Masinton Pasaribu, SH Anggota Komisi III DPR-RI Fraksi PDI Perjuangan Dapil: DKI Jakarta II
Senin, 13 Desember 2010
Rabu, 01 Desember 2010
Petisi 28 Benarkan Sikap Bambang Tolak Tawaran Presiden
Tribunnews.com - Sabtu, 27 November 2010 20:14 WIB
Laporan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Petisi 28 menyambut baik sikap tegas Bambang Widjojanto yang menolak tawaran Presiden SBY untuk mau menjadi Ketua Komisi Kejaksaan. Penolakan ini dianggap, sikap Bambang Widjojanto ragu terhadap pemerintah punya komitmen dalam memberantas korupsi.
"Penolakan Bambang atas tawaran SBY di Komisi Kejaksaan ini bukti, sudah merosotnya wibawa kekuasaan presiden SBY di kalangan pegiat anti korupsi. Sikap menolak ajakan SBY sangatlah tepat. Dan bukti bahwa moralitas politik yang ditunjukkan Bambang tidak bisa ditundukkan oleh iming-iming jabatan dari penguasa," kata juru bicara Petisi 28 Masinton Pasaribu, kepada Tribunnews.com, Sabtu (27/11/2010).
Sikap Bambang, kata Masinton, adalah bentuk antisipasi, kalau-kalau dimanfaatkan oleh rezim pemerintahan ini.
"Mas Bambang sangat sadar kalau dirinya akan dimanfaatkan sebagai etalase politik pencitraan SBY. Kita juga berharap agar para pejabat negara yang masih mengedepankan kejujuran dan moralitas mengikuti keteladanan sikap yang dipilih Bambang, menjauh dari kekuasaan busuk yang dibangun oleh rezim SBY-Boediono," harap Masinton. (*)
Penulis: rachmat_hidayat
Editor: widodo
Share
http://www.tribunnews.com/2010/11/27/petisi-28-benarkan-sikap-bambang-tolak-tawaran-presiden
Gelar Kepahlawanan Soeharto Dibatalkan
Sabtu, 13 November 2010 20:52 WIB
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petisi 28 menghimbau kepada pemerintahan yang akan datang pasca SBY untuk tidak mengikuti langkah pemerintahan SBY yang berencana menganugerahi gelar pahlawan kepada Soeharto. Meski memang akhirnya, membatalkan pemberian gelar tersebut karena mendapatkan penentangan dari berbagai lapisan masyarakat, korban pelanggaran HAM orba, pers, dan aktivis pro demokrasi.
"Semoga pembatalan tersebut bukan sekedar siasat atau penundaan, karena berdasarkan fakta sejarah kekejaman pemerintahan orde baru soeharto, ditambah lagi dengan adanya fakta hukum seperti TAP MPR No. XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN, yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto," kata juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu kepada tribunnews, Sabtu (13/11/2010).
Dengan masih adanya TAP MPR soal Soeharto ini, kata Masinton, makin mempertagas Soeharto memang tidak layak mendapatkan gelar pahlawan tersebut.
"Seperti yang kita ketahui bahwa beberapa elemen partai politik yang orang-orangnya masih di dominasi eks orde baru seperti Demokrat dan Golkar, bahkan PKS yang mengkalim sebagai partai reformis masih memiliki agenda tersembunyi untuk menggolkan penganugerahan gelar pahlawan terhadap Soeharto," Masinton mengingatkan.
Pengingkaran dan penyimpangan orde baru dibawah kekuasaan Jendral Soeharto terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan, Pancasila, dan UUD 45 harus dibuka secara jelas sebagai bagian dari sejarah kelam Indonesia," katanya lagi.
Keberhasilan pembangunan yang diklaim Orde Baru 32 tahun berkuasa, lanjut Masinton, tidak seberapa hasil dan capaiannya dibandingkan dengan kerusakan sistem berbangsa dan bernegara yang diwariskannya. Seperti diberikannya konsesi pertambangan strategis negara kepada asing melalui UU PMA no.1/1967, penggusuran paksa atas nama pembangunan, korupsi, bahkan pemberian BLBI ratusan triliun rupiah terhadap konglomerat hitam, dan lainnya.
"Klaim dan propaganda keberhasilan pembangunan Orde Baru Soeharto adalah semu dan membodohkan. Kegagalan pemerintahan SBY-Boediono dalam era reformasi ini yang tidak mampu menciptakan pembangunan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia semakin menguatkan propaganda loyalis Orde Baru Soeharto," tandas Masinton Pasaribu.
Penulis: rachmat_hidayat
Editor: prawiramaulana
Share
http://www.tribunnews.com/2010/11/13/petisi-28-ingatkan-pks-tentang-tap-mpr-kkn-soeharto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petisi 28 menghimbau kepada pemerintahan yang akan datang pasca SBY untuk tidak mengikuti langkah pemerintahan SBY yang berencana menganugerahi gelar pahlawan kepada Soeharto. Meski memang akhirnya, membatalkan pemberian gelar tersebut karena mendapatkan penentangan dari berbagai lapisan masyarakat, korban pelanggaran HAM orba, pers, dan aktivis pro demokrasi.
"Semoga pembatalan tersebut bukan sekedar siasat atau penundaan, karena berdasarkan fakta sejarah kekejaman pemerintahan orde baru soeharto, ditambah lagi dengan adanya fakta hukum seperti TAP MPR No. XI/1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN, yang isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto," kata juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu kepada tribunnews, Sabtu (13/11/2010).
Dengan masih adanya TAP MPR soal Soeharto ini, kata Masinton, makin mempertagas Soeharto memang tidak layak mendapatkan gelar pahlawan tersebut.
"Seperti yang kita ketahui bahwa beberapa elemen partai politik yang orang-orangnya masih di dominasi eks orde baru seperti Demokrat dan Golkar, bahkan PKS yang mengkalim sebagai partai reformis masih memiliki agenda tersembunyi untuk menggolkan penganugerahan gelar pahlawan terhadap Soeharto," Masinton mengingatkan.
Pengingkaran dan penyimpangan orde baru dibawah kekuasaan Jendral Soeharto terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan, Pancasila, dan UUD 45 harus dibuka secara jelas sebagai bagian dari sejarah kelam Indonesia," katanya lagi.
Keberhasilan pembangunan yang diklaim Orde Baru 32 tahun berkuasa, lanjut Masinton, tidak seberapa hasil dan capaiannya dibandingkan dengan kerusakan sistem berbangsa dan bernegara yang diwariskannya. Seperti diberikannya konsesi pertambangan strategis negara kepada asing melalui UU PMA no.1/1967, penggusuran paksa atas nama pembangunan, korupsi, bahkan pemberian BLBI ratusan triliun rupiah terhadap konglomerat hitam, dan lainnya.
"Klaim dan propaganda keberhasilan pembangunan Orde Baru Soeharto adalah semu dan membodohkan. Kegagalan pemerintahan SBY-Boediono dalam era reformasi ini yang tidak mampu menciptakan pembangunan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia semakin menguatkan propaganda loyalis Orde Baru Soeharto," tandas Masinton Pasaribu.
Penulis: rachmat_hidayat
Editor: prawiramaulana
Share
http://www.tribunnews.com/2010/11/13/petisi-28-ingatkan-pks-tentang-tap-mpr-kkn-soeharto
Masinton Pasaribu: JK Lebih Sigap dari SBY
BENCANA
Minggu, 07 November 2010 , 14:33:00 WIB
Laporan: Zul Hidayat Siregar
RMOL. Sebagian publik mulai gemas dengan sikap pemerintah yang lamban dalam merespons berbagai bencana yang ada di Tanah Air belakangan ini. Tak hanya lamban, manajemen pemerintah juga dianggap kacau balau.
"Manajeman penaggulangan bencana di bawah pemerintah SBY-Boediono kacau balau," ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana DPP PDI Perjuangan Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Minggu, 7/11).
Kekacaubalauan manajemen tersebut berakibat fatal dengan banyaknya korban yang meninggal dunia pada saat bencana. Begitu juga dengan banyaknya korban di pengungsian yang kelaparan dan menderita sakit. "Dan itu tidak tertanggulangi sampai hari ini. Baik di Wasior, Mentawai, maupun yang terjadi di Merapi," jelasnya.
Menurut dia, semua itu terjadi karena SBY bukan tipikal pemimpin yang bisa langsung bekerja secara cepat dalam merespons sebuah peristiwa. Bencana merupakan peristiwa luar biasa dan harus direspons dengan cara cepat dan luar biasa pula.
"Dalam situasi normal saja dia lamban dalam berbuat, apalagi dalam situasi abnormal. SBY mendatangi pengungsian itu tidak lebih dari wisata bencana. Yang dia lakukan cuman melihat-lihat tapi tidak mampu menggunakan kewenangan yang dia miliki untuk bertindak cepat. Hasilnya ya rapat dan mengimbau," urainya.
Masinton memberi contoh pada saat awan panas keluar. Tidak hanya masyarakat yang kucing-kucingan dengan wedhus gembel, tapi juga aparat. "Mestinya, aparat juga disiapkan dengan pakian yang anti dengan api," tegasnya.
Hal ini berbeda dengan Jusuf Kalla, katanya membandingkan. JK telah berbuat dengan sigap dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia. Dalam keadaan cuaca tidak bersahabat sekalipun, JK dengan menerobos dan masuk ke Mentawai.
"JK juga mengerahkan semua kekuatan PMI yang ada. Bahkan, PMI memborong roti-roti dan nasi bungkus di warung-warung untuk memberi makan kepada pengungsi," jelasnya.
Bahkan, sambung Masinton, JK tak perlu pemberitahuan untuk mendatangi korban Letusan Merapi. Tapi faktanya, JK lebih dahulu sampai ke lokasi pengungsi dibanding Presiden SBY. "Itu bisa jadi bukti kesigapan (JK dibanding SBY)," tandasnya. [zul]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=8795
Minggu, 07 November 2010 , 14:33:00 WIB
Laporan: Zul Hidayat Siregar
RMOL. Sebagian publik mulai gemas dengan sikap pemerintah yang lamban dalam merespons berbagai bencana yang ada di Tanah Air belakangan ini. Tak hanya lamban, manajemen pemerintah juga dianggap kacau balau.
"Manajeman penaggulangan bencana di bawah pemerintah SBY-Boediono kacau balau," ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana DPP PDI Perjuangan Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Minggu, 7/11).
Kekacaubalauan manajemen tersebut berakibat fatal dengan banyaknya korban yang meninggal dunia pada saat bencana. Begitu juga dengan banyaknya korban di pengungsian yang kelaparan dan menderita sakit. "Dan itu tidak tertanggulangi sampai hari ini. Baik di Wasior, Mentawai, maupun yang terjadi di Merapi," jelasnya.
Menurut dia, semua itu terjadi karena SBY bukan tipikal pemimpin yang bisa langsung bekerja secara cepat dalam merespons sebuah peristiwa. Bencana merupakan peristiwa luar biasa dan harus direspons dengan cara cepat dan luar biasa pula.
"Dalam situasi normal saja dia lamban dalam berbuat, apalagi dalam situasi abnormal. SBY mendatangi pengungsian itu tidak lebih dari wisata bencana. Yang dia lakukan cuman melihat-lihat tapi tidak mampu menggunakan kewenangan yang dia miliki untuk bertindak cepat. Hasilnya ya rapat dan mengimbau," urainya.
Masinton memberi contoh pada saat awan panas keluar. Tidak hanya masyarakat yang kucing-kucingan dengan wedhus gembel, tapi juga aparat. "Mestinya, aparat juga disiapkan dengan pakian yang anti dengan api," tegasnya.
Hal ini berbeda dengan Jusuf Kalla, katanya membandingkan. JK telah berbuat dengan sigap dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia. Dalam keadaan cuaca tidak bersahabat sekalipun, JK dengan menerobos dan masuk ke Mentawai.
"JK juga mengerahkan semua kekuatan PMI yang ada. Bahkan, PMI memborong roti-roti dan nasi bungkus di warung-warung untuk memberi makan kepada pengungsi," jelasnya.
Bahkan, sambung Masinton, JK tak perlu pemberitahuan untuk mendatangi korban Letusan Merapi. Tapi faktanya, JK lebih dahulu sampai ke lokasi pengungsi dibanding Presiden SBY. "Itu bisa jadi bukti kesigapan (JK dibanding SBY)," tandasnya. [zul]
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=8795
Mau Tahu Bedakan Demo Murni & Demo Bayaran?
Senin, 1 November 2010 - 08:35 wib
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Unjuk rasa yang lazim dilakukan kelompok orang tertentu ditinjau dari sifat tujuannya bisa terbagi atas dua, yakni demo murni dan demo bayaran.
Demo murni adalah sebuah aksi demo yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berlandaskan ideologi tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan demo bayaran bisa ditafsirkan sebagai bentuk aksi yang dilakukan demi mendapat upah, meski tidak paham dengan materi substansi demo tersebut.
Lalu, bagaimana melihat perbedaan suatu aksi demo atau unjuk rasa bila ditinjau dari sifat dan tujuan demo tersebut.
“Mudah saja kita bisa melihat dari massa-nya, berapa jumlahnya, siapa saja yang datang di situ, lihat gerak gerik si pendemo, antusiaskah? Aktif dan pahamkah dengan isinya? Kalau tidak jelas itu demo bayaran,” ujar Ronald seorang makelar demo kepada okezone di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Jumlah pendemo yang dimaksud ialah apabila demo itu dalam skala kecil yakni berkisar 50-100 orang, bisa ditebak demo itu pesanan atau bayaran.
“Jumlah (orang) itu relatif ada juga yang banyak orangnya tapi bayaran semua. Yang penting itu tadi karakter dan sifat massa-nya,” kata Ronald.
Lebih lanjut dia menambahkan, ciri khas pendemo bayaran dapat terlihat saat melakukan aksinya. Indikatornya terlihat pada fokus perhatian dan kualitas orasi dari para demonstran.
“Kalau terlihat tidak ekspresif dan seperti ogah-ogahan pasti kecenderungannya mereka hanya ikut-ikutan karena tidak paham substansi demo itu,” tukasnya.
Ronald yang sudah dua tahun bergelut didunia makelar demo ini menuturkan, terdapat beberapa perangkat demo yang harus diperhatikan sebelum menggelar aksi demo.
“Rumuskan (materi) apa yang menjadi tuntutan kita, siapa dan tempat yang akan kita datangi untuk berorasi, serta perangkat vital yakni kelompok massa berikut atribut demo seperti spanduk, speaker, dan lainnya,” jelas pria berusia 37 tahun itu.
Lain lagi menurut Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Masinton Pasaribu. Dia lebih menyoroti cara membedakannya dari materi demo.
Mantan Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 itu berpendapat, idealisme, militansi, dan keyakinan perjuangan kaum pergerakan tidak bisa ditukar dengan sejumlah uang ataupun materi. Demonstrasi yang dilakukan karena tergerak atas dasar kesadaran pergerakan dalam melakukan aksi di lapangan cenderung lebih terstruktur, terpimpin, dan memiliki perangkat aksi.
Demokrasi memang membolehkan adanya perbedaan ide, cara pandang dan sikap, termasuk pro dan kontra. Namun para pendemo bayaran terkadang justru dihadirkan untuk “mengekang” kebebasan itu. Seperti misalnya, ada pengerahan massa bayaran untuk menghadang kelompok aksi mahasiswa yang menyuarakan suara penderitaan rakyat.
“Saat memperjuangkan reformasi kami di gerakan mahasiswa tahun 1998 pernah dihadapkan dengan massa bayaran atau Pam Swakarsa yang dimobilisasi rezim orde baru untuk menghadang gerakan demonstrasi mahasiswa. Namun yang menghadapi aksi-aksi bayaran Pam Swakarsa saat itu adalah kekuatan rakyat karena idealisme dan militansi perjuangan gerakan mahasiswa adalah sejatinya gerakan rakyat,” kenang dia.
Lantas, adakah dari aktivis maupun mahasiswa yang aktif dalam kelompok ini?
“Dalam fase perjuangan selalu ada yang memanfaatkan situasi, bersikap oportunis dan avonturir (petualang politik). Namun sikap seperti itu tidak dominan dalam pergerakan dan tidak signifikan untuk mempengaruhi agenda pergerakan kawan-kawan mahasiswa,” tuturnya.
Bagi Masinton, itu disebabkan massa-nya sudah memiliki agenda jelas yang harus diperjuangkan dan agenda tersebut lahir atas refleksi.
(lsi)
http://news.okezone.com/read/2010/11/01/338/388383/mau-tahu-bedakan-demo-murni-demo-bayaran
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Unjuk rasa yang lazim dilakukan kelompok orang tertentu ditinjau dari sifat tujuannya bisa terbagi atas dua, yakni demo murni dan demo bayaran.
Demo murni adalah sebuah aksi demo yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berlandaskan ideologi tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan demo bayaran bisa ditafsirkan sebagai bentuk aksi yang dilakukan demi mendapat upah, meski tidak paham dengan materi substansi demo tersebut.
Lalu, bagaimana melihat perbedaan suatu aksi demo atau unjuk rasa bila ditinjau dari sifat dan tujuan demo tersebut.
“Mudah saja kita bisa melihat dari massa-nya, berapa jumlahnya, siapa saja yang datang di situ, lihat gerak gerik si pendemo, antusiaskah? Aktif dan pahamkah dengan isinya? Kalau tidak jelas itu demo bayaran,” ujar Ronald seorang makelar demo kepada okezone di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Jumlah pendemo yang dimaksud ialah apabila demo itu dalam skala kecil yakni berkisar 50-100 orang, bisa ditebak demo itu pesanan atau bayaran.
“Jumlah (orang) itu relatif ada juga yang banyak orangnya tapi bayaran semua. Yang penting itu tadi karakter dan sifat massa-nya,” kata Ronald.
Lebih lanjut dia menambahkan, ciri khas pendemo bayaran dapat terlihat saat melakukan aksinya. Indikatornya terlihat pada fokus perhatian dan kualitas orasi dari para demonstran.
“Kalau terlihat tidak ekspresif dan seperti ogah-ogahan pasti kecenderungannya mereka hanya ikut-ikutan karena tidak paham substansi demo itu,” tukasnya.
Ronald yang sudah dua tahun bergelut didunia makelar demo ini menuturkan, terdapat beberapa perangkat demo yang harus diperhatikan sebelum menggelar aksi demo.
“Rumuskan (materi) apa yang menjadi tuntutan kita, siapa dan tempat yang akan kita datangi untuk berorasi, serta perangkat vital yakni kelompok massa berikut atribut demo seperti spanduk, speaker, dan lainnya,” jelas pria berusia 37 tahun itu.
Lain lagi menurut Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Masinton Pasaribu. Dia lebih menyoroti cara membedakannya dari materi demo.
“Perbedaannya sangat jelas. Kemurnian gerakan demonstrasi yang lahir karena idealisme memiliki militansi, keyakinan dan semangat juang untuk melakukan perubahan yang lebih baik untuk rakyat,” kata Masintondalam perbincangan dengan okezone di Jakarta, secara terpisah belum lama ini.
Mantan Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 itu berpendapat, idealisme, militansi, dan keyakinan perjuangan kaum pergerakan tidak bisa ditukar dengan sejumlah uang ataupun materi. Demonstrasi yang dilakukan karena tergerak atas dasar kesadaran pergerakan dalam melakukan aksi di lapangan cenderung lebih terstruktur, terpimpin, dan memiliki perangkat aksi.
Demokrasi memang membolehkan adanya perbedaan ide, cara pandang dan sikap, termasuk pro dan kontra. Namun para pendemo bayaran terkadang justru dihadirkan untuk “mengekang” kebebasan itu. Seperti misalnya, ada pengerahan massa bayaran untuk menghadang kelompok aksi mahasiswa yang menyuarakan suara penderitaan rakyat.
“Saat memperjuangkan reformasi kami di gerakan mahasiswa tahun 1998 pernah dihadapkan dengan massa bayaran atau Pam Swakarsa yang dimobilisasi rezim orde baru untuk menghadang gerakan demonstrasi mahasiswa. Namun yang menghadapi aksi-aksi bayaran Pam Swakarsa saat itu adalah kekuatan rakyat karena idealisme dan militansi perjuangan gerakan mahasiswa adalah sejatinya gerakan rakyat,” kenang dia.
Lantas, adakah dari aktivis maupun mahasiswa yang aktif dalam kelompok ini?
“Dalam fase perjuangan selalu ada yang memanfaatkan situasi, bersikap oportunis dan avonturir (petualang politik). Namun sikap seperti itu tidak dominan dalam pergerakan dan tidak signifikan untuk mempengaruhi agenda pergerakan kawan-kawan mahasiswa,” tuturnya.
Bagi Masinton, itu disebabkan massa-nya sudah memiliki agenda jelas yang harus diperjuangkan dan agenda tersebut lahir atas refleksi.
(lsi)
http://news.okezone.com/read/2010/11/01/338/388383/mau-tahu-bedakan-demo-murni-demo-bayaran
Massa Boneka
Selasa, 2 November 2010 - 07:01 wib
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Pendemo bayaran bisa dikatakan sama dengan boneka. Mereka rela di tengah kondisi panas terik sambil berteriak dan membawa spanduk demi upah yang nilainya tak terlalu besar.
Biasanya tak sedikit orang yang bergabung dalam kelompok massa demo bayaran tersebut. Pastinya, tak sedikit pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memobilisasi para pendemo yang minimal terdiri dari 15 orang. untuk satu isu saja.
Menurut pengakuan seorang makelar demo, pendemo yang membawa kendaraan sendiri dipatok biaya Rp100. Sedangkan yang tidak membawa kendaraan berkisar Rp50-75 ribu.
Yang menjadi pertanyaan, siapa yang berani mengeluarkan dana besar itu?
Sedangkan menurut Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi, demo bayaran sebagaimana perjalanan sejarahnya biasanya dilakukan oleh musuh-musuh rakyat dalam hal ini pemerintahan agen neoliber yang mempertahankan kepentingan asing dan para koruptor.
Bagaimana pendapat Ronald, makelar demo yang sempat diwawancarai okezone? Ibarat membuka borok sendiri, Ronald pun tak berkomentar. Didesak beberapa kali tentang identitas “bos”-nya, meski hanya sekadar profesi atau sedikit petunjuk lain, Ronald enggan buka mulut.
Menurut Masinton, makelar demo ini sudah tidak diragukan lagi eksistensinya dalam kancah perpolitikan di Tanah Air. Selain itu, tak sedikit dari mereka hanya sekadar mencari penghasilan tambahan.
Bagaimana dengan pendemo bayaran? “Mereka hanya segelintir orang dikarenakan menganggur, pengetahuannya yang terbatas, dan iming-iming duit lalu di mobilisasi untuk mendukung pemerintah. Itulah fakta yang terjadi di kehidupan sosial kita,” ujar mantan Aktivis 98 itu.
Bagi Hilman, kekuasaan yang lalim (sewenang-wenang) pasti akan selalu menggunakan aksi massa bayaran untuk melindunginya.
Penguasa itu sengaja memanfaatkan kemiskinan rakyat yang lemah ideologinya sehingga mudah digerakkan oleh kekuatan uang. Inilah yang menjadi sasaran untuk dijadikan “aktivis” dadakan oleh makelar demo.
“Kalau mau diteliti satu persatu, massa yang digerakkan ini juga pastilah rakyat kecil yang karena himpitan ekonomi yang mereka hadapi. Akhirnya, demi mendapatkan uang kemudian rela digerakkan untuk isu yang belum tentu mereka pahami,” Hilman menerangkan.
(lsi)
http://news.okezone.com/read/2010/11/01/338/388573/kekuasaan-terganggu-demo-bayaran-solusinya
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Pendemo bayaran bisa dikatakan sama dengan boneka. Mereka rela di tengah kondisi panas terik sambil berteriak dan membawa spanduk demi upah yang nilainya tak terlalu besar.
Biasanya tak sedikit orang yang bergabung dalam kelompok massa demo bayaran tersebut. Pastinya, tak sedikit pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memobilisasi para pendemo yang minimal terdiri dari 15 orang. untuk satu isu saja.
Menurut pengakuan seorang makelar demo, pendemo yang membawa kendaraan sendiri dipatok biaya Rp100. Sedangkan yang tidak membawa kendaraan berkisar Rp50-75 ribu.
Yang menjadi pertanyaan, siapa yang berani mengeluarkan dana besar itu?
Menurut Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu, pihak yang tidak ingin kekuasaannya terganggu yang siap merogoh kocek besar itu.
“Yang berkepentingan menggunakan cara-cara dengan memobilisasi massa bayaran adalah yang kekuasaannya terganggu,” kata Masinton kepada okezone, belum lama ini.
Sedangkan menurut Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi, demo bayaran sebagaimana perjalanan sejarahnya biasanya dilakukan oleh musuh-musuh rakyat dalam hal ini pemerintahan agen neoliber yang mempertahankan kepentingan asing dan para koruptor.
Bagaimana pendapat Ronald, makelar demo yang sempat diwawancarai okezone? Ibarat membuka borok sendiri, Ronald pun tak berkomentar. Didesak beberapa kali tentang identitas “bos”-nya, meski hanya sekadar profesi atau sedikit petunjuk lain, Ronald enggan buka mulut.
Menurut Masinton, makelar demo ini sudah tidak diragukan lagi eksistensinya dalam kancah perpolitikan di Tanah Air. Selain itu, tak sedikit dari mereka hanya sekadar mencari penghasilan tambahan.
Bagaimana dengan pendemo bayaran? “Mereka hanya segelintir orang dikarenakan menganggur, pengetahuannya yang terbatas, dan iming-iming duit lalu di mobilisasi untuk mendukung pemerintah. Itulah fakta yang terjadi di kehidupan sosial kita,” ujar mantan Aktivis 98 itu.
Bagi Hilman, kekuasaan yang lalim (sewenang-wenang) pasti akan selalu menggunakan aksi massa bayaran untuk melindunginya.
Penguasa itu sengaja memanfaatkan kemiskinan rakyat yang lemah ideologinya sehingga mudah digerakkan oleh kekuatan uang. Inilah yang menjadi sasaran untuk dijadikan “aktivis” dadakan oleh makelar demo.
“Kalau mau diteliti satu persatu, massa yang digerakkan ini juga pastilah rakyat kecil yang karena himpitan ekonomi yang mereka hadapi. Akhirnya, demi mendapatkan uang kemudian rela digerakkan untuk isu yang belum tentu mereka pahami,” Hilman menerangkan.
(lsi)
http://news.okezone.com/read/2010/11/01/338/388573/kekuasaan-terganggu-demo-bayaran-solusinya
Langganan:
Postingan (Atom)