10 Nopember 2009 | 15:08 wib | Nasional
Repdem Tuntut DPR Serius Tuntaskan Skandal Century
Jakarta, CyberNews. Sekitar 100 pemuda yang tergabung dalam Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) DKI Jakarta menggelar unjuk rasa di depan pintu masuk Gedung DPR/MPR di Senayan Jakarta, Selasa (10/11), menuntut DPR bersungguh-sungguh menuntaskan skandal Bank Century.
Dalam aksi unjuk rasa yang dijaga ketat sejumlah aparat keamanan tersebut, Ketua Repdem Masinton Pasaribu menegaskan bahwa tujuan mereka berunjuk rasa adalah mendesak DPR segera membentuk panitia khusus hak angket untuk memeriksa dan menyelidiki kasus korupsi dana talangan untuk Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.
"Praktek dan prilaku korupsi telah memiskinkan rakyat Indonesia dan karenanya pemberantasan korupsi mutlak dilakukan dengan sesegera mungkin," ujarnya.
Kasus dana talangan untuk Bank Century yang mencapai Rp 6,7 triliun, dinilai para pengunjuk rasa tersebut sebagai korupsi terbesar dalam era reformasi. Padahal, pemerintahan saat ini selalu menjanjikan kepada rakyat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
Karena itu, kata Masinton, Presiden Yudhoyono perlu membuktikan komitmennya dengan tindakan nyata dan harus mendorong KPK melakukan pemeriksaan terhadap para pejabat yang diduga kuat terlibat kasus korupsi Bank Century tersebut.
Disaat yang sama, KPK juga harus segera bergerak memeriksa dan menangkap mereka yang diduga ikut berperan dalam kasus itu tanpa pandang bulu.
Pada bagian lain, para pengunjuk rasa juga menyatakan penentangannya terhadap berbagai upaya melemahkan KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi. "Pelemahan KPK sangat nyata dilakukan secara sistematis, khususnya melalui institusi negara yang berada langsung dibawah kendali presiden, seperti kepolisian dan kejaksaan," kata Masinton.
Masinton mensinyalir sistematisasi pelemahan terhadap KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi di Indonesia serta dimandulkannya hasil audit investigasi BPK merupakan bagian dari upaya mengalihkan penyelidikan kasus Bank Century saat ini. ( Ant / CN13 )
Wapres Boediono Didesak Mundur
JAKARTA, (PR).-
Petisi 28 mendesak Wakil Presiden yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dinonaktifkan. Desakan itu sebagai respons keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas kasus Bank Century dan penanganan hukum pimpinan KPK Bibit dan Chandra, yang dinilai normatif dan tidak konkret.
"Prinsip kami, (kasus itu) adalah penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang dilakukan pemerintah, yaitu Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (Boediono). Jadi, langkah awal kami (mendesak) nonaktifkan mereka," kata anggota Petisi 28 Haris Rusly Moti, saat mendatangi Fraksi Hanura di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (24/11).
Petisi 28 terdiri dari 28 aktivis LSM dan akademisi. Mereka antara lain Haris Rusly Moti, Boni Hargens, Agus Jabo Priyono, Masinton Pasaribu, Danang Widoyoko, Deni Daruri, Adhi Massardi, Ray Rangkuti, dan beberapa lainnya.
Selain meminta kedua pejabat itu dinonaktifkan, Petisi 28 meminta agar SBY juga diperiksa, karena tidak mungkin Sri Mulyani dan Boediono menggelontorkan Rp 6,7 triliun tanpa sepengetahuan Presiden.
"Kami menangkap kesan SBY cuci tangan, seolah tangannya bersih dan menyerahkan tanggung jawab ke Boediono dan Sri Mulyani," kata Haris Rusly, eksponen 1998 ini.
Terkait angket Century, Petisi 28 juga menaruh curiga terhadap Fraksi Demokrat karena selama ini mereka menolak angket. Akan tetapi, setelah pidato SBY, Fraksi Demokrat berbalik jadi mendukung hak angket.
"Tapi kami tetap mencurigai Demokrat, karena mungkin saja dukungannya disertai niat untuk mengaborsi hak angket," ujar Haris Rusly.
Sementara itu, Fraksi Hanura sepakat dengan Petisi 28 dan mendukung angket Bank Century. "Kami tidak punya beban dan kami tidak punya dosa terhadap demokrasi," kata anggota Fraksi Hanura Akbar Faizal.
http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2009/11/10/39802
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=112295
Tidak ada komentar:
Posting Komentar