Senin, 15 Maret 2010

KPK Jadi Alat Penguasa Jangan Mengabaikan Kepercayaan Publik


Senin, 15 Maret 2010

[Suara-Pembaruan, JAKARTA] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sudah dibela habis-habisan oleh rakyat dalam kasus cicak versus buaya, harus membayar dukungan itu dengan mempercepat proses pengusutan kasus Bank Century.

KPK juga harus berani meningkatkan status hukum kasus tersebut ke tingkat penyidikan, dan memanggil Boediono dan Sri Mulyani. Jika tidak, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, yang sudah dibela habis-habisan oleh rakyat, lebih baik mengundurkan diri saja.

Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho kepada SP di Jakarta, Senin (15/3), mengatakan, saat ini, masyarakat masih percaya kepada KPK. Karena itu, pimpinan KPK jangan sia-siakan kepercayaan publik tersebut. “Peningkatan status hukum pengusutan kasus Bank Century akan mematahkan tudingan bahwa KPK sudah dijadikan alat penguasa, untuk menyeret politisi-politisi dari lawan-lawan pemerintah yang kini tersangkut kasus korupsi,” katanya.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Masinton Pasaribu di Jakarta, Senin, mengatakan, KPK menjadi pusat perhatian setelah Pansus Hak Angket DPR tentang Bank Century menyatakan kasus tersebut diselesaikan melalui proses hukum. Tetapi sayang, lembaga hukum independen itu, bekerja sangat lamban, dan tidak memprioritaskan penyelesaian kasus Century.

Tindakan KPK yang mengutamakan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Gultom, mengindikasikan telah terjadi tebang pilih, dan hukum dijadikan instrumen kekuasaan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Indikasi tebang pilih lainnya adalah tenggelamnya kasus yang melibatkan orang- orang di lingkaran Istana, seperti kasus hibah kereta api yang melibatkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, kasus Johnny Allen, dan Siti Fadilah Supari.

PPP Konsisten

Mengenai rencana pemanggilan kader PPP, Sekretaris FPPP, M Romahurmuziy mengatakan, partai ataupun fraksinya sama sekali tak merasa tertekan dengan kasus-kasus yang melibatkan kader partainya, yang kini sedang ditangani KPK. Kasus-kasus hukum yang melibatkan politisi partainya, juga tak akan mungkin dijadikan barter dengan pengusutan skandal Bank Century.

FPPP tetap konsisten mendukung keputusan yang menyatakan ada kesalahan dalam kebijakan Bank Century, dan keputusan itu sudah menjadi keputusan Sidang Paripurna DPR, yang telanjur diketahui publik. “Jadi, tak mungkin lagi kasus-kasus hukum para politisi di KPK dijadikan sebagai alat penekan bagi PPP, sudah terlambat,” kata Wakil Sekjen DPP PPP tersebut.

Romy mengakui, membongkar kasus Bank Century sama dengan membangunkan macan tidur. Macan itu sekarang sedang mengamuk dan marah, karena merasa terganggu ketenangannya. Tapi, kasus Century terlanjur muncul, dan sulit meredamnya. “Partai-partai sudah terlanjur bersikap, dan sikap tersebut dipertanggungjawabkan kepada publik. Jadi sudah sulit berubah,” katanya.

Tekanan Pemerintah

Sementara itu, PDI-P menghormati proses hukum terkait kasus aliran dana pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Kasus itu menyeret 19 anggota Fraksi PDI-P. “Kita hargai proses hukum dalam kasus Miranda. Tetapi, harapan kami ini berjalan untuk penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi, bukan karena intervensi pemerintah atau kekuasaan,” kata anggota FPDI-P, Eva Kusuma Sundari.

Meski tidak ingin berprasangka, namun Eva menilai, pengungkapan kasus tersebut merupakan bentuk tekanan pemerintah terhadap PDI-P, terkait kekritisan partai tersebut dalam pengungkapan kasus Bank Century. Hal itu terbukti dari data ICW, yang mengungkapkan adanya upaya menekan partai-partai kritis dalam Pansus Century, antara lain Golkar, PDI-P, dan PPP.

Sementara itu, Emerson menyayangkan rencana DPR memangkas anggaran KPK. Itu sama artinya dengan arogansi dan intervensi DPR dan upaya menyandera KPK. “Kita minta DPR tidak arogan, dan tidak coba-coba menghambat pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Daripada DPR menyandera anggaran KPK, lebih baik mereka mengerjakan tugasnya untuk menyelesaikan kasus Century hingga ke tingkat Hak Menyatakan Pendapat, dan pengajuan ke MK,” katanya.

Sebaliknya, Koordinator Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar justru menilai, wacana pemotongan anggaran belum menjadi ancaman. Sebab, penetapan anggaran dilakukan DPR bersama pemerintah.

Dia mengakui, potensial terjadi barter kasus antara DPR dan KPK. Oleh karena itu, menurutnya, KPK harus membuktikan dengan konsisten mengusut kasus Bank Century dan dugaan suap Miranda Goeltom.

Menanggapi ancaman tersebut Juru Bicara KPK Johan Budi mengakui, DPR mempunyai kewenangan untuk menyetujui dan menolak anggaran KPK. Namun, apa itu apakah pernyataan resmi DPR atau orang per orang masih belum jelas.

Namun Johan menegaskan, pihaknya sangat serius dalam mengusut kasus Century dan proses penyelidikannya masih berlangsung. Dia menambahkan, KPK selalu siap memberi penjelasan perkembangan penanganan kasus Century kepada DPR. [NOV/J-9/J-11/M-17]

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=14572

Tidak ada komentar: