Masinton adalah satu diantara puluhan ribu mahasiswa yang menduduki gedung DPR pada bulan Mei 1998 yang menuntut Soeharto mundur. Kini Masinton satu diantara sekian mantan aktivis pergerakan mahasiswa yang ikut mencalonkan diri maju sebagai calon legislatif pada pemilu tahun 2009 nanti.
Sejak Desember 2004 Masinton sudah aktif bergabung di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Bersama dengan rekan-rekan aktivis lainnya seperti Beathor Suryadi, Budiman Sudjatmiko, Masinton mendirikan REPDEM (Relawan Perjuangan Demokrasi) dan menyatakan diri masuk bergabung ke PDI Perjuangan. Itulah awal mula kiprahnya bersama PDI Perjuangan.
Sejak kongres PDI Perjuangan di Bali bulan April 2005, Masinton masuk menjadi anggota BAGUNA (Badan Penanggulangan Bencana) DPP PDI Perjuangan. Banyaknya peristiwa bencana pada masa pemerintahan SBY-JK membuat Masinton sering berkeliling ke berbagai daerah Indonesia yang terkena bencana, menjalankan misi sosial kemanusiaan PDI Perjuangan melalui BAGUNA. Seperti Banjir bandang di Bima (NTB), gempa bumi (DIY-Jateng), tsunami Pangandaran (Jawa Barat), gempa dan longsor di Madina (Sumut), gempa bumi Solok (Sumbar), Gempa bumi Bengkulu, Gempa bumi di Mentawai (Sumbar), Gunung Gamkonora Halmahera Barat (Maluku Utara), Banjir DKI Jakarta, Banjir Jawa Tengah, Banjir di Kutai (Kaltim), dan daerah lainnya.
Masinton tidak hanya jago dalam berorasi saat demonstrasi, dengan bekal pengalaman dalam berbagai aktivitas organisasi pergerakan membuat dia cepat bergerak melakukan pertolongan terhadap para korban bencana, khususnya penanganan pada masa tanggap darurat.
Di setiap daerah bencana dia menginap berbaur bersama korban bencana di dalam tenda-tenda darurat, "Hiduplah bersama rakyat, tinggallah bersama mereka, dan rasakan penderitaannya. Dengan begitu engkau akan tahu kehendak rakyat sesungguhnya" kata-kata bijak inilah yang selalu dia camkan mengutip buku panduan ten steep (sepuluh langkah pengorganisiran) buku wajibnya para organiser kaum pergerakan.
Dalam banyak hal komitmennya selalu dia tampakkan tidak hanya lewat kata-kata, tapi dia cerminkan melalui prilaku, sikap dan tindakan. Mengutip istilah bijak dari Bung Karno "Satunya Kata dan Perbuatan". Misalnya saat diberikan kepercayaan oleh teman-temannya memimpin barisan massa aksi yang melakukan demonstrasi, Masinton tidak meninggalkan barisan massa aksi walau dalam keadaan beresiko sekalipun. Seperti pada saat peristiwa Semanggi I & II di depan kampus Atma Jaya, Cendana, dan berbagai aksi demonstrasi lainnya di Jakarta dimana dia terlibat.
Bahkan pada situasi genting seperti saat tengah malam kampus Universitas Tarumanegara dikepung oleh ratusan anggota laskar ormas yang berlabelkan agama.
Begitupun saat mendampingi rakyat kecil yang berprofesi tukang becak, berkali-kali dia harus berurusan dengan polisi dan koramil karena membela dan memperjuangkan nasib para tukang becak yang dilarang beroperasi di Jakarta.
Latar belakang kehidupannya yang berasal dari masyarakat kelas bawah atau rakyat kecil, membuat Masinton memiliki empati dan solidaritas yang tinggi terhadap kaum lemah tak berpunya seperti rakyat kecil.
Sejak kecil dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, Masinton sudah terbiasa dengan kehidupan yang berat. Dari mulai berjualan keliling membantu orang tuanya, menjadi buruh angkut barang di pelabuhan sudah dia lakoni sejak dia masih dibangku sekolah.
Ditempa oleh situasi kehidupan yang serba berat turut membentuk watak, karakter dan komitmennya untuk selalu setia pada keyakinan perjuangannya.
Diposting oleh: tim media "Masinton-10"
Sejak Desember 2004 Masinton sudah aktif bergabung di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Bersama dengan rekan-rekan aktivis lainnya seperti Beathor Suryadi, Budiman Sudjatmiko, Masinton mendirikan REPDEM (Relawan Perjuangan Demokrasi) dan menyatakan diri masuk bergabung ke PDI Perjuangan. Itulah awal mula kiprahnya bersama PDI Perjuangan.
Sejak kongres PDI Perjuangan di Bali bulan April 2005, Masinton masuk menjadi anggota BAGUNA (Badan Penanggulangan Bencana) DPP PDI Perjuangan. Banyaknya peristiwa bencana pada masa pemerintahan SBY-JK membuat Masinton sering berkeliling ke berbagai daerah Indonesia yang terkena bencana, menjalankan misi sosial kemanusiaan PDI Perjuangan melalui BAGUNA. Seperti Banjir bandang di Bima (NTB), gempa bumi (DIY-Jateng), tsunami Pangandaran (Jawa Barat), gempa dan longsor di Madina (Sumut), gempa bumi Solok (Sumbar), Gempa bumi Bengkulu, Gempa bumi di Mentawai (Sumbar), Gunung Gamkonora Halmahera Barat (Maluku Utara), Banjir DKI Jakarta, Banjir Jawa Tengah, Banjir di Kutai (Kaltim), dan daerah lainnya.
Masinton tidak hanya jago dalam berorasi saat demonstrasi, dengan bekal pengalaman dalam berbagai aktivitas organisasi pergerakan membuat dia cepat bergerak melakukan pertolongan terhadap para korban bencana, khususnya penanganan pada masa tanggap darurat.
Di setiap daerah bencana dia menginap berbaur bersama korban bencana di dalam tenda-tenda darurat, "Hiduplah bersama rakyat, tinggallah bersama mereka, dan rasakan penderitaannya. Dengan begitu engkau akan tahu kehendak rakyat sesungguhnya" kata-kata bijak inilah yang selalu dia camkan mengutip buku panduan ten steep (sepuluh langkah pengorganisiran) buku wajibnya para organiser kaum pergerakan.
Dalam banyak hal komitmennya selalu dia tampakkan tidak hanya lewat kata-kata, tapi dia cerminkan melalui prilaku, sikap dan tindakan. Mengutip istilah bijak dari Bung Karno "Satunya Kata dan Perbuatan". Misalnya saat diberikan kepercayaan oleh teman-temannya memimpin barisan massa aksi yang melakukan demonstrasi, Masinton tidak meninggalkan barisan massa aksi walau dalam keadaan beresiko sekalipun. Seperti pada saat peristiwa Semanggi I & II di depan kampus Atma Jaya, Cendana, dan berbagai aksi demonstrasi lainnya di Jakarta dimana dia terlibat.
Bahkan pada situasi genting seperti saat tengah malam kampus Universitas Tarumanegara dikepung oleh ratusan anggota laskar ormas yang berlabelkan agama.
Begitupun saat mendampingi rakyat kecil yang berprofesi tukang becak, berkali-kali dia harus berurusan dengan polisi dan koramil karena membela dan memperjuangkan nasib para tukang becak yang dilarang beroperasi di Jakarta.
Latar belakang kehidupannya yang berasal dari masyarakat kelas bawah atau rakyat kecil, membuat Masinton memiliki empati dan solidaritas yang tinggi terhadap kaum lemah tak berpunya seperti rakyat kecil.
Sejak kecil dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, Masinton sudah terbiasa dengan kehidupan yang berat. Dari mulai berjualan keliling membantu orang tuanya, menjadi buruh angkut barang di pelabuhan sudah dia lakoni sejak dia masih dibangku sekolah.
Ditempa oleh situasi kehidupan yang serba berat turut membentuk watak, karakter dan komitmennya untuk selalu setia pada keyakinan perjuangannya.
Diposting oleh: tim media "Masinton-10"