03 Pebruari 2010 | 15.53 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang aktivis yang tergabung dalam Petisi 28, Masinton Pasaribu menyesalkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kerap curhat kepada rakyat, terkait kritisi oleh para elemen massa saat menggelar aksi. Terakhir, Presiden SBY menyesalkan aksi massa pada 28 Januari lalu yang membawa kerbau dalam aksi itu. Saat aksi digelar, pada tubuh kerbau ada coretan cat berwarna putih bertuliskan "SiBuYa".
"Kami melihatnya, Presiden SBY yang selalu curhat ke publik, jelas membuktikan bahwa SBY tidak memiliki talenta kepemimpinan yang kuat. Seorang pemimpin harus mampu mengayomi, tegar dalam situasi apa pun, dan pantang mengeluh di hadapan rakyat," kata Masinton kepada Persda Network, Rabu (3/2/2010).
Ia kemudian menegaskan, sebagai seorang Presiden, SBY tidaklah dianggap pantas dan tidaklah bisa dianggap etis bila selalu curhat dan berkeluh kesah ke publik. Apalagi keluh kesah SBY, dianggapnya tidak memiliki urgensi dan relevansinya dengan persoalan kenegaraan dan kerakyatan saat ini.
"Seperti kemiskinan yang terus meluas, harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, korupsi yang merajalela, dan ancaman PHK massal pascapemberlakuan ACFTA. Bagi saya, curhat SBY salah kaprah, karena yang layak berkeluh kesah adalah rakyat karena pemerintahan SBY belum mampu menciptakan kesejahteraan untuk rakyat seperti yang dijanjikan SBY dalam kampanyenya saat pilpres 2004 dan 2009," tandas Masinton lagi.
"Kalau dalam bahasa gaulnya anak muda saat ini model curhatnya SBY dianggap sebagai 'lebay' yang berarti suka mengada-ada untuk mendapatkan perhatian," katanya lagi.
Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam pernyataannya kemudian meminta agar aspirasi dengan cara menggelar aksi demontrasi dilakukan dengan cara beretika dan kepatutan.
"Sebagai bagian dari ekspresi politik dan kebebasan berpendapat, demonstrasi adalah hal yang wajar, dan biasa saja. Bahkan secara sadar, itu dilindungi, diberi kesempatan dan diatur oleh undang-undang. Tetapi, demonstrasi tetap membutuhkan panduan etika," kata Anas.
"Kalau tanpa etika, demonstrasi tidak akan menjadi ekspresi demokrasi dalam sikap kritis. Justru demonstrasi yang tuna etika akan menjadi kepanjangan dari kebencian dan ketidakdewasaan. Karena itu, sebaiknya demonstrasi dijauhkan dari cara-cara yang kasar dan tanpa etika," Anas menegaskan.
Desmond J Mahesa, mantan aktivis yang kini anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Gerindra punya argumen lain terkait sikap presiden yang kerap menanggapi aksi yang dilakukan oleh beberapa elemen massa, mengkritisi kinerja pemerintah.
"Kalau hanya satu atau dua kali curhat, mungkin tak masalah. Akan tetapi, kalau tiap kali curhat, masyarakat jadi imun. SBY kan penguasa, pemimpin yang justru harus menunjukkan ketegaran dan kekuatannya. Penguasa kok malah sering curhat," sesalnya. (YAT)
http://m.kompas.com/news/read/data/2010.02.03.15534935
Tidak ada komentar:
Posting Komentar