Kamis, 25 Februari 2010

Boediono dan Sri Mulyani Sudah Layak Mundur


24 Pebruari 2010 | 09.38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Petisi 28, melalui salah seorang anggotanya, Masinton Pasaribu, menyatakan, sikap beberapa partai, baik yang tidak mengungkap nama secara langsung maupun yang berani menyebut nama dalam pandangan akhir kasus skandal bail out Bank Century, sebenarnya makin mengukuhkan, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Wapres Boediono, serta mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Menkeu Sri Mulyani, untuk segera meletakkan jabatannya.

"Mayoritas pandangan fraksi sebenarnya secara tersirat sudah menyatakan, Boediono dan Sri Mulyani sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam skandal bail out Bank Century, Rp 6,7 triliun ini. Maka, secara etika Boediono dan Sri Mulyani harus segera mengundurkan diri," tandas Masinton Pasaribu, Rabu (24/2/2010).

Keduanya, kata Masinton, harus legowo untuk meletakkan jabatannya sebagai Wapres dan sebagai Menkeu untuk memudahkan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga tidak ada intervensi dari kekuasaan.

Walaupun semua fraksi di Pansus Angket Kasus Bank Century tidak berani menyentuh nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lanjut Masinton, Presiden tentunya ikut bertanggung jawab atas kebijakan bail out yang ternyata banyak terjadi penyimpangan. "Pak SBY, katanya lagi, tidak mungkin tidak merestui proses kebijakan ini," tegas Masinton.

"Sri Mulyani saat dimintai keterangannya oleh Pansus Angket bahkan sudah secara jelas menyatakan, Presiden SBY selalu dilaporkan mem-bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun, yang ternyata uangnya diselewengkan ke mana-mana. Salah satu modus tercanggih, dengan menumpang rekening milik nasabah Century yang saya menduga untuk kepentingan Pemilu 2009 lalu. Proses hukum tentu akan menjawab ini semua," tandasnya lagi.

⁠Penulis: PERSDA Rahmat Hidayat ⁠ ⁠Editor: Glo ⁠

http://m.kompas.com/news/read/data/2010.02.24.09382349

Sikap Demokrat Soal Century Tak Berpihak Kepada Keadilan dan Kebenaran

Laporan wartawan PERSDA Rahmat Hidayat

Rabu, 24 Februari 2010 | 09:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandangan akhir Fraksi Demokrat yang menganggap kebijakan bailout terhadap Bank Century tak melanggar hukum, tentu sudah bisa ditebak sejak awal. Meski demikian, bagi pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, hal itu adalah sebuah keanehan yang luar biasa.

‎"Bagi saya, Demokrat dalam pandangan akhirnya yang tidak menyebut nama, merupakan keanehan yang luar biasa. Sebab sebelumnya, mereka telah mengakui ada masalah di akuisis dan merger Bank Century ini. Tentu saja, tak menyebut siapa yang mengakibatkan akuisisi dan merger bermasalah merupakan penilaian yang bermasalah," kata Ray kepada Persda Network, Rabu (24/2/2010).

"Demokrat bisa lari dari kewajiban menyebut nama bila mereka tak menyatakan ada yang masalah. Yang kedua, jika mereka tak menyebut nama sekalipun tidak dengan sendirinya mengurangi bobot penetapan nama-nama yang dilakukan oleh Pansus. Sebab, bila 4 dari 9 fraksi menyebut nama, cukup jadi alasan untuk menetapkan nama-nama itu sebagai penanggungjawab, dan karenanya mereka dapat dituntut secara hukum dan politik," urai Ray.

Masinton Pasaribu, salah seorang aktivis yang juga anggota LSM Petisi 28 menilai, pandangan fraksi Demokrat, tidak mencerminkan semangat anti korupsi, dan tidak menghendaki agar kasus skandal korupsi bank century Rp 6,7 triliun diungkap seterang-terangnya seperti yang dijanjikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

"Pandangan dan kesimpulan Fraksi Partai Demokrat tidak ubahnya seperti kesimpulan yang tidak mengandung makna apa-apa dalam mengungkap skandal Bank Century yang diindikasikan merugikan keuangan negara ini," tandas Masinton.

http://lipsus.kompas.com/topikpilihan/read/2010/02/24/0911221/Aneh..Sikap.Demokrat.Soal.Century

Boediono-Sri Mulyani Sebaiknya 'Lempar Handuk'

24/02/2010 - 19:45
INILAH.COM, Jakarta - Kalangan masyarakat madani mulai mendesak agar Boediono-Sri Mulyani mundur, mengingat keduanya sudah jelas dinilai melakukan moral hazard, dan terancam sanksi pidana. Bagaimana kemungkinannya?

Menyusul sikap Fraksi PDIP, Golkar, PKS, Hanura dan Gerindra yang sudah menegaskan KSSK sarat masalah, mahasiswa dan masyarakat kembali mendesak Boediono-Sri Mulyani mundur. "Sikap fraksi itu makin mengukuhkan, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Wapres Boediono serta mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Menkeu Sri Mulyani, agar segera meletakkan jabatannya," kata Tom Abdilah, Sekjen Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Mayoritas pandangan fraksi sebenarnya secara tersirat sudah menyatakan Boediono dan Sri Mulyani sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dalam skandal Bank Century sebesar Rp6,7 triliun ini. "Maka, secara etika Boediono dan Sri Mulyani harus segera mengundurkan diri. Jika tidak, mahasiswa dan masyarakat akan turun ke jalan meski mungkin secara sporadis," tandas Masinton Pasaribu, aktivis Petisi 28, suatu gerakan masyarakat dari berbagai golongan dan organisasi

Sosiolog dan pengajar UIN Jakarta Abas Jauhari MA menilai pula, Boediono an Sri Mulyani harus legowo meletakkan jabatannya sebagai wapres dan sebagai menkeu, untuk memudahkan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga tidak ada intervensi dari kekuasaan.

Sementara dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada Arie Sujito mengatakan, kendati seluruh fraksi di Pansus Hak Angket Bank Century, tidak berani menyentuh nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, maka SBY tentunya terkena dampak sebab secara moral terpaksa ikut bertanggungjawab atas kebijakan dana talangan yang ternyata banyak terjadi penyimpangan. "Ini memang dilematis," katanya.

Sejauh ini, pandangan akhir Fraksi Demokrat yang menganggap kebijakan dana talangan terhadap Bank Century tak melanggar hukum, sudah dinilai aneh dan janggal. Aktivis antikorupsi Ray Rangkuti menyebut hal itu sebagai keganjilan dan keanehan luar biasa.

Masinton Pasaribu menilai, pandangan fraksi Demokrat, tidak mencerminkan semangat antikorupsi, dan tidak menghendaki agar kasus skandal korupsi Bank Century Rp6,7 triliun diungkap seterang-terangnya seperti yang dijanjikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Sementara Isti Nugroho dari Indonesia Democracy Monitor menilai, isu Boediono-Sri Mulyani sudah menjadi konsumsi publik. Dalam hal ini, katanya, agar KPK proaktif memproses Boedion-Sri Mulyani, maka KPK juga harus direformasi karena lambat dalam menangani kasus korupsi, termasuk kasus Century yang menjadi sorotan publik ini. KPK, dimana Tumpak Panggabean terkesan lamban, juga pegawai internalnya yang dianggap bermasalah, bakal didesak untuk direformasi. Publik mulai kecewa atas lambannya KPK menangani Century dan kasus-kasus lainnya," katanya.

Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani yakin negara akan melindungi dirinya karena ia merasa tindakan dan kebijakan pemberian dana talangan kepada Bank Century adalah benar. Sri juga menegaskan tidak akan mengundurkan diri. "Kami merasa tenang karena sudah melaksanakan UU. Dengan demikian, kami yakin akan dilindungi negara," katanya. [mor]

http://inilah.com/news/read/politik/2010/02/24/366042/boediono-sri-mulyani-sebaiknya-lempar-handuk/

Walau Tak Disebut, SBY Tetap Harus Bertanggungjawab

Rabu, 24 Februari 2010
12:33:22 WIB

Laporan: M Hendry Ginting
Jakarta, RMOL. Pandangan berbagai fraksi di Pansus Centurygate sudah menyatakan bahwa Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam skandal bailout Century.

Secar etika, Boediono dan Sri Mulyani harus segera mundur dari jabatannya untuk memudahkan pemeriksaan hukum oleh Komisi Pemberantasn Korupsi tanpa ada intervesi kekuasan. Demikian dikatakan oleh Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online hari ini (Rabu, 24/2). 

Menururt Masinton, walau Pansus Centurygate tidak berani menyebut nama Presiden SBY, namun sebagai persiden, SBY ikut bertanggungjawab karena skandal tersebut telah merugikan keuangan negara Rp 6,7 triliun.

SBY diyakini mengetahui proses pengambilan kebijakan bailout. Sebagai anak buah, baik Boediono atau Sri Mulyani, pasti melaporklan persoalan itu kepada SBY. [fik]

http://m.orangmerdeka.com/?pilih=news&id=88603

GIB Minta Pansus Century Sebut Nama

Selasa, 23 Februari 2010, 17:28 WIB

VIVAnews - Gerakan Indonesia Bersih (GIB) meminta Pansus Century membuat rekomendasi lugas dengan menyebut nama yang bersalah secara politik kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Selanjutnya, DPR diminta memproses secara politik dan merekomendasikan kepada aparat hukum untuk menindaklanjuti nama-nama yang terindikasi korupsi.

Tuntutan itu disampaikan aktivis GIB Masinton Pasaribu dalam jumpa pers menjelang penarikan kesimpulan dan rekomendasi Pansus Century.

Menurut GIB, nama yang layak disebut antara lain Boediono dan Sri Mulyani, serta mereka yang berada di Komite Koordinasi, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta jajaran deputi gubernur senior dan sejumlah direktur Bank Indonesia.

"Kami dengan data seadanya saja bisa menunjuk itu, mestinya Pansus juga," ujar Masinton di Jakarta, Selasa 23 Februari 2010.

Aktivis GIB lainnya, Lalu Hilman, mengatakan pihaknya akan menggelar unjuk rasa untuk mengawal tuntutan tersebut.

"Rencananya 25 Februari, menurunkan seribu delapan ratus orang, dan 2 Maret, lebih besar lagi. Estimasinya tiga ribu lima ratus," ujar Lalu.

Menurut Lalu, aksi itu juga merupakan tanda penutupan pemantauan pansus. "Kami juga menggelar aksi pada awal pembentukan pansus, di akhir juga," ujarnya.

http://wap.vivanews.com/news/read/131759-gib_minta_pansus_century_sebut_nama

Sabtu, 20 Februari 2010

Pansus Century Harusnya Berani "Tunjuk Hidung"

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah seorang anggota Petisi 28, Masinton Pasaribu, mengaku heran dengan pandangan semua fraksi di DPR terkait kesimpulan yang dibacakan dalam kasus skandal bail out Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.

Masinton kepada Persda Network, Kamis (18/2/2010), menyatakan, harusnya fraksi yang sejak awal menganggap adanya pelanggaran terkait dana talangan ke Bank Century itu sudah berani "tunjuk hidung" siapa yang sebenarnya paling bertanggung jawab atas makin terungkapnya skandal bail out yang merugikan uang negara ini.

"Saya merasa aneh saja bila sebuah skandal besar yang merugikan keuangan negara Rp 6,7 triliun itu hanya diinisiatifi oleh BI, Menkeu, dan Bank Century tanpa melibatkan yang paling atas. Bagi saya, itu tidak masuk akal," kata Masinton.

Dia menegaskan, untuk apa dibentuk Pansus Angket Kasus Bank Century kalau akhirnya ada yang ingin dilindungi dengan berusaha ditutup-tutupi. Semua pelaku, kata Masinton, modusnya sudah sangat jelas, adanya dugaan aliran yang mengalir yang diindikasikan untuk keperluan biaya kampanye pasangan capres dan cawapres tertentu pada Pilpres 2009.

"Saya menduga, keberhasilan ketika itu, mem-bail out Bank Century hingga mencapai Rp 6,7 triliun, kompensasinya jabatan untuk Boediono dan Sri Mulyani sebagai Wapres dan Menteri Keuangan," tandasnya.

Petisi 28 yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) tetap akan mengawal kinerja Pansus Angket Kasus Bank Century DPR dengan cara "mengepung" DPR, membentuk rantai manusia mengelilingi Gedung DPT pada 2 hingga 4 April mendatang.

"Aksi kami ini nanti sebagai bentuk penolakan adanya kompromi politik dengan rezim pemerintahan ini. Kami akan mencegah, jangan sampai fraksi yang awalnya mendukung bahwa bail out cacat hukum malah berbalik bersikap seperti Partai Demokrat yang menyatakan bail out tidak melanggar hukum," kata Masinton.

"Kami sama sekali tidak ingin kompromi itu terjadi. Dan, tentu saja, rakyat menunggu sikap tegas partai politik, mana yang bersungguh-sungguh mengungkap skandal bail out Bank Century ini dan mana yang tidak, memilih berkompromi hanya sekadar mempertahankan kekuasaan," tegas Masinton.

Kamis, 18 Februari 2010

Aneh, Inilah Keanehan yang Tidak Dianggap Aneh

Kamis, 18 Februari 2010
11:12:46 WIB

Laporan: Teguh Santosa
Jakarta, RMOL. Aneh bila sebuah kebijakan senilai Rp 6,7 triliun tidak diketahui oleh seorang Presiden yang bertanggungjawab terhadap jalannya sebuah pemerintahan.

Lebih aneh lagi, bila keanehan ini tidak dipandang sebagai sebuah keanehan.

Mengucurkan dana talangan untuk Bank Century yang sejak berdiri sudah penuh masalah diambil oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani, sesaat setelah “bank itu ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik”.

Keputusan itu diambil dalam rapat yang digelar marathon antara malam hari 20 November hingga dinihari 21 November 2008 di kompleks Departemen Keuangan, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Keputusan KSSK itu tidak datang dengan sendiri. Ia mengikuti rekomendasi Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono yang lebih dahulu, hanya beberapa jam sebelumnya, menetapkan Bank Century sebagai “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik”. Selain menyarankan agar Bank Century ditetapkan sebagai “bank gagal berdampak sistemik” Boediono pun menyarankan agar pemerintah mengucurkan Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modal bank itu. Pada perjalanannya, hingga Juli 2009, dana yang dikucurkan membengkak hingga sepuluh kali menjadi Rp 6,7 triliun.

Ketika keputusan itu diambil, Presiden SBY sedang berada di Washington DC. Adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bertindak sebagai acting president sementara Presiden SBY berada di luar Indonesia. Tetapi sang acting president tidak menerima laporan mengenai keputusan itu sampai empat hari kemudian, tanggal 25 November 2008.

Sementara pada subuh 21 November 2008 itu, Ketua KSSK/Menkeu memilih untuk mengirimkan apa yang disebutnya sebagai laporan lewat SMS kepada Presiden SBY yang sedang berada di Washington DC.

Banyak pihak yang tidak percaya dengan anggapan bahwa Presiden SBY tidak mengetahui rencana bail out Bank Century. Juga banyak yang tidak percaya dengan anggapan bahwa Presiden SBY tidak mengetahui proses pengucuran dana talangan yang akhirnya membengkak menjadi Rp 6,7 triliun.

Kalau ia, Presiden SBY, memang tidak tahu menahu atas urusan ini, itu berarti dia telah gagal dalam memimpin pemerintahannya. Ketidaktahuannya itu telah memperlihatkan bahwa ia tidak memiliki kemampuan yang maksimal dalam mengarahkan laju roda pemerintahannya. Ia dengan sengaja atau tidak telah membiarkan pejabat-pejabat di bawahnya bekerja dengan insiatif mereka sendiri. Dan keadaan ini jelas berbahaya.

Kunci dari pertanyaan apakah Presiden SBY tahu atau tidak tentang rencana dan keputusan KSSK mengikuti rekomendasi Gubernur BI untuk mengucurkan dana talangan kepada Bank Century terletak pada pesan pendek yang dikirimkan Sri Mulyani Indrawati itu.

Soal isi SMS ini akan kita bahas dalam kesempatan berikut.

Aktivis Masinton Pasaribu adalah satu dari sekian banyak orang yang mencium keanehan di balik pandangan akhir yang disampaikan fraksi dalam rapat Pansus Centurygate kemarin (Rabu, 17/2).

"Aneh bila sebuah skandal besar yang merugikan keuangan negara hingga Rp 6,7 triliun hanya hasil dari inisiatif Gubernur BI, Menkeu, dan Bank Century, tanpa melibatkan Presiden. Nggak masuk akal ujarnya.

“Untuk apa dibentuk Pansus Centurygate kalau masih ada yang ditutup-tutupi? Semua indikasi, pelaku dan modusnya sudah jelas, bahwa bail out Bank Century dilakukan untuk keperluan biaya kampanye pemenangan pilpres SBY-Boediono tahun 2009,” sambungnya.

Dia menambahkan, posisi wapres yang diduduki Boediono dan posisi Menkeu yang tetap diduduki Sri Mulyani adalah kompensasi bagi kemampuan mereka mengorkestrasi skandal ini

Masinton juga mengatakan, dia dan teman-temannya di Gerakan Indonesia Bersih (GIB) akan mengepung gedung DPR dengan rantai manusia  pada tanggal 2 hingga 4 Maret nanti, saat DPR menggelar rapat paripurna untuk membahas rekomendasi Pansus Centurygate.

Kita tunggu aksi Masinton Cs. Sementara itu, kita sepakati dulu bahwa adalah aneh bila keanehan yang terpampang jelas di mata kita ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang aneh. [guh]

www.myrmnews.com

Rabu, 03 Februari 2010

Petisi 28: Sering Curhat, Bukti SBY Tidak Kuat

03 Pebruari 2010 | 15.53 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang aktivis yang tergabung dalam Petisi 28, Masinton Pasaribu menyesalkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kerap curhat kepada rakyat, terkait kritisi oleh para elemen massa saat menggelar aksi. Terakhir, Presiden SBY menyesalkan aksi massa pada 28 Januari lalu yang membawa kerbau dalam aksi itu. Saat aksi digelar, pada tubuh kerbau ada coretan cat berwarna putih bertuliskan "SiBuYa".

"Kami melihatnya, Presiden SBY yang selalu curhat ke publik, jelas membuktikan bahwa SBY tidak memiliki talenta kepemimpinan yang kuat. Seorang pemimpin harus mampu mengayomi, tegar dalam situasi apa pun, dan pantang mengeluh di hadapan rakyat," kata Masinton kepada Persda Network, Rabu (3/2/2010).

Ia kemudian menegaskan, sebagai seorang Presiden, SBY tidaklah dianggap pantas dan tidaklah bisa dianggap etis bila selalu curhat dan berkeluh kesah ke publik. Apalagi keluh kesah SBY, dianggapnya tidak memiliki urgensi dan relevansinya dengan persoalan kenegaraan dan kerakyatan saat ini.

"Seperti kemiskinan yang terus meluas, harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, korupsi yang merajalela, dan ancaman PHK massal pascapemberlakuan ACFTA. Bagi saya, curhat SBY salah kaprah, karena yang layak berkeluh kesah adalah rakyat karena pemerintahan SBY belum mampu menciptakan kesejahteraan untuk rakyat seperti yang dijanjikan SBY dalam kampanyenya saat pilpres 2004 dan 2009," tandas Masinton lagi.

"Kalau dalam bahasa gaulnya anak muda saat ini model curhatnya SBY dianggap sebagai 'lebay' yang berarti suka mengada-ada untuk mendapatkan perhatian," katanya lagi.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam pernyataannya kemudian meminta agar aspirasi dengan cara menggelar aksi demontrasi dilakukan dengan cara beretika dan kepatutan.

"Sebagai bagian dari ekspresi politik dan kebebasan berpendapat, demonstrasi adalah hal yang wajar, dan biasa saja. Bahkan secara sadar, itu dilindungi, diberi kesempatan dan diatur oleh undang-undang. Tetapi, demonstrasi tetap membutuhkan panduan etika," kata Anas.

"Kalau tanpa etika, demonstrasi tidak akan menjadi ekspresi demokrasi dalam sikap kritis. Justru demonstrasi yang tuna etika akan menjadi kepanjangan dari kebencian dan ketidakdewasaan. Karena itu, sebaiknya demonstrasi dijauhkan dari cara-cara yang kasar dan tanpa etika," Anas menegaskan.

Desmond J Mahesa, mantan aktivis yang kini anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Gerindra punya argumen lain terkait sikap presiden yang kerap menanggapi aksi yang dilakukan oleh beberapa elemen massa, mengkritisi kinerja pemerintah.

"Kalau hanya satu atau dua kali curhat, mungkin tak masalah. Akan tetapi, kalau tiap kali curhat, masyarakat jadi imun. SBY kan penguasa, pemimpin yang justru harus menunjukkan ketegaran dan kekuatannya. Penguasa kok malah sering curhat," sesalnya. (YAT)
http://m.kompas.com/news/read/data/2010.02.03.15534935

Selasa, 02 Februari 2010

Petisi 28: SBY Lebih Lamban Dari Kerbau

02 Februari 2010 | 13:48 | Politik
Zul Sikumbang
Jakarta - Aktivis Petisi 28 Masinton menilai kinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih lamban dari kerbau.

"Kerbau dilecut baru bekerja, tapi SBY lebih lamban dari itu," kata Masinton kepada primaironline.com di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/2).

Aksi demo tanggal 28 Januari lalu, ketika para demonstran dalam aksinya membawa kerbau, juga menjadi bahasan dalam pertemuan Presiden SBY dengan Gubernur se-Indonesia di Istana Cipanas.

Menurut Masinton, para demonstran yang membawa kerbau merupakan ungkapan atau ekspresi masyarakat atas keadaan yang terjadi sekarang.

Disebutkannya, kerbau bekerja sangat lamban, tidak peka dan tidak tanggap dengan situasi dan kondisi yang ada. "Seharusnya SBY membahas masalah kesejahteraan rakyat, ACFTA, masalah kebutuhan pokok, tenaga kerja. Tidak membahas masalah-masalah yang tidak substantif," kata Masinton.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perkembangan sejumlah aksi demonstrasi yang dinilai tidak patut selama ini dibahas dalam kelompok kerja yang membahas reformasi birokrasi,penegakan hukum, demokrasi, dan keamanan. Salah satu yang dipersoalkan adalah aksi teatrikal yang menampilkan binatang kerbau dalam aksi 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono itu.

"Ada yang bawa kerbau, (diumpamakan) SBY badannya besar, malas dan bodoh seperti kerbau, dibawa itu, apa ya itu unjuk rasa sebagai ekspresi kebebasan, lantas foto diinjak-injak, dibakar-bakar di mana-mana di daerah, akan dibahas, dengan pikiran yang jernih, menyelamatkan demokrasi kita, menyelamatkan budaya kita, menyelamatkan peradaban bangsa," ungkap SBY saat membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di Istana Cipanas, Cianjur, Selasa siang. (new)
http://www.primaironline.com/berita/detail.php?catid=Politik&artid=petisi-28-sby-lebih-lambat-daripada-kerbau