Namun Johan menegaskan, pihaknya sangat serius dalam mengusut kasus Century dan proses penyelidikannya masih berlangsung. Dia menambahkan, KPK selalu siap memberi penjelasan perkembangan penanganan kasus Century kepada DPR. [NOV/J-9/J-11/M-17]

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=14572

Jumat, 05 Maret 2010

Petisi 28: Pidato SBY-Boediono Melawan Keputusan DPR


5 Maret 2010 | 17.06 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi masyarakat (Ormas) Petisi 28 mengibaratkan, Pidato Presiden SBY pada Kamis (4/3/2010) malam serta pidato yang disampaikan oleh Wakil Presiden Boediono, Jumat sebagai bentuk perlawanan atas rekomendasi yang diputuskan oleh Paripurna DPR, Rabu terkait kasus Bank Century. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang anggota Petisi 28, Masinton Pasaribu.

"Pidato Presiden SBY Kamis malam serta pidato Wakil Presiden Boediono hari ini, adalah upaya pembelaan dan pembenaran atas tindakan ilegal bail out Bank Century. Sama saja, sikap pemerintahan SBY-Boediono secara jelas dan terbuka melawan hasil paripurna DPR," tandas Masinton.

"Keputusan DPR jelas, memilih opsi C yang memutuskan adanya pelanggaran peraturan, kejahatan perbankan, tindak pidana korupsi, dan kerugian keuangan negara," kata Masinton lagi.

Sikap SBY-Boediono yang tidak mengakui hasil temuan Pansus Century DPR yang telah bekerja selama 2 bulan penuh, Masinton menegaskan, adalah bukti bahwa pemerintahan SBY-Boediono tidak memiliki komitmen untuk menciptakan pemerintahan bersih yang dijanjikan saat kampanye pilpres 2009.

"Hasil audit investigatif BPK dan hasil paripurna DPR telah diinjak-injak oleh pemerintahan SBY-Boediono," Masinton menegaskan.

⁠Penulis: Persda Network Rachmat Hidayat ⁠ ⁠Editor: wah ⁠
http://m.kompas.com/news/read/data/2010.03.05.17062123

Tanggapi Paripurna, Aktivis Sebut SBY Pembohong


Jum'at, 5 Maret 2010 - 00:29 wib
JAKARTA – Desakan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Presiden Boediono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mundur dari jabatannya kian gencar disuarakan pasca Paripurna DPR yang memutuskan bailout terhadap Bank Century bermasalah.

Ketiga pejabat negara tersebut dinilai sebagai orang paling bertanggung jawab atas kerugian negara yang mencapai Rp6,7 triliun itu. Bahkan, mereka dikatakan sebagai pembohong dengan sikapnya tetap bersikukuh bailout sudah sesuai prosedur.
 
“Presiden dan jajarannya adalah pembohong. Demokrasi harus dibangun di atas kejujuran, keterbukaan, transparansi, dan keadilan,” tegas aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Bonny Hargens, saat nonton bareng pidato SBY menanggapi hasil paripurna di Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (4/3/2010).
 
Sementara itu, aktivis Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu menilai, siapa yang menjadi dalang utama akar masalah Bank Century sudah terang benderang dan pemerintah tidak perlu lagi menutupi.
 
“Rakyat sudah cukup menderita, tapi presiden tidak pernah memperhatikan nasib rakyatnya. Padahal sudah jelas di DPR kemarin terdapat pelanggaran hukum,” ujarnya disambut tepuk tangan riuh dan sorakan bernada hujatan kepada Presiden SBY dari ratusan warga setempat yang turut menyaksikan nobar pidato SBY.
 
Lain lagi dengan aktivis Petisi 28, Haris Rusli Moti. Ia berharap pidato SBY menjadi pidato terakhirnya sebagai presiden agar rakyat dapat memilih pemimpin baru yang dapat membaya rakyat kepada kesejahteraan yang lebih baik.
 
“Kalau itu (uang Rp. 6,7 triliun) dipergunakan untuk kepentingan rakyat, pasti rakyat bisa sejahtera. Tapi uang itu sudah dirampok. Kami berkomitmen sudah saatnya peralihan kekuasaan dari para koruptor kepada para pemuda idealis,” katanya.
 
Acara nonton bareng ini dihadiri sejumlah organisasi di antaranya GIB, Repdem, Serikat Tani, Pekerja, JAMPER, SENJA, dan elemen massa lainnya. Nonton bareng tersebut disaksikan di layar berukuran 2x2,5 meter dengan pencahayaan dan kualitas gambar seadanya.

 
Yang menarik, nampak stiker bertuliskan “BOHONG” sengaja ditempel persis di dahi presiden SBY pada layar tersebut. Di atas layar lebar itu pun dipasang spanduk berukuran sedang berwarna merah bertuliskan “SBY-BOEDIONO-SMI MUNDUR..!!”.
Acara nobar itu sempat membuat arus lalin di ruas jalan Pejambon menuju Monas tersendat, lantaran animo masyarakat yang besar. Tidak sedikit pengendara motor yang menepi untuk ikut nimbrung menonton pidato SBY sembari ngopi dan makan pisang goreng meski hanya beralaskan tikar seadanya.
(teb)
http://m.okezone.com/read/2010/03/05/339/309305

Senin, 01 Maret 2010

Buruh, Tani, Mahasiswa dan Pemuda Akan Kepung DPR

28 Pebruari 2010 | 16.48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai komponen masyarakat yang terdiri dari elemen buruh, tani, pedagang kaki lima, pemuda, dan mahasiswa berencana melakukan aksi besar-besaran mengepung Gedung DPR RI pada 2 Maret 2010 mendatang tepat pada Rapat Paripurna DPR terkait penanganan kasus Bank Century oleh Pansus Hak Angket.

Aksi pengepungan ini dilakukan setidaknya oleh 12 kelompok massa dan organisasi sektoral, antara lain dari Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Dewan Tani Indonesia (DTI), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), dan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SRMI).

Bambang Wiroyoso dari SPN menjelaskan, aksi unjuk rasa ini merupakan sebuah kesepakatan atas solidaritas berbagai komponen masyarakat yang selama ini tertindas dengan kebijakan-kebijakan berbau neoliberal, termasuk kasus mutakhir menyangkut Bank Century.

"Kami sepakat menyatukan pikiran dan perjuangan bersama seluruh elemen masyarakat lainnya, untuk melawan kebijakan neoliberal, perdagangan bebas ACFTA, khususnya juga mengungkap skandal Century," kata Bambang Wiroyoso kepada wartawan dalam konferensi persnya di Jakarta, Minggu (28/2/2010).

Menurut rencana setidaknya aksi unjuk rasa ini akan diikuti oleh sekitar 50 ribu massa gabungan yang datang dari berbagai daerah. Dari angka tersebut, 40 ribu di antaranya berasal dari kalangan buruh, sementara 10 ribu lagi dari kelompok tani, pemuda, mahasiswa, dan pedagang kaki lima.

Ferry Juliantono dari DTI menjelaskan, kebanyakan massa akan bergerak dari daerah-daerah di Jabodetabek dengan kendaraan pribadi, terutama motor, dan berjalan kaki. "Karena ada hambatan, bahwa ada info dari pihak-pihak polisi akan menghambat massa yang menggunakan kendaraan berupa bus," ujarnya.

Terkait tuntutan massa, Masinton dari GIB mengatakan, berbagai elemen ini telah sepakat untuk mendesak DPR dan Pansus Hak Angket Century segera mengungkap kasus bail out Century sejelas-jelasnya.

Mereka meminta DPR agar transparan dalam penanganan kasus ini. Bila memang ada pihak yang terbukti bersalah, ujarnya, harus segera diadili. "Kami siap mendukung dan mengawal Pansus dan DPR, sepanjang apa yang menjadi keputusannya berpihak kepada kepentingan rakyat dan memuaskan semua elemen masyarakat," katanya.

Meski mengerahkan massa dengan jumlah yang sangat besar, seluruh unsur perwakilan elemen tersebut menjanjikan aksi tetap akan berlaku tertib, aman, dan damai. Disinggung apakah aksi ini akan berpotensi konflik bila keputusan Paripurna DPR tak sesuai harapan massa, Masinton mengatakan tidak akan berbuat anarkis. "Akan tetapi jika memang tidak berpihak pada rakyat maka itu sudah cukuplah untuk menghilangkan kepercayaan kami kepada parlemen dan pemerintah. Kami akan tetap berjuang dengan cara-cara kami," pungkasnya.

http://m.kompas.com/news/read/data/2010.02.28.16483112

Ngotot Lindungi Boediono dan Sri Mulyani, SBY Harus Mundur


Minggu, 28 Februari 2010
22:16:04 WIB

Laporan: M Hendry Ginting
Jakarta, RMOL. Tidak  hanya Boediono dan Sri Mulyani, Presiden SBY dinilai sebagai pihak yang ikut bertanggungjawab dalam skandal Bank Century.

"Pertanggungjawaban SBY tidak cukup hanya disampaikan lewat pidato retorika tapi harus diikuti dengan tindakan," tegas Koordinator Gerakan Indonesia Bersih  (GIB) Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online Minggu malam (28/2).

Masinton, yang pada tahun 1998 aktif di elemen mahasiswa  Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred) ini, mengatakan  tindakan yang harus dilakukan SBY, adalah  memerintahkan Partai Demokrat di Senayan untuk menggalang impeachment terhadap Boediono dan menyerahkannya untuk diproses secara hukum tanpa adanya intervensi kekuasaan. Sri Mulyani kata dia harus diberhentikan SBY dengan menggunakan hak prerogatif yang dimilikinya.

Sebaliknya, bila tetap nekad melindungi dan mempertahankan pejabat negara yang jelas-jelas melakukan pelanggaran dan kejahatan, maka tegas Masinton, SBY harus mundur karena telah gagal dan tidak mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan anti korupsi seperti janji-janji kampanyenya kepada rakyat pada saat Pilpres 2009.
Elemen pergerakan tetap akan berjuang agar kasus skandal korupsi Century Rp 6,7 triliun dituntaskan secepatnya. Pasalnya, mereka mencium indikasi aliran dana korupsi Bank Century digunakan untuk kampanye pemenangan Pilpres SBY-Boediono pada Pilpres 2009. [dry]

Puluhan Ribu Massa Akan Kepung Paripurna DPR 2-3 Maret 2010


28/02/2010 - 16:30 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Sekitar 40 ribu massa dari kalangan buruh, petani dan mahasiswa, bakal mengawal Sidang Paripurna di DPR, 2 Maret mendatang. Hal itu dilakukan guna mengawal keputusan akhir DPR, terhadap dugaan pelanggaran kebijakan bailout Bank Century.

"Kekuatan massa kita 40-50 ribu," kata Ketua Umum Dewan Tani Indonesia Ferry Juliantono, dalam konferensi pers di Restoran Suharti, Jakarta Selatan, Minggu, (28/2).

Aksi puluhan ribu massa itu akan didukung massa dari 12 organisasi buruh, petani, dan mahasiswa. Diantaranya Dewan Tani Indonesia, Syarikat Pekerja Nasional, Pemuda Tani HKTI, Gerakan Indonesia Bersih, Syarikat Rakyat Miskin Indonesia, Liga Mahasiswa Nasional Demokrat, Universitas Indonesia, KSPSI, FSP Kepjopsi, SBSI, Gaspermindo, dan Gobsi.

"Kami bersepakat menyatukan pikiran, perjuangan dalam rangka melawan neoliberalisme di Indonesia, dan khususnya pengungkapan skandal bank century," kata dewan pimpinan KSPSI Soewarno Sjahery, di kesempatan yang sama.

Pernyataan itu ditambahkan Pimpinan Syarikat Pekerja Nasional, Bambang Wirayoso yang mengatakan, gerakan buruh telah menyatukan tekad untuk menuntut perubahan. Massa buruh yang di bawah koordinasinya, kata dia, saat ini tengah dalam perjalanan menuju Jakarta menggunakan sepeda motor.

"Sekarang sekitar 10 ribu motor sudah sampai di Ciawi, pada titik terakhir besok tanggal 2 Maret, kami akan mendukung agar dibuka siapa penanggung jawab skandal Bank Century itu, paling tidak DPR harus mengeluarkan nama," tegas Bambang.

Sedangkan koordinator lapangan aksi massa gabungan ini, Masinton Pasaribu menegaskan, aksinya itu akan menuntut supaya Wapres Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani diadili. "Kita juga mendesak pertanggungjawaban SBY dengan menyerahkan Sri Mulyani dan Boediono, diserahkan untuk diproses secara hukum," imbuhnya.

Dia menambahkan, berkaca ada pandangan akhir fraksi di DPR, 7 pandangan fraksi menyatakan Sri Mulyani dan Boediono bersalah. Menurutnya secara moral politik Boediono tidak layak menjadi wakil presiden lagi. "Selayaknya dia harus mundur, begitu juga Sri Mulyani," tandas Masinton. [jib]

http://inilah.com/news/read/politik/2010/02/28/372311/50-ribu-massa-kawal-paripurna-2-maret-di-dpr/

Intel Tentara Kepergok Mata-matai Demo 2 Maret 2010

28 Pebruari 2010 | 19.04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat koodinasi oleh kelompok Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) menjelang aksi berbagai elemen massa pada 2 Maret 2010 mendatang rupanya disusupi oleh intelejen dari aparat TNI. GIB mendapati oknum intel tersebut menyusup dan mengikuti beberapa kali rapat koordinasi yang dilakukan GIB.

"Kami bahkan disusupi intelejen dari Kostrad. Ini menunjukkan ada kekhawatiran pemerintah terhadap gerakan-gerakan yang menentang kebijakan-kebijakan berbau neoliberal," kata Koordinator Lapangan GIB Masinton Pasaribu, dalam konferensi persnya, Minggu (28/2/2010), di Jakarta.

Sebelumnya, GIB bersama berbagai komponen gerakan massa dari berbagai elemen berencana melakukan aksi unjuk rasa dan pengepungan Gedung DPR pada Rapat Paripurna DPR terkait penanganan Pansus Hak Angket Bank Century pada 2 Maret mendatang.

Masinton menjelaskan, oknum berinisial ES itu beberapa kali ikut rapat GIB sebelum akhirnya diketahui merupakan mata-mata pada rapat Sabtu (27/2/2010) kemarin. "Dia mengaku berasal dari Gerakan Pemuda Srengseng. Setelah kami geledah ternyata dia memiliki kartu anggota Detasemen Intelejen Kostrad," tuturnya.

Dari fotokopi kartu anggota oknum tersebut, diketahui oknum berinisial ES tersebut berasal dari Detasemen Intelejen Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), dengan alamat Wisma Cakra Danintel Kostrad. Dalam surat monitoring tugas oknum tersebut juga tertulis tugasnya, yakni melaksanakan monitor di seluruh wilayah NKRI dalam rangka kegiatan intelejen taktis dan strategis.

Masinton menjelaskan, GIB akhirnya tidak mempermasalahkan kehadiran intelejen tersebut. Pihaknya pada akhirnya memulangkan oknum tersebut begitu saja. "Kami suruh pulang. Kami hanya ambil identitasnya dan kami beritahu, bahwa kami ini tak layak dimata-matai. Ini bukan tugas tentara," tuturnya.

Masinton mengaku tindakan dimata-matai ini bukan kali pertama dialami GIB. Sebelum-sebelumnya GIB juga pernah mengalami kejadian serupa. "Hanya saja baru kali ini kami dimata-matai dari tentara. Biasanya kan polisi," tuntasnya.

http://m.kompas.com/news/read/data/2010.02.28.19040937