Rabu, 27 Mei 2009

Evo Morales & Bolivia

Evo Morales
Juan Evo Morales Ayma



--------------------------------------------------------------------------------

Presiden Bolivia ke-80
Masa jabatan
22 Januari 2006 – Sekarang
Wakil Presiden Álvaro García Linera
Pendahulu Eduardo Rodríguez
Pengganti Sedang Menjabat

--------------------------------------------------------------------------------

Lahir 26 Oktober 1959 (umur 49)
Orinoca, Oruro, Bolivia
Kebangsaan Bolivia
Partai politik Movimiento al Socialismo (MAS)
Agama Katholik Roma[1] / Indigenous religions
Juan Evo Morales Ayma (lahir di Orinoca, Oruro, Bolivia, 26 Oktober 1959; umur 49 tahun), yang populer dikenal dengan nama Evo (IPA: [ˈeβ̞o]) adalah Presiden Bolivia dan menjadi orang pribumi pertama untuk jabatan kepala negara sejak penjajahan Spanyol lebih dari 470 tahun yang lalu.[2][3][4][5] Klaim ini menyebabkan kontroversi,[6] karena ada para presiden mestizo sebelumnya.[7]

Morales adalah seorang sosialis dan berasal dari suku Indian (Aymara) dan dilantik menjadi presiden pada tanggal 22 Januari 2006.

Morales adalah pemimpin sayap kiri gerakan cocalero Bolivia– sebuah federasi kendur dari campesino penanam daun koka yang melawan upaya-upaya pemerintah Amerika Serikat untuk membasmi koka di Provinsi Chapare di Bolivia tenggara. Morales juga adalah pemimpin partai politik Gerakan untuk Sosialisme (Movimiento al Socialismo, dengan singkatannya dalam bahasa Spanyol MAS, yang berarti "lebih"), yang terlibat dalam Perang Gas, bersama-sama dengan banyak kelompok lainnya, yang biasanya dirujuk sebagai "gerakan sosial".

Pada pemilihan presiden 2002, Morales menempati tempat kedua, suatu kejutan yang mengecewakan bagi partai-partai tradisional Bolivia. Hal ini langsung membuat sang aktivis pribumi ini terkenal di seluruh benua Amerika. Morales menyebutkan bahwa kemenangan yang hampir diperolehnya itu sebagian disebabkan oleh komentar-komentar membakar yang ditujukan kepadanya oleh duta besar AS di Bolivia Manuel Rocha, dan menyebutkan bahwa mereka menolong "membangkitkan hati nurani rakyat". Morales akhirnya terpilih sebagai presiden dalam pemilihan 2005, setelah beberapa krisis yang disebabkan oleh masalah industri gas.

[sunting] Karier politik
Ketika ia melihat bahwa perjuangan sosial di kalangan petani-petani koka ini perlu ditingkatkan menjadi gerakan politik, maka partai yang bernama MAS yang dipimpin Evo Morales menjadi kekuatan politik yang terbesar dan terkuat di Bolivia. Melalui kampanyenya yang terang-terangan mengutuk kejahatan-kejahatan perusahaan-perusahaan multinasional, mengkritik praktek-praktek neoliberalisme dan globalisasi yang dilakukan oleh IMF, Bank Dunia, dan WTO, Evo Morales juga banyak bicara tentang pentingnya negara Bolivia mengkontrol pengelolaan gas bumi, yang merupakan cadangan besar sekali di benua Amerika Latin. Morales juga mengatakan bahwa ia tidak menyukai kapitalisme. Sejarah penjajahan Spanyol di Bolivia menunjukkan bahwa penjarahan besar-besaran kekayaan bumi Bolivia yang berupa timah hanya untuk kekayaan kapitalis-kapitalis Spanyol, sedangkan orang-orang dari suku Indian, yang merupakan mayoritas penduduk, tidak mendapat apa-apa atau sedikit sekali.

Pada masa reformasi ekonomi di tahun 1990-an, para mantan petambang mulai juga menanam koka dan ikut menyumbang perekonomian Bolivia yang kian meningkat dalam produksi dan penyelundupan narkoba internasional. Hal ini menjadi tersendat dan tidak lancar ketika pemerintahan Presiden Hugo Banzer mengupayakan penghapusan narkoba yang didukung Amerika Serikat pada pertengahan 1990-an. Mulai saat itu muncul berbagai ketegangan disertai banyak bentrokan dan protes.

Sebagai pemimpin para cocaleros, Morales terpilih menjadi anggota Kongres Bolivia pada 1997. Ia mewakili provinsi Chapare dan Carrasco de Cochabamba dengan 70% suara di distrik itu. Ini merupakan jumlah terbanyak di antara 68 anggota parlemen yang terpilih langsung dalam pemilu tersebut.


[sunting] Kelahiran dan keluarga
Morales lahir di Orinco, sebuah kota pertambangan di Wilayah Oruro, di Altiplano (daerah Dataran Tinggi) Bolivia. Seperti banyak penduduk asli di Dataran Tinggi, keluarganya pindah ke dataran rendah di Bolivia timur pada awal tahun 1980-an. Keluarganya menetap di Chapare. Di sana mereka menjadi petani, termasuk menanam pohon koka, bahan mentah yang dibutuhkan untuk menghasilkan kokain.


[sunting] Pemilu 2002

Morales (kanan) dengan José Bové pada tahun 2002.
[sunting] Pemecatan dari anggota Kongres
Pada Januari 2002, ia dipecat dari kursinya di Kongres karena tuduhan terorisme yang berkaitan dengan berbagai kerusuhan. Demonstran menentang penghapusan penanaman koka di Sacaba pada bulan itu. Empat petani koka, tiga tentara dan seorang perwira polisi terbunuh. Tetapi, ada yang menyebutkan pemecatannya dikarenakan bermacam tekanan berat dari kedutaan besar Amerika Serikat yang menuntut agar ia disingkirkan dari pemerintahan.


[sunting] Pencalonan menjadi presiden
Ia mengumumkan pencalonannya kembali dalam pemilu presiden 2002 dan kongres yang diadakan pada 27 Juni 2002. Kongres sempat menyatakan bahwa pemecatannya tidak konstitusional pada bulan Maret. Tetapi, ia tidak menuntut kembali kursinya di Kongres hingga Kongres yang baru disumpah pada 4 Agustus 2002. Meskipun MAS hanya mengumpulkan 4% suara di dalam proses jajak pendapat umum, namun partai ini mampu menggunakan sumber-sumbernya yang terbatas untuk mengadakan kampanye yang imajinatif dan menarik banyak perhatian.

Partai ini meninggalkan taktik-taktik kampanye tradisional dengan membagi-bagikan T-shirt, topi bisbol, kalender, dan cendera mata politik lainnya. Sebuah iklan televisi menggambarkan seorang pelayan Bolivia dari suku Indian asli mengimbau massa agar memberikan suaranya sesuai dengan hati nurani, bukan seperti apa yang diperintahkan oleh majikan atau boss. MAS mengembalikan uang bantuan dari pemerintah sekitar US$ 200.000 yang diberikan kepada setiap partai politik.

Selain memanfaatkan ketidaksenangan rakyat terhadap kehadiran Amerika Serikat dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Bolivia (Manuel Rocha) khususnya, MAS juga membagikan poster dengan foto Morales yang besar di tengah. Di atasnya tertulis: "Bangsa Bolivia: Anda yang Memutuskan. Siapa yang Berkuasa, Rocha atau Suara Rakyat?" dengan huruf-huruf yang besar-besar. Poster itu mempunyai dampak yang sangat besar. Ratusan ribu poster dicetak.

Tak seorangpun dari kandidat partai politik arus utama Bolivia yang mau berdebat dengan Morales. Mereka mengejek MAS sebagai "partai gurem." Ia pun mengatakan bahwa tidak berminat berdebat dengan mereka. "Orang yang ingin saya ajak berdebat adalah Duta Besar Rocha — saya lebih suka berdebat dengan sang pemilik sirkus, bukan dengan badut-badutnya," tandasnya kepada media.

Dalam sebuah pidato yang disampaikan di hadapan Presiden Jorgue Quiroga, Rocha berkata, "Saya ingin mengingatkan para pemilih Bolivia bahwa bila Anda memilih mereka yang ingin menjadikan Bolivia negara pengekspor kokain utama lagi, hal ini akan mengancam bantuan Amerika Serikat di masa depan untuk Bolivia."[8] Khususnya mereka yang hidup di wilayah-wilayah Altiplano yang umumnya adalah masyarakat bumiputra tetap berbondong-bondong memilih MAS. Rakyat Bolivia memberikannya 20.94% suara. Selisih ini hanya beberapa angka di bawah total suara yang diperoleh partai yang menang. Setelah itu, Morales berkata, "Setiap pernyataan yang dibuat Rocha untuk melawan kita justru telah menolong kita berkembang dan membangkitkan hati nurani rakyat."


[sunting] Menjadi oposisi kuat di Kongres
Karena menolak berkompromi, bahkan sebagian orang menganggapnya bersikap ekstrem, Morales dan MAS tidak diikutsertakan dalam koalisi pemerintahan. Koalisi akhirnya menentukan Gonzalo Sánchez de Lozada) sebagai presiden. Sehingga, MAS di bawah pimpinan Morales masuk ke Kongres sebagai partai oposisi yang kuat.

Evo Morales dan MAS memang tidak mempunyai program yang jelas, tetapi jelas siapa yang ditentangnya. Ia seorang orator yang pandai membakar semangat. Namun proposal alternatifnya kurang begitu jelas. Betapapun juga, Morales tidak melihat banyak harapan dari pemerintahan. Ia menganggap pemerintah mudah dikorupsi dari dalam dan dimaniplasi dari luar oleh kepentingan-kepentingan asing. Baginya, yang paling dibutuhkan kaum campesinos Bolivia yang miskin adalah otonomi, kesempatan yang sama, dan akses kepada tanah.

Sebagai jawaban terhadap pembunuhan terhadap tujuh orang pengunjuk rasa oleh Angkatan Bersenjata pada waktu Perang Gas Bolivia, Serikat Buruh Bolivia (COB) menyerukan pemogokan umum tanpa batas pada 29 September 2003. Morales dan MAS menolak ikut serta. Mereka lebih memusatkan perhatian dalam upaya merebut kekuasaan dalam pemilu wilayah 2004. Dalam pemilu 2002, ia mendorong rakyat memberikan suaranya untuk MAS. Komentar-komentarnya yang tajam dari duta besar Amerika Serikat membuatnya meraih posisi kedua. Tentu ini merupakan sebuah kejutan bagi partai-partai tradisional. Morales hampir saja terpilih menjadi presiden. Peristiwa unik demikian tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini membuat sang aktivis masyarakat pribumi itu langsung menjadi selebiriti di benua Amerika Selatan.


[sunting] Pemilu 2005

[sunting] Percepatan pemilu
Morales terlibat dalam mengorganisasi protes-protes yang berlanjut di ibu kota pada Juni 2005. Karena tekanan, akhirnya memaksa Presiden Carlos Mesa mengundurkan diri. Sebagai akibat dari rasa ketidakpuasan yang kian meningkat dan kegelisahan rakyat, Kongres Bolivia dan Presiden Konstitusional Eduardo Rodriguez memutuskan mempercepat pemilu dari 2007 ke Desember 2005.

Carlos Mesa yang terpilih sebagai Wakil Presiden dan melayani di bawah pemerintahan Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada mundur dua kali meskipun yang pertama ditolak Kongres. Ia menjadi presiden ketika Sanchez de Lozada dipaksa mengundurkan diri pada 2003. Kedua peristiwa kebangkitan rakyat ini disebabkan terutama karena kepemimpinan Morales, khususnya setelah hampir selama setahun secara tidak resmi ia ikut serta sebagai sekutu dalam pemerintahan Presiden Mesa.

Dalam sebuah pertemuan para petani yang merayakan hari jadi ke-10 MAS pada Maret 2005, Morales menyatakan bahwa "MAS siap memerintah Bolivia," karena partai ini telah "mengkonsolidasikan posisinya sebagai kekuatan politik [utama] di negeri ini." Namun demikian, ia mengakui bahwa "masalahnya bukan lagi memenangkan pemilu, tetapi bagaimana memerintah negara ini."[9]

Pengumpulan pendapat awal telah menempatkan Morales dan Gerakan Menuju Sosialisme dalam kedudukan seimbang dengan dua tokoh lainnya, yaitu pemimpin sayap tengah dan kanan serta pemimpin mayoritas perkotaan, Jorge Quiroga dan Samuel Doria Medina, dengan sedikit saja angka perbedaan. Semua ini menunjukkan betapa sulitnya menerka hasil pemilu presiden Bolivia 2005 ini.

Pada 21 Agustus 2005, Morales telah memilih pendampingnya untuk pemilu presiden Desember 2005, seorang ideolog sayap kiri, sosiolog, matematikawan, dan analis politik, Alvaro García Linera, yang berjuang berdampingan dengan Felipe Quispe sebagai bagian dari Ejercito Guerrillero Tupac Katari (EGTK).

Pada 4 Desember 2005, Morales terus-menerus unggul di berbagai poling dengan sekitar 32% suara. Ada lebih dari 100.000 hakim pemilu yang telah disumpah sementara negara ini mempersiapkan diri untuk mengadakan pemilu pada 18 Desember 2005. Kandidat yang kedua, 'Tuto' Quiroga, dari Partai PODEMOS, mendapatkan sekitar 27% suara, sementara Samuel Doria Medina hanya memperoleh kurang dari 15% suara. Semua partai ini menjanjikan solidaritas nasional, nasionalisasi (dalam berbagai tingkatannya) terhadap hidro-karbon, dan kekayaan rakyat.


[sunting] Memenangkan pemilu presiden
Evo Morales muncul sebagai pemenang dalam pemilihan presiden Bolivia. Hasil penghitungan suara secara acak dari mereka yang selesai memberikan suaranya (exit poll) menunjukkan bahwa Morales telah melampaui batas minimum 50% suara yang dibutuhkan. Sebelumnya exit poll memperlihatkan bahwa ia telah merebut 42%-45% suara, jauh di atas bekas presiden Jorge Quiroga. Quiroga sendiri telah mengakui kekalahannya dan menyampaikan ucapan selamat kepada Morales.

Dalam pemilu hari Minggu itu, Bolivia juga memilih parlemen atau Kongres yang baru serta gubernur. Menurut undang-undang pemilu Bolivia, bila tak seorangpun kandidat memperoleh jumlah minimum suara 50%, maka pemilu tidak akan dilanjutkan dengan putaran kedua, melainkan keputusan akan diambil oleh Kongres.

Pada 21 Desember 2005, komisi pemilu mengumumkan bahwa Morales telah dipastikan menjadi pemenang pemilu. Ia mendapatkan 54,3 persen suara dengan 93 persen suara yang telah dihitung, menurut hasil resmi. Kemenangannya memperlihatkan dukungan rakyat lebih besar dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya sejak demokrasi dipulihkan di negara itu dua dekade lalu. Setelah terpilih, dia menyatakan akan memotong setengah gajinya untuk kepentingan perluasan lapangan kerja.

Pemerintahan Morales telah mendapat ucapan selamat dan dukungan politik dari semua presiden di wilayah itu, serta sejumlah pemimpin Eropa serta presiden AS, George W. Bush.


[sunting] Ideologi
Morales menguraikan kekuatan pendorong di belakang MAS,

“ Musuh paling jahat dari umat manusia adalah kapitalisme. Itulah yang mendorong pemberontakan seperti yang kita alami, pemberontakan melawan sebuah sistem, melawan sebuah model neo-liberal, yang merupakan representasi dari kapitalisme yang buas. Bila seluruh dunia tidak mengakui realitas ini, bahwa negara-negara nasional tidak memberikan bahkan yang paling minimal kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan gizi untuk rakyat, maka setiap hari hak-hak manusia yang paling asasi sedang dilanggar. ”

Ia pun pernah menyatakan,

“ ...prinsip-prinsip ideologis dari organisasi, anti-imperialis dan berlawanan dengan neo-liberalisme, jelas dan teguh, tetapi anggota-anggotanya masih harus mengubahnya menjadi realitas yang berprogram.[10] ”

Morales menyebutkan pentingnya pembentukan sebuah Dewan Konstituante untuk mentransformasikan negara Bolivia. Ia pun mengusulkan dibentuknya sebuah undang-undang hidro-karbon yang baru untuk menjamin 50% hasilnya untuk Bolivia, meskipun MAS juga telah menunjukkan minatnya untuk melakukan nasionalisasi total atas industri gas dan minyak Bolivia.

Morales pernah mengungkapkan rasa kagumnya terhadap aktivis pribumi Guatemala, Rigoberta Menchu Tum, dan Fidel Castro. Ia kagum terhadap Castro karena perlawanannya terhadap AS. Morales juga percaya bahwa masalah kokain harus dipecahkan pada sisi konsumsinya, bukan dengan mengatur tanaman koka, yang sudah legal di daerah-daerah tertentu di Bolivia.

Ideologi Morales tentang narkoba dapat diringkas dalam kata-kata "daun koka bukanlah narkoba". Kenyataannya, mengunyah daun koka telah menjadi tradisi bagi masyarakat setempat (Aymara dan Quechua) dan pengaruh obatnya tidak sekuat kafein yang terdapat di dalam kopi, namun bagi banyak rakyat Bolivia yang miskin ini dianggap sebagai satu-satunya cara untuk bekerja terus sepanjang hari -- bagi sebagian orang itu bisa berarti 15 hingga 18 jam sehari. Praktek mengunyah daun koka oleh penduduk pribumi di Bolivia sudah berlangsung lebih dari 1000 tahun dan tidak pernah menimbulkan masalah narkoba di masyarakat mereka. Itulah sebabnya Morales percaya bahwa masalah kokain harus diselesaikan pada sisi konsumsinya, bukan dengan membasmi perkebunan koka.

Pemerintahan Morales sangat berbeda pendapat dengan Amerika Serikat dalam masalah undang-undang anti narkoba dan kerja sama antara kedua negara itu, namun para pejabat dari kedua negara telah mengungkapkan keinginan untuk bekerja sama dalam membasmi perdagangan narkoba. Sean McCormack dari Departemen Luar Negeri AS memperkuat dukungan terhadap kebijakan anti narkoba Bolivia, sementara Morales menyatakan:

“ Kami akan menerapkan kebijakan nol kokain, nol perdagangan narkoba, namun bukannya nol koka.[11] ”


[sunting] Kunjungan Kenegaraan

Morales dan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da SilvaSebelum dilantik sebagai presiden, ia sudah mengadakan kunjungan internasional di negeri-negeri penting di 4 benua. Antara lain ia telah mengunjungi Spanyol, Prancis, Belgia, Afrika Selatan, Tiongkok dan Brasil, untuk bertemu dengan berbagai kepala negara dan tokoh-tokoh dunia. Ia telah bertemu dengan presiden Prancis Jacques Chirac, pimpinan Uni Eropa Javier Solana, menteri luar negeri Belanda Ben Bot, presiden Tiongkok Hu Jintao, dan presiden Lula dari Brasil.

Pers internasional banyak memberitakan tentang kunjungan kilatnya ini, termasuk keistimewaan Evo Morales mengenai pakaiannya selama pertemuan dengan berbagai tokoh terkemuka di banyak negeri itu. Sebab, dalam kunjungannya ini ia selalu memakai pakaian yang sederhana, yaitu jaket kulit atau pakaian semacam sweater yang dibuat dengan alpaca (bahan pakaian tradisional yang banyak dibuat orang-orang Indian). Begitu sederhananya, sehingga soal pakaian Evo Morales disoroti oleh sebagian media massa berbagai negeri lebih banyak daripada politiknya. Ada yang menganggap bahwa pakaiannya yang sederhana ini, bahkan tanpa memakai dasi, kurang menghormati protokol.

Pada 29 Desember 2005, Evo Morales melakukan lawatan internasional yang digambarkan oleh media Amerika Latin luar biasa [1]. Selama 2 minggu, Morales mengunjungi beberapa negeri dalam mencari dukungan politik dan ekonomi untuk agendanya dalam transformasi Bolivia. Konon lawatan ini menjadi gebrakan tradisi selama beberapa dasawarsa di mana tujuan internasional pertama oleh presiden terpilih Bolivia adalah AS.


[sunting] Garis waktu perjalanan keliling dunia Morales
30 Desember 2005: Evo Morales berkunjung ke Kuba setelah merayakan kemenangannya di kotanya Orinoca. Di Havana Morales disambut dengan karpet merah dan mendapatkan kehormatan lengkap dari Presiden Fidel Castro. Morales menandatangani perjanjian kerja sama antara Bolivia dan Kuba yang berisi janji Kuba untuk membantu Bolivia dalam masalah-masalah seperti kesehatan dan pendidikan. Dalam pidatonya Morales menggambarkan Castro dan Chávez sebagai “kamerad dalam perjuangan pembebasan benua Amerika dan dunia”.[12]
3 Januari 2006: Bertemu dengan Hugo Chávez di Caracas. Chávez menawarkan Bolivia 150 000 barel minyak solar per bulan untuk menggantikan impor dari negara-negara lain. Sebagai gantinya, Bolivia akan membayar Venezuela dengan hasil pertanian dari Bolivia.[13]
4 Januari 2006: Perdana Menteri Spanyol José Luis Rodríguez Zapatero menerima Morales di Istana La Moncloa. Zapatero mengumumkan penghapusan utang Bolivia kepada Spanyol sebesar 120 juta euro.
5 Januari 2006: Raja Juan Carlos menerima Morales di istananya di La Zarzuela. Media Spanyol mengkritik Morales karena berpakaian tidak formal, dengan hanya mengenakan sweater yang terbuat dari wol alpaca dengan motif Amerindian dan warna-warna dalam pertemuannya dengan raja.[14] Pada saat yang sama José María Aznar mengumumkan bahwa ia akan menggunakan organisasi pengumpulan dana pribadinya untuk melawan Castro, Morales dan Chávez.[15]
6 Januari 2006: Bertemu dengan Presiden Perancis Jacques Chirac di Paris. Chirac menjanjikan bantuan ekonomi dan politik sejauh investasi Perancis di Bolivia dilindungi.[16] Pada hari yang sama ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot yang menjanjikan bantuan sebesar €15 juta per tahun.
7 Januari 2006: Bertemu dengan Javier Solana di Brussels yang juga menjanjikan dukungan ekonomi untuk Bolivia sebagai ganti perlindungan untuk investasi-investasi Eropa di Bolivia.[17]
9 Januari 2006: Bertemu dengan Hu Jintao dan Menteri Perdagangan Tiongkok Bo Xilai. Morales mengundang pengusaha dan pemerintah Tiongkok untuk menanam modal di proyek-proyek eksplorasi dan eksploitasi gas alam dan ikut serta dalam pembangunan pengilangan gas di Bolivia.[18]
10 Januari 2006: Morales diterima di Pretoria oleh Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Morales membandingkan kunjungan bangsa Afrika Hitam di masa Apartheid dengan kunjungan bangsa-bangsa Amerindian di benua Amerika.[19]
11 Januari 2006: Bertemu dengan uskup agung Desmond Tutu yang melukiskannya sebagai manusia yang ‘sangat rendah hati dan hangat’, serta dengan bekas presiden F.W. de Klerk.[20]
13 Januari 2006: Berkunjung ke Brasil dan bertemu dengan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva dan menggambarkannya sebagai "kamerad dan saudara." Morales dan Lula sepakat bekerja sama dalam program mengakhiri kemiskinan.[21]

Tidak ada komentar: